Oleh : Ali
Sodikin
Pers
mempunyai filisofi yaitu tata nilai atau prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman
dalam menangani urusan-urusan praktis. Falsafah pers disusun berdasarkan sistem
politik yang dianut oleh masyarakat dimana pers yang bersangkutan hidup.
Lebih
jelas buku klasik karya tiga guru besar ilmu komunikasi dari Universitas
Illinois Amerika Serikat, F. Siebert, T.
Peterson dan Wilbur Schramm yang berjudul Four
Theories of the Press ( empat teori tentang pers) memaparkan
filsafat-filsafat yang menjadi teori pers pada tahun 1956.
Teori pertama dari Four Theories of the Press adalah Authoritarian Theory ( teori pers
otoriter ).Teori ini di akui sebagai yang paling tua dalam sejarah pers yaitu
pada abad ke-16, berasal dari filsafat kenegaraan yang membela kekuasaan
absolut. Penetapan tentang hal-hal yang benar dipercayakan hanya pada
segelintir orang bijaksana yang mampu memimpin. Pendekatan dilakukan dari atas
kebawah, pers harus mendukung dan mengabdi pada negara. Negara memiliki
kedudukan lebih tinggi dari pada individu dalam skala nilai kehidupan sosial,
maka bagi seorang individu hanya dengan menempatkan diri dibawah kekuasaan
negara, individu tersebut dapat mencapai cita-citanya dan memiliki atribusi
sebagai seorang beradab.
Kedua, Libertarian Theory
( teori pers bebas ), dan mencapai puncak pada abad 19. Manusia dipandang
sebagai mahluk rasional yang dapat membedakan benar dan salah. Pers harus
menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran dan bukan sebagai alat pemerintah.
Pers dituntut untuk mengawasi pemerintah. Maka lahir istilah pers sebagai The Fourth Estate atau pilar kekuasaan
keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Oleh karenanya pers harus
bebas dari pengaruh dan kendali pemerintah. Upaya mencari kebenaran semua
gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan, sehingga yang
benar dan dapat dipercaya akan bertahan, dan yang sebaliknya akan lenyap.
Gagasan
John Milton tentang proses menemukan sendiri kebenaran ( self righting process ) dan kebebasan menjual gagasan ( free market of ideas ) menjadi sentral
dalam teori pers bebas ini. Berdasarkan
gagasan Milton
pers bebas dikontrol oleh self rigthing
process of truth, free market of ideas dan pengadilan.
Ketiga, Social
Responsibility Theory (teori pers bertanggung jawab sosial). Teori ini
dipandang sebagai modifikasi dua teori sebelumnya. Teori ini dijabarkan
berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori bebas pers terlalu
menyederhanakan masalah kerena yang menentukan fakta-fakta apa saja yang boleh
disiarkan ke publik dan dalam versi apa terutama hanyalah pemilik dan operator
pers.. Teori
pers bertanggung jawab sosial mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa dan tanggung jawab
sosial. Pada tahun 1949
formulasi tersebut secara jelas terlihat dalam laporan Commision on The Freedom
of the Press yang diketuai oleh Robert Hutchins.
Komisi ini mengajukan 5 syarat untuk pers bertanggung jawab kepada
masyarakat. Selanjutnya komisi ini terkenal dengan sebutan Hutchins Commision.
5 Prasyarat tersebut adalah sebagai berikut :
- Media harus menyajikan berita-berita peristiwa
sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap dan cerdas dalam kontek yang
memberikannya makna ( Media harus akurat ; tidak boleh bohong, harus
memisahkan fakta opini, harus melaporkan dengan cara yang memberikan arti
secara internasional, dan harus lebih dalam daripada hanya sekedar
menyajikan fakta-fakta dan harus melaporkan kebenaran ).
- Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran
komentar dan kritik. Dalam arti harus menjadi sarana umum dan memuat
gagasan dari manapun meski bertentangan dengan gagasan sendiri.Sebagai
dasar pelaporan yang objektif bagi
semua pandangan dan kepentingan yang penting, maka media harus dapat
mewakilinya, artinya media harus mengidentifikasi sumber informasi sendiri
bagi sebuah masyarakat yang bebas.
- Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar
mewakili kelompok konsituen dan
masyarakat. Jika media gagal menyajikan gambaran suatu kelompok sosial
dengan benar akibatnya penyesatan. Kebenaran tentang kelompok manapun
harus diwakili dan mencakup nilai
dan aspirasi mereka, tak terkecuali kelemahan dan sifat buruk suatu
kelompok.
- Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan dan
nilai yang ada dalam masyarakat, karena sebagai instrumen pendidikan media
harus memikul tanggung jawab untuk menyatakan dan menjelaskan cita-cita
yang diperjuangkan masyarakat.
- Media harus menyediakan akses penuh terhadap
informasi yang tersembunyi pada suatu saat, ini berkaitan dengan kebutuhan
pendistribusian berita dan opini secara luas.
Keempat, The Soviet Communist Theory ( teori pers
komunis Soviet ), teori ini baru tumbuh dua tahun pasca revolusi Oktober 1907
di Rusia. Akarnya adalah teori pers authoritarian theory. 10 sampai 11 negara
yang bergabung dibawah payung kekuasaan
Uni Republik Sosialis Soviet dulu menganut teori pers ini. Teori pers ini
menopang kehidupan sistem sosialis Soviet Rusia dan memelihara pengawasan yang
dilakukan pemerintah. Tidak ada kebebasan pers, yang ada pers pemerintah.
Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan dilakukan oleh pejabat
pemerintah.
Ciri-ciri
teori pers komunis Soviet sebagai berikut :
1.
Dihilangkannya
motif profit pada media.
2.
Menomorduakn topikalitas ( gagasan dan opini yang
berkembang di masyarakat ).
3.
Berorientasi pada perkembangan dan perubahan masyarakat
dalam rangka mencapai tahap kehidupan komunis.
-
Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai
dengan prioritas-prioritas ekonomi, kebutuhan pembangunan bagi masyarakat.
-
Pers harus memberikan prioritas dalam isinya kepada
budaya dan bahasa nasional.
-
Pers harus memberikan prioritas dalam berita dan
informasi untuk menghubungkan dengan negara-negara berkembang lain yang
berdekatan secara geografis, budaya dan politis.
-
Para pekerja pers mempunyai tanggung jawab maupun
kebebasan dalam tugas menghimpun dan menyebarkan informasinya.
-
Negara
mempunyai hak untuk ikut campur dalam, atau membatasi operasi-operasi media
pers, penyelenggaraan sensor, pemberian subsidi dan kontrol langsung dibenarkan
atas nama demi kepentingan tujuan pembangunan.
Daftar Pustaka
Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia – Menulis Berita dan
Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama
Media.
Kusumaningrat, Hikmat. Kusumaningrat, Purnama. 2007. Jurnalistik – Teori
dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin, 2007. Pengantar komunikasi Massa. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi – Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Seriati, Eni. 2005. Ragam Jurnalistik Baru- dalam pemberitaan- strategi
wartawan menghadapi tugas jurnalistik. Yogyakarta : CV Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
masukkan alamat email anda