Minggu, 02 Januari 2011

Mengurai Gaya komunikasi Presiden-Presiden Indonesia

Mengurai Gaya komunikasi Presiden-Presiden Indonesia

Oleh : Ali Sodikin

Gaya komunikasi tiap individu, kelompok, komunitas masyarakat bahkan sebuah bangsa ternyata banyak perbedaan dan dipengaruhi bermacam faktor. Dalam konteks ke Indonesiaan, sistem komunikasi kita dipengaruhi dan berkaitan erat dengan sejarah bangsa, sistem masayarakat dan fisafat kita sebagai bangsa. Meminjam teori Almond dan Coleman, sebuah sistem komunikasi terdiri dari dua hal, yakni suasana kehidupan komunikasi pemerintahan ( the governmental communication sphere) dan suasana kehidupan komunikasi masyarakat ( the socio communication sphere).

James Rosseau mendefinisikan lembaga negara terdiri dari tiga lembaga yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiga lembaga tersebut sangat erat kaitannya dengan governmental opinion maker dalam rangka menkomunikasikan national multi issue. Tetapi lembaga kepresidenanlah yang paling dominan frekuensinya dalam melakukan fungsi komunikatornya, hal ini disebabakan karena dalam sistem politik kita presiden selain sebagai kepala negara juga sekaligus kepala pemerintahan. Sebagai eksekutif presiden memiliki tugas utama melaksanakan tujuan primer negara melalui berbagai progamnya. Maka wajar jika gaya komunikasi seorang presiden sangat berpengaruh bagi berhasil tidaknya memimpin sebuah negara.

Sebagai individu, tokoh-tokoh yang pernah dan sedang menjabat seorang Presiden kita memilki gaya komunikasi yang berbeda-beda. Dari mulai Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati maupun SBY.

Gaya komunikasi seseorang dapat diteliti dari berbagai aspek komunikasi, salah satunya adalah aspek konteks menurut teori Edward T. Hall (1976). Hall menyatakan dari segi kultur, kebudayaan manusia secara global dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu kebudayaan konteks tinggi (high context culture) dan konteks rendah (low context culture).

Bangsa-bangsa timur, termasuk bangsa Indonesia, umumnya, menganut kebudayaan konteks tinggi; sedangkan bangsa-bangsa barat kebudayaan konteks rendah. Kebudayaan konteks tinggi menghasilkan komunikasi konteks tinggi; begitu juga sebaliknya, Kebudayaan konteks rendah menghasilkan komunikasi konteks rendah.

Menurut Tjipta Lesmana Guru Besar Komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, komunikasi dikatakan berkonteks tinggi manakala komunikator menggunakan ’bahasa bersayap”, bahasa yang hanya bisa ditangkap artinya jika komunikan memahani budaya komunikator. Kegemaran menggunakan bahasa tubuh yang tidak jelas, atau bahasa verbal yang tidak to the point juga petunjuk komunikasi tingkat tinggi. Singkatnya, the meaning of the message is in context. Sebaliknya, dalam komunikasi konteks rendah, komunikan tidak mengalami kesulitan memahami arti pesan yang disampaikan komunikator, sebab jelas, terang dan disampaikan secara langsung atau lugas. The meaning of the message is in the message itself.

Presiden Soekarno

Soekarno dari data sejarah yang kami peroleh adalah sosok orator ulung pada jamannya. Pribadi yang haus ilmu, beberapa disipin ilmu yang sangat digemari Proklamator kemerdekaan Indonesia ini antara lain politik, sejarah , agama dan seni. Masa mudanya terutama dihabiskan dengan membacabuku-buku karangan orang terkenal, seperti buku-buku karya para pemikir dan pemimpin besar dunia antara lain ; Karl Marx, Engels, Lenin, Mao Je-dong, Sun Yat-sen, Montesquieu, John locke, Adolf Hitler dan lain-lain.

Sebagai Presiden pertama Indonesia, Soekarno dikenal karena pidato-pidatonya yang meledak-ledak, penuh semangat dan mampu membakar semangat kebangsaan pemuda Indonesia, misalnya pada saat rapat besar dilapangan IKADA tahun 1945.Seokarno juga dikenal sebagai sosok yang konsisten, terbuka dan sangat gamblang, pola komuikasinya tergolong low kontect atau konteks rendah dan tegas. Ia kerap berbicara apa adanya dengan bahasa yang terang-benderang. Kalau marah ia marah, kadang meledak-ledak. Ia tamperamental, namun memiliki sense of humor yang tinggi. Siapa saja mampu memahami dan mudah menangkap makna setiap kata dan kalimat yang diutarakan Soekarno.

Presiden Soeharto

Presiden kedua Indonesia ini mempunyai citra yang berbeda dengan Soekarno. Gaya Soeharto lebih kalem dan terkesan merakyat, dengan senyum khas orang Jawa Tengah, maka Soeharto dikenal dengan julukan the smiling general. Dalam sejarah negara kita, Soeharto memegang jabatan presiden paling lama yaitu selama 32 tahun. Awal pemerintahannya, Soeharto disambut seperti pahlawan, sampai tahun 80-an kondisi ekonomi bangsa Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, dikarenakan booming harga minyak bumi dipasaran dunia dan Indonesia adalah negara pengekspor minyak yang cukup besar.

Gaya kepemimpinan Soeharto lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi dengan konsep Pembangunan Lima Tahun. Dalam bidang politik, Soeharto suka tertib, aman dan terkendali, artinya semua elemen kekuatan bangsa harus tertib dan sejalan dengan kebijakan Soeharto. Semua organisasi harus berazas tunggal agar aman dan bisa dikendalikan. Tidak boleh ada yang berbeda. Tahun 1998 Soeharto mundur dari jabatan presiden karena desakan seluruh rakyat Indonesia.

Gaya komunikasi presiden Soeharto sangat kental dengan kultur jawa: banyak kepura-puraan (impression management), tidak to the point dan sangat santun. Komunikasi Soeharto penuh simbol, tertib, satu arah, singkat dan tidak bertele-tele. Bicara sedikit tapi tiap katanya berbobot dan penuh non-verbal communication. Orangnya tertutup, konsistensi cukup tinggi dan konteks komunikasi pada umumnya konteks tinggi atau high contect. Maka wajar jika hanya orang-orang yang sudah lama berinteraksi dengannya yang dapat memahami pola komunikasinya.

Presiden B.J Habibie

Habibie adalah wakil presiden keenam dalam pemerintahan Soeharto, ketika tahun 1998 Soeharto mengundurkan diri habibie naik menjadi Presiden menggantikannya. Desakan berbagai kalangan yang mewakili suara rakyat Indonesia membuat Soeharto tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Habibie satu-satunya Presiden Indonesia yang bukan orang jawa, walaupun ibunya adalah orang Jogyakarta.

Sepintas barangkali banyak kalangan menilai bahwa Presiden Habibie adalah seorang yang cukup demokratis, tetapi banyak kabar miring yang menyatakan kalau pembredelan majalah Tempo pada Juni 1995 andil Habibie sangat besar. Masih kita ingat kasus tersebut dikarenakan pemberitaan yang bertubi-tubi majalah Tempo tentang pembelian 36 kapal perang eks Jerman Timur.

Kasus yang cukup menggemparkan pada masa pemerintahan Habibie adalah skandal Bank Bali. Kasus ini juga menjadi salah satu faktor yang penting penolakan MPR terhadap laporan Pertangungjawaban tahun 1999.

Skandal ini melibatkan atau menyeret sejumlah kerabat dekat Gabibie, pejabat negara dan petinggi Golkar, antara lain Timmy Habibie ( adik kandung Habibie ), almarhum AA Baramuli ( Ketua DPA ), Tantri Abeng ( Meneg BUMN ), Joko S Tjandra ( bos Mulia Group) dan Setya Novanto ( wakil bendehara Golkar ).

Ketika proses investigasi bank Bali sedang berjalan, tiba-tiba beredar apa yang disebut ” catatan harian kronologis bank bali,” yang berisi kronologis lengkap mengenai skandal tersebut. Catatan itu pertama kali dibacakan oleh Kwik Kian Gie dikantor DPP PDIP. Pemerintah Habibie seakan terpojok sebab disana secara gamblang disebutkan keterlibatan beberapa petinggi pemerintah. Rudy Ramli pemilik Bank Bali di depan DPR mengakui 90 persen isi kronologis tersebut adalah benar.

Tidak lama kemudian beredar surat bantahan terhadap kronologis tersebut dibuat oleh ”Rudi Ramli.” Surat bantahan tersebut sempat dibahas dalam sidang kabinet. Presiden Habibie tanpa mengecek kebenaran surat tersebut langsung memerintahkan Muladi ( saat itu Mensesneg) untuk membacakan surat tersebut dihadapan seluruh peserta sidang kabinet. Celakanya, dalam rapat dengar pendapat di komisi VIII DPR, Rudy Ramli mengatakan surat bantahan yang dibacakan Muladi bukan dia yang buat ( Kompas, 12-9-1999, hal 1). Seumur hidup,ucap Rudy, ia belum pernah menuliskan namanya ”Rudi Ramli,” sebab namanya yang benar adalah ” Rudy ramli,” ( pakai y bukan i).

Pengakuan Rudy Ramli benar-benar sebuah tamparan memalukan bagi pemerintah termasuk Presiden habibie. Mengingat surat yang disebut-sebut dibuat oleh Rudy Ramli sendiri telah dibacakan di depan sidang kabinet. Tindakan Habibie itu mencerminkan gaya komunikasi yang penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa memikirkan resiko yang ditimbulkan.

Menurut Muladi salah satu kelemahan Habibie adalah selalu merasa paling benar. Ia memiliki sifat superiority complex. Dia tidak mau kalah dalam berdebat, all out, selalu harus menang, khusus ketika terlibat dalam perdebatan. Sifat superiority complex-nya sangat tinggi barangkali disebabkan oleh kecerdasannya. Bayangkan habibie lulus summa cum laude waktu kuliah di Jerman.

Presiden Abdurrahman Wahid

Pola komunikasi politik Gus Dur sangat terbuka, demokratis tapi juga otoriter dan keras kepala. Sangat implusif, bisa tertawa terbahak-bahak karena rasa humornya sangat tinggi, namun bisa menggebrak meja sekerasnya di depan komunikannya. Gus Dur suka menggertak lawan. Bicara blong, seolah tidak ada filter sama sekali. Konsistensi amat rendah, apa yang dikatakan pagi hari, sorenya bisa dibantah sendiri. Nyaris tidak pernah menyinggung visi-misi dalam pidato-pidatonya. Konteks komunikasinya low context. Gus Dur orang yang sangat kontraversial, sesuatu yang serius, bagi Gus Dur tiba-tiba jadi tidak serius.

Menurut Ryaas Rasjid, Gus dur memang suka guyon dalam berkomunikasi, kalau kita bertemu Gus Dur 1 (satu) jam, bicara seriusnya cuma 15 sampai 20 menit, selebihnya guyonan. Gus Dur memiliki karakter intilektual kuat, tapi mudah dipengaruhi oleh pembantunya, maka di era Gus Dur populer istilah pembisik, informasi yang diterimanya tidak diolah dulu, lalu cepat-cepat dilansir ke publik. Celakanya, sering juga informasi yang sudah dilansir ke publik ternyata salah dan Gus Dur dengan santai berkilah: ” gitu aja dipikirin !”. Maka yang muncul adalah kontroversi. Padahal dia seorang kepala negara, yang ucapannya selalu dijadikan acuan bagi pembuatan kebijakan berbagai elemen masyarakat.

Presiden Megawati Soekarnoputri

Membicarakan Megawati merupakan suatu hal yang sangat menarik, bukan hanya karena Mega putri sang proklamator Bung karno, tapi juga karena Megawati adalah presiden perempuan pertama di Indonesia. Perjalanan politiknya mirip dengan Corazon Aquino dari Philipina atau Benazir Bhutto dari Pakistan.

Kemiripan dengan Aquino adalah karena dua-duanya adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan otoriter di negaranya masing-masing. Dengan Benazir Bhutto, kemiripan Megawati adalah karena sama-sama lahir dari keluarga mantan presiden. Yang membedakan ketiganya adalah gaya politik Mega lebih santun, lembut dan low profile serta lebih banyak pasif.

Gaya seperti ini yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai suatu kelemahan. Dalam buku Mereka Bicara Mega (2008) ada komentar Frans Magnis Suseno, sikap pasif dan banyak menunggu Megawati dianggap sebagai suatu kelemahan. Jika mega lebih pro aktif menurutnya, tahun 1999 Mega sudah jadi Presiden. Saat itu terkesan sedemikian pasif, cenderung menunggu, seolah-olah jabatan presiden sudah di tangan. Akhirnya gerakan politik yang di motori Poros Tengahnya Amin Rais menjukirbalikkan fakta, Megawati ketua umum PDI Perjuangan yang menguasai mayoritas parleman kalah oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam sidang umum MPR RI tahun 1999. Saat itu Presiden dan Wakil Presiden masih dipilih oleh MPR.

Masih menurut Magnis, setelah menjadi Presiden sikap megawati ternyata tidak banyak berubah, tetap pasif dan pelit bicara. Hal ini menyebabakan pada pemilu legaslatif tahun 2004 perolehan suara PDI P turun cukup drastis, dari 32 persen menjadi 18 persen, turun sekitar 2/5 dari perolehan suara tahun 1999. Ada kepemimpinan yang kurang ”pas” dari diri Megawati, hal ini juga menjadikannya gagal terpilih kembali menjadi Presiden, kalah oleh mantan bawahannya Susilo Bambang Yudhoyono yang di usung Partai Demokrat dengan pasangannya Jusuf Kalla dari Golkar.

Solahudin Wahid, adik kandung Gus Dur, mantan calon wakil presiden pasangan Wiranto pada Pilpres 2004 berpendapat, Megawati dalam pandangannya adalah sosok yang terkesan kurang ramah. Apa karena Ibu Mega pendiam, boleh jadi ya, tapi bisa juga tidak. Menurut tokoh yang pernah menjadi anggota Komnas HAM dan sering dipanggil Gus Solah ini, orang yang mempunyai sifat pendiam bisa bersikap ramah, paling tidak senyum, mengangguk, atau ramah kalau ketemu orang lain.

Jalaluddin Rakhmat atau sering dikenal sebagai kang Jalal, tokoh komunikasi kelahiran Bandung ini mempunyai penilaian terhadap Megawati. Walau Megawati dengan Benazir Buttho bagai pinang di belah dua, tapi Mega di anggap kurang berani, kurang tegas dalam pernyataan dan sikap politiknya.

Anies R Baswedan, Rektor Universitas Paramadina punya penilaian sendiri terhadap Megawati. Alumnus UGM ini berpendapat Megawati dalah sosok politisi yang santun dan memiliki ambang kedewasaan dalam berpolitik. Ketika Megawati kalah dari Gus Dur dan massa pendukungnya kecewa, Ibu Mega meminta dengan lembut agar rakyat menerima dan tidak anarkis. Ia juga meminta agar merelakan dirinya menjadi wakil Presiden, mendampingi Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia. Tindakan demikian, menurut Anies yang semasa kuliah di UGM pernah aktif di HMI-MPO, menunjukkan sikap yang mengajarkan banyak hikmah kepada para politisi, agar memiliki sikap lebih mementingkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan partai.

Sementara menurut Yudi Latif, seorang pengamat politik lulusan Australian national University, Camberra. Megawati dalah sosok Nasionalis Religius, tidak heran karena ibunya, Fatmawati adalah puteri tokoh Muhammadiyah yang berasal dari Sumatera. Oleh karena itu, manakala Megawati mempunyai perhatian terhadap Ke-Isalaman tentulah bukan hal yang aneh.

Menurutnya, Megawati mempunya karakter kuat dalam membela kedaulatan nasional seperti bapaknya Soekarno. Termasuk didalamnya membela orang Islam dari intervensi asing. Misalnya, Megawati berani menolak permintaan asing untuk menyerahkan ketua Majelis Mujahidin Indonesia Abu bakar Ba’asir dideportasi ke Amerika Serikat. Sikap ini lebih pada untuk mengayomi tehadap warga negaranya, kendati Ba’asir dianggap sebagai bagaian dari Islam radikal.

Yudi menganggap sikap ini cukup Islami, karena menekankan nilai keadilan yang sangat diajurkan dalam Islam; bahwa janganlah kebencianmu terhadap satu kelompok membuat kamu bertindak tidak adil. Meski mungkin saja, Megawati secara diametral bertentangan dengan idiologi yang dikembangkan oleh Abu bakar ba’asir.

Tapi problemya adalah citra Megawati diruang publik sudah terlanjur sebagai sosok yang pendiam, pasif, dan tidak pro aktif. Mohamad Sobari sosok budayawan, yang ketika era Presiden Megawati pernah menjadi Pemimpin Umum kantor Berita Antara mengatakan sebagai pemimpin Megawati dikenal pendiam. Kalau ada masalah yang ruwet Cuma mesem (tersenyum) dan ada kalanya dalam menyikapi suatu permasalahan terkesan menyepelekan. Walau tindakan politiknya kongkret.

Menurut laksamana Sukardi, Megawati adalah tipe pemimpin yang tidak memahami masalah. Pola komunikasinya tertutup, sedikit bicara, penuh kecurigaan, pengetahuannya terbatas dan pendendam. Tapi dengan orang dekatnya Mega bisa bicara rileks dan terbuka, tapi lebih suka membicarakan hal-hal biasa, misalnya masalah pribadi.

Hal senada juga di sampaikan oleh Hendropriyono, pola komunikasi Megawati sangat tergantung dengan siapa ia berbicara. Kalau dengan orang dekat, baik menteri atau pengurus partai yang mempunyai kedekatan khusus, ia bisa santai dan terbuka sekali.

Ibu Megawati tidak bisa berkomunikasi secara efektif, lebih suka diam atau menebar senyum daripada bicara. Senyum yang hanya dia sendiri yang mengetahui apa artinya.Pidatonya tersa hambar, suaranya benar-benar datar, nyaris tidak ada bahasa tubuh selama pidato. Megawati membaca kata perkata secara kaku seolah takut kedua matanya lepas dari teks pidato didepannya. Tidak articulate, susah di ajak ngomong serius. Jika pembicaran mengenai pekerjaan, atau negara, daya fokus Mega sangat terbatas, konsentrasinya kurang cukup untuk terus menerus fokus ke permasalahan. Komunikasi politiknya konteks tinggi dan kadar konsistensinya kurang. Komunikasi politiknya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi-misi pemerintahannya. Tanpa diragukan lagi, ia sangat pendendam.

Presiden SBY

SBY Presiden Indonesia yang pertama kali terpilih secara langsung oleh rakyat. Dengan legitimasi yang cukup kuat langsung dari rakyat ternyata tidak membuat kepemimpinan SBY berjalan dengan bagus, para pengkritiknya mengatakan SBY orang yang tidak tegas, lamban dan peragu dalam mengambil keputusan, akibatnya pemerintah lambat dalam menangani banyak hal, terutama kasus-kasus yang menjadi perhatian publik.

Pidato presiden SBY yang berisi penjelasan dan sikap terkait rekomendasi Tim delapan terhadap kasus hukum dua Pimpinan KPK non aktif Bibit S Rianto dan Cadra M Hamzah menuai kontraversi. Pengamat Politik dan Hukum dari UGM Prof Dr Yahya Muhaimin, dari Universitas Brawijaya Dr Ibnu Tricahyo dan Dr Arnold laoh SH dosen hukum sejumlah perguruan tinggi di Menado serta aktifis dari Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMI) Sulawesi Selatan, Liga Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Makassar dan Persatuan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia (PMKRI) Sulsel menyatakan pandangan yang hampir sama terhadap pidato SBY tersebut.

Dalam pernyataan yang dirilis Antara News, 24 November 2009, baik Yahya, Ibnu dan Arnold serta Wahida ketua SRMI Sulsel mengeluarkan pernyataan yang senada bahwa penjelasan dan sikap SBY soal kasus Bibit-Candra tidak tegas dan tidak tuntas. Lebih jauh Yahya Muhaimin mengatakan perlu indera keenam untuk memahami isi pernyataan presiden. “Mirip dengan gaya Soeharto, itulah gaya Jawa SBY, tidak langsung dan dengan bahasa-bahasa simbol serta tidak mengambil resiko sebagaimana gaya pemimpin barat,” tambah Yahya.

Sementara Ibnu Tricahyo mengatakan tindak lanjut dari penjelasan dan sikap presiden sama sekali tidak jelas arahnya, bahkan tidak tuntas, mau dibawa kemana arahnya sulit ditafsirkan. “ Kasus pimpinan KPK nonaktif Bibit-Candra itu akan dipetieskan atau abolisi, tidak ada penjelasan sama sekali sehingga masyarakat menjadi bingung, padahal kejelasan sikap presiden itu ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas,” katanya. Pernyataan SBY hanya untuk menarik simpati publik, sedangkan dibidang hukum, sama sekali tidak ada kemajuan dan hal baru yang bisa menuntaskan masalah tersebut dengan cepat, kata Ibnu menambahkan.

Sedangkan Arnold mengatakan sikap SBY terlalu berhati-hati sehingga menimbulkan kesan tegas terhadap kasus Bibit-Candra.” Pada sisi lain SBY mengatakan bila kasus tersebut dibawa ke pengadilan akan lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya, namun dibagian lain penjelasannya diserahkan kepada pihak kepolisian dan kejaksaan,” kata Arnold. Menurutnya, penjelasan SBY kurang memberikan kemajuan berarti terhadap penanganan kasus Bibit-Candra. ”sekarang kita menunggu kepolisian dan kejaksaan, apakah memahami penjelasan agar kasus itu diselesaikan diluar pengadilan atau sebaliknya,” tambahnya.

Senada dengan tiga pakar hukum diatas, para aktifis juga menganggap pidato SBY tidak tegas dan tidak jelas arahnya. Dalam jumpa pers bersama dengan LMD dan PMKRI di depan tugu Monumen Pembebasan Irian Barat, Mandala, Makassar dengan penerangan sekitar 10 batang lilin serta pengawalan ketat 50 personel Kepolisian Resort Kota (Polresta) Makassar barat, Wahida ketua SRMI mengatakan,” Kami mengganggap pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak tegas dan tidak jelas arahnya mengenai lanjutan kasus bank century dan proses hukum Candra M Hamzah dan Bibit S Rianto, kami akan terus turun ke jalan hingga kasus ini selesai.”

Berbeda dengan pengamat yang lain, Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang, Yuslim menilai sikap SBY dalam merespon kasus Bibit-candra sudah jelas. Menurutnya, Presiden tidak mau mengintervensi proses hukum karena sebagai kepala pemerintahan sudah ada pembagian kekuasaan, maka sudah seharusnya kasus tersebut dikembalikan pada lembaga penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan. Dalam konteks pembagian kekuasaan, masalah hukum merupakan wilayahnya penegak hukum. Bukan wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan.”Tinggal sekarang tindak lanjut dari kedua lembaga, untuk mengeluarkan keputusan berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum,” tambahnya.

Dari kasus diatas, bisa kita analisa, bahwa penjelasan dan sikap SBY dalam merespon kasus Bibit-Candra bisa dikategorikan gaya dan pola komunikasi politik konteks tinggi, menggunakan kata-kata bersayap, tidak to the point, tidak jelas serta tidak tegas arahnya. Pesan yang disampaikan mengambang. Kasus Bibit-Candra sebaiknya tidak dilanjutkan. Tetapi keputusannya diserahkan ke pihak kepolisian dan kejaksaan. Perlu indera keenam untuk memahami pidato SBY, tidak langsung dan dengan bahasa simbol, serta tidak mengambil resiko, sulit ditafsirkan, membuat bingung masyarakat, terlalu hati-hati.

Lebih jelas Tjipta Lesmana menjelaskan gaya komunikasi politik SBY sebagai berikut. Ia ultra hati-hati dalam segala hal. Jadi terkesan bimbang dan ragu-ragu. Konteks bahasa cenderung tinggi, berputar-putar. Walaupun SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan verbal yang sempurna, kata dan kalimat diucapkan dengan jelas dan intonasinya mantap tapi buruk dalam konsistensi, plintat-plintut dan membingungkan publik. Rasa humor kurang, dan emosi cukup tinggi, bahkan bisa lepas kendali. Dimanapun, SBY memperlihatkan wajah yang serius; nyaris tidak pernah tertawa, maksimal tersenyum.

Memang terkadang SBY menggunakan bahasa low context, tetapi secara umum bila kita analisis secara cermat, kita akan mendapatkan kesimpulan SBY lebih sering berbicara dengan konteks tinggi. Ada dua faktor penyababnya. Pertama, kegemarannya menggunakan analogi dalam menggambarkan suatu permasalahan. Publik pun disuruh menginterpretasikan sendiri apa makna analogi tersebut. Kedua, kebiasaan SBY tidak bicara to the point; yang disampaikan hanya ”hakekat permasalahan”.

Daftar Pustaka

Lesmana, Tjipta. 2008. Dari Soekarno Sampai SBY- Intrik & Lobi Politik Para Penguasa.

Antara News, 24 November 2009, Chandra SKKP, Bibit SP3-Gaya SBY Mirip Soeharto Antara News, 24 November 2009, Pengamat : Penjelasan Presiden Terkesan Kurang Tegas.

Antara News, 24 November 2009, Aktivis : Pidato Presiden Tidak Tegas Usut Century Antara News, 24 November 2009, Pengamat : Penjelasan Presiden tidak Tuntas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukkan alamat email anda