Senin, 26 Agustus 2013

Fenomena Penggunaan Musik Populer Melalui Jejaring Media Sosial Pada Pilpres Meksiko Tahun 2012 Pasca “Musim Semi” Gerakan Revolusi Timur Tengah Dan Pilkada DKI Jakarta 2012



 Fenomena Penggunaan Musik  Populer Melalui Jejaring Media Sosial Pada Pilpres Meksiko Tahun 2012 Pasca “Musim Semi” Gerakan Revolusi Timur Tengah Dan Pilkada DKI Jakarta 2012
Oleh : Ali Sodikin [1]


Musik Rock Pada Pilpres Meksiko Tahun 2012
Artikel ini adalah analisa terhadap hasil penelitian Magdelana dari university of Colorado Boulder tentang  model kampanye yang menggunakan media musik rock (populer) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yakni situs jejaring sosial menjelang Pemilihan Presiden Meksiko Juli 2012.  Gerakan tersebut menamakan  dirinya Gerakan Musicos con YoSoy132 yang digagas  para aktivis pro demokrasi karena melihat proses transisi demokrasi berada pada titik nadir. Kehidupan politik yang demokratis terancam dengan bangkitnya rezim semi-otoriter dan telah siap untuk merebut kembali kekuasaannya. Rezim yang pernah berkuasa selama hampir tujuh dekade tersebut telah digulingkan oleh rakyat Meksiko pada fase tahun 2000-an. Maka Pilpres Meksiko tahun 2012 adalah pertaruhan besar bagi kelangsungan kehidupan demokratis disana.    
Silang pendapat dan perang opini  tentang Pemilu yang bebas dan adil, bias media (media konvensional banyak dikuasai pengusaha pro status quo), dan pentingnya partisipasi aktif  pemilih disebarluaskan kepada khalayak, terutama kaum muda (anak gaul) sebagai pemilih pemula yang memiliki kecenderungan apolitis. Proses pembangunan, pembentukan opini dan gagasan tersebut   disebarluaskan dengan menggunakan media musik rock yang sedang populer untuk mempengaruhi mereka, anak-anak muda tersebut agar tidak golput dan bergabung, serta berperan aktif dalam Pilpres guna menyelamatkan transisi demokrasi yang sedang berkembang di Meksiko.  
Menurut penelitian para sarjana ilmu komunikasi, gerakan aktivis-aktivis pro demokrasi di Meksiko tidak terlepas dan  terinspirasi  gerakan di Timur Tengah yang dikenal sebagai “musim semi gerakan revolusi di Timur Tengah”. Fenomena ini banyak menjadi bahan penelitian para sarjana komunikasi dan telah banyak menghasilkan teori-teori, pendapat dan kesimpulan tentang kejadian terkini di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Pemilihan Presiden Meksiko telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2012,  Pemilu tersebut dipandang sebagai momentum yang sangat penting karena menjadi semacam puncak pertarungan gerakan pro demokrasi dengan kekuatan  partai politik lama yakni Partai Revoluisioner Institusional (PRI) yang oleh para ahli disebut sebagai rezim “semi-otoriter (Levi Bruhn &Zebadua. 2006). . Kondisi kritis tersebut disebabakan karena kekuatan PRI masih memiliki basis dukungan finansial kuat. Hal tersebut menjadikan peluang dan potensi mereka untuk mengembalikan kekuasaannya masih cukup besar. Meski kekuasaan PRI telah dijatuhkan pada dekade 2000an  namun sejarah mencatat rezim ini pernah mendominasi kekuasaan politik dan pemerintahan Meksiko selama lebih dari 70 tahun.  
Partai Revolusioner Institusional (PRI) yang telah digulingkan pada tahun 2000, adalah salah satu penyebab lambatnya proses demokrasi di Meksiko selama puluhan tahun. Berakhirnya pemerintahan semi-otoriter PRI menjadi tahap awal bagi tumbuhnya proses  demokrasi yang meski pondasinya  masih rapuh, tetapi secara resmi dapat dicatat dimulai pada tahun  2000.
Namun pada tahun 2012 kondisi tersebut ancaman terhadap demokrasi muncul kembali karena pencalonan  Enrique Pena Nieto dari PRI. Dengan slogan dan janji tentang pentingnya stabilitas Meksiko dan mengurangi konflik kekerasan yang terjadi selama transisi demokrasi , Enrique sendiri memimpin langsung kampanye PRI. Hal tersebut membangkitkan ingatan bayangan trauma masa lalu dan menimbulkan ketakutan serta momok  baru bagi rakyat Meksiko akan kembalinya mereka pada jaman otoritarianisme, koorporatisme, kronisne dan ancaman serius bagi demokrasi.
Musim semi 2012 menjadi momen penting bagi sejarah kontemporer Meksiko, bagaimana masyarakat sipil dari kaum muda yang terbukti berpengaruh di akhir 1990-an yang telah meruntuhkan kekuasaan PRI pada tahun 2000-sebagian besar telah memudar kepeduliannya pada situasi politik selama dua sexenios (istilah periode presiden enam tahun).
Orang muda yang telah terbukti menjadi agen perubahan pada tahun1990-an, tampaknya mulai memudar dari aktivitas politik pada tahun 2000-an, salah satu indikatornya adalah pergeseran pada selera warna musik populer di Meksiko. Musik rock yang pada tahun 1990-an sangat populer dan pada saat itu menjadi spirit wacana dan  perlawan politik kaum muda perlahan mulai redup. Selera musik kaum muda Meksiko bergeser pada musik-musik yang lembut yang terpola dan dianggap lebih sopan tanpa muatan politis, alih-alih menjadi kekuatan politik.  
Namun kondisi tersebut berubah  dratis menjelang pemilihan presiden tahun 2012, gemuruh  musik rock Meksiko menunjukkan ‘percikan’  yang mampu menggalang kesadaran dan tindakan kolektif anak muda yang mengejutkan.  Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk didalamnya jejaring media sosial (SNSs), sebuah kelompok aktivis pro demokasi yang disebut Musicos con YoSoy132 (Musisi bersama saya 132) meluncurkan kampanye online yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi kaum muda dalam Pilpres melalui gerakan pemantauan pemilu, literasi media, dan meningkatkan jumlah peserta pemilu. Meskipun Musicos con YoSoy132 tidak secara eksplisit mendukung salah satu kandidat, namun gerakan kampanye-nya yang ditujukan pada kaum muda Meksiko yang telah lebih dari 30 tahun lebih tidak mengenal partai dan gerakan PRI sentries. Namun dapat dianalisis secara tersirat bahwa kelompok ini berupaya menggagalkan keinginan naiknya  Pena Nieto dan PRI.
Pada artikel ini, Magdelana meneliti Musicos con YoSoy132, aktivitas online-nya pada saat genting dalam perpolitikan nasional Meksiko. Karena kondisi tersebut terjadi sejalan dengan pemberontakan dan revolusi yang terjadi di Timur Tengah dan afrika Utara (MENA). Karena posting-posting mereka dapat diteliti bahwa konteks gerakan ini memiliki persamaan dengan posting-Spring Arab, kesamaannya yang paling menonjol adalah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan situs jejaring sosial (SNSs), meski tujuan dan sasaranya politiknya berbeda dan efeknya juga sangat bervariasi.
Magdelana meneliti dua proses yang saling melengkapi untuk mencari hubungan antara teorisasi TIK, media sosial dan gerakan sosial kontemporer. Dua proses tersebut adalah : 1). Peran TIK dalam kancah musik rock Meksiko dan bagaimana aktivitas yang mengambil dimensi politik yang seharusnya telah ditinggalkan 2). Bagaimana TIK dan SNSs digunakan kaum muda Meksiko sebagai alat dan ruang untuk kegiatan politik. Pada akhirnya, kasus Musicos con YoSoy 132 memberikan kesempatan untuk secara singkat meneliti peran musik populer dalam gerakan sosial kontemporer termasuk Pemilu.

Musik Populer, Media Sosial dan Kemenangan Jokowi-Ahok
            Fenomena penggunaan musik-musik yang populer di tengah masyarakat (Rock, Pop, Dangdut, dan sebagainya) melalui jejaring media sosial  untuk menggalang kekuatan publik dalam pergerakan sosial kontemporer telah menjadi trend kekinian. Kita bisa melihat ‘musim semi’ gerakan revolusi di Timur Tengah dan Afrika Utara, Pemilihan Presiden Amerika dan kemenangan Obama.
            Begitu juga dalam pergerakan politik kontemporer di Indonesia, fenomena tersebut menjadi trend baru, bagaimana video-video musik berbagai aliran hasil kreativitas anak muda, yang disebarluaskan melalui jejaring media sosial  memiliki peran besar pada kemenangan Jokowi-Basuki pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012. Kemenangan yang sangat luar biasa, karena Jokowi-Ahok mampu mengalahkan incumbent Foke-Nara.
 Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi kunci kemenangan Jokowi yaitu komposisi pemilih kelas menengah yang besar, strategi pendekatan yang tepat ke pemilih, dan media yang berpihak pada Jokowi.
Suka tidak suka, media juga berperan penting dalam memoles brand Jokowi. Berita - berita tentang Jokowi lebih banyak yang memiliki sentimen positif dibanding Foke baik di media konvensional maupun online.
Strategi pendekatan yang tepat kepada pemilih pemula (kaum muda) dengan kampanye melalui lagu-lagu parody dengan latar belakang musik populer (rock, pop, dangdut) dan disebarluaskan melalui media sosial, adalah salah satu faktor penentu kemenangan Jokowi-Ahok.
Seperti contoh video parodi What Makes You Beautiful by One Direction menjadi salah satu faktor kemenangan pasangan Jokowi - Ahok (Basuki). Video yang dipublis tanggal 25 Agustus 2012 hingga Kamis, 30 Agustus  pukul 6.00 WIB, video tersebut sudah ditonton oleh 520.129 orang. Bahkan sebelum pemilihan suara pada putaran kedua, video tersebut telah dikunjungi oleh lebih dari 1,5 juta penonton.
Video berdurasi 3 menit 22 detik ini diunggah oleh 'CameoProject', lirik  lagu One Direction diubah dalam bahasa Indonesia, lagu itu menceritakan sejumlah warga DKI Jakarta yang hendak membuat KTP. Karena terlambat bangun, maka mereka menjadi terburu-buru, namun ironis jalanan  Jakarta macet setiap harinya. Ditambah petugas kelurahan juga terlambat datangnya. Datang calo (entah kenapa harus berkumis tebal), berjanji akan membantu pembuatan KTP, tetapi mereka harus membayar uang pelicin.
Video parody tersebut, menggambarkan betapa sulitnya persoalan birokrasi dan kondisi Jakarta, warga yang hanya mau membuat KTP saja, kesulitannya sangat luar biasa. Maka warga tersebut digambarkan membutuhkan pemimpin baru dan mengalihkan pilihannya pada Jokowi-Ahok  (digambarkan sejumlah warga membuka baju lama dan berganti baju baru kotak-kotak, yang menjadi simbol kampanye pasangan tersebut). 
Munculnya video parodi sindiran yang memuat susahnya pembuatan KTP di Youtube, oleh tim relawan cagub DKI Jakarta Jokowi-Ahok, merupakan kreativitas yang sangat bagus, menggambarkan pemimpin lama yang tidak bagus, dan Jakarta membutuhkan pemimpin baru. Karya tersebut cukup menarik karena isinya berbentuk parody yang lucu namun mengena dan tepat sasaran.
Begitu juga dengan lagu Jokowi-Basuki (Gangnam Style n Big Bang- parody) yang di upload oleh Andre Winardi tanggal 13 September 2012, telah ditonton sebanyak 986,944 pengunjung. Tak Kotak Mis Kumis dari Cameo Project dikunjungi sebanyak 774,335 kali. Jakarta baru harapan Baru Wajah Baru, Cameo Project, 119.612 kali.  Jakowi Basuki parody Curahan Hati oleh Andre Winardi, sebanyak 269.995 kali.
Jelas sekali bahwa suara pemilih pemula dari kalangan kaum muda merupakan salah satu faktor penentu kemenangan Jokowi-Ahok pada Pemilukada DKI Jakarta tahun2012 kemarin. Penggalangan suara kaum muda dilakukan oleh tim sukses Jokowi-Ahok dengan memanfaatkan kreativitas mencipta, mendaur ulang lagu atau musik populer di Indonesia. Baik jenis musik rock, pop, dangdut dan lainnya.
Karya tersebut disebarluaskan melalui jejaring media sosial, maka terbukti efeknya sangat luar biasa, bagaimana video tersebut dikunjungi ratusan ribu, bahkan ada yang mencapai hampir dua juta pengunjung  menontonnya. Hal tersebut mebuktikan bahwa fenomena penggunaan musik populer melalui jejaring media sosial merupakan trend baru dalam gerakan sosial dan politik kontemporer.


Daftar Pustaka

International Journal of Comunication 7 (2013), 1205-121932-8036/2013005
Copyright © 2013 (Magdelana Red). Licensed under the Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives (by-nc-nd). Available at http://ijoc.org. Rocking the Vote in Mexico’s 2012 Presidential Election: Mexico’s Popular Music Scene’s Use of Social Media in a Post–Arab Spring Context MAGDELANA RED University of Colorado Boulder
Kaleidoskop 2012 Dahsyatnya Media Sosial dan Kemenangan Jokowi Amril Amarullah - Okezone Rabu, 26 Desember 2012 16:28 wib
Tuesday, 28 August 2012 5:24 am. Kabartop.com – Pemilukada DKI 2012 putaran kedua akan segera berlangsung, pertarungan sengit antara pasangan Cagub dan Cawagub Foke-Nara & Jokowi-Basuk/Ahok pun semakin terlihat.
BERITA NUSANTARA ASIA CALLING BOLA OPINI LIFESTYLETEEN VOICE OF FAIR INDEX. Jokowi, Ganjar Pranowo, dan 'Kemenangan' Musik MetalWritten by  Agus LuqmanSun,26 May 2013 | 16:02PrintEmail  Twitter  Facebook   google+Salam metal Ganjar Pranowo. (Foto: ANTARA)

[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik - Thawalib Jakarta, Mantan Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat - Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta







-


KEPEMIMPINAN SBY PADA BENCANA TSUNAMI, PERDAMAIAN ACEH, DAN KEMENANGAN PARTAI DEMOKRAT PADA PEMILU 2004 DAN 2009


KEPEMIMPINAN SBY PADA BENCANA TSUNAMI, PERDAMAIAN ACEH, DAN KEMENANGAN PARTAI DEMOKRAT PADA PEMILU 2004 DAN 2009
Oleh : Ali Sodikin [1]

A.    SBY dan  Partai Demokrat
Keberhasilan Partai Demokrat menjadi partai pemenang pada Pemilu Legislatif tahun 2004 dan 2009 tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan dan gaya kepemimpinan sosok SBY sebagai Ketua Dewan Pembinanya yang sekaligus sebagai salah seorang pendirinya. Sejarah partai ini tidak bisa dipisahkan dari sosok SBY  yang dari awal telah menggagas, mengusung dan mendirikan partai dengan ideologi Nasionalis-Religius. Sebagai partai jalan tengah yang berpihak pada nilai-nilai partai yang tidak berhaluan kiri maupun kanan. Ideologi nasionalis-religius, hal ini bermakna sebagai kerja keras untuk kepentingan rakyat dengan landasan moral dan agama serta mempertimbangkan humanism-pluralisme dalam mencapai tujuan perdamaian demokrasi dan kesejahteraan.
Tidak bisa dipungkiri, kemajuan partai yang baru berusia belasan tahun, pencapaian tersebut merupakan prestasi yang fenomenal. Faktor terbesarnya adalah Karena figur SBY yang menjadi simbol hidup dan tauladan partai. Tokoh yang muncul sebagai produk sejarah telah membawa Partai Demokrat menjadi partai besar dan sekaligus menjadikan SBY Presiden dua periode melalui pelpres langsung pertama dalam sejarah perpolitikan Indonesia.
Figur SBY yang santun, cerdas, bersih dan demokratis mampu membuat Partai Demokrat melesat hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun menjadi partai yang besar, bahkan mampu menandingi partai-partai besar yang telah ada sejak puluhan tahun silam, yakni Partai Golkar, PDI Perjuangan dan PPP.
Cikal bakal mengapa SBY mendirikan Partai Demokrat adalah pelajaran dari kekalahannya menjadi Wapres, bahwa untuk terjun ke politik harus menjunjung norma dan etika demokrasi. SBY tidak bisa mengandalkan anugerah atau privilege yang diberikan kekuasaan. Ia harus berjuang melalui partai. Yang kedua, untuk mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wapres, SBY harus memiliki basis partai politik. Untuk maju dengan mengunakan partai yang sudah besar dan mapam tidaklah mudah, karena mereka telah memiliki calon masing-masing. Artinya, siapapun yang mempunyai cita-cita di masa mendatang untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wapres, akan lebih nyaman, kalau memiliki basis partai politik sendiri. Pikiran inilah yang mendasari SBY untuk membidani kelahiran Partai Demokrat.
Dengan  mengusung jargon politik bersih, cerdas dan santun, serta gerakan anti korupsi yang dikampanyekan selama Pemilu 2009, perolehan suara Partai Demokrat terdongkrak lebih dari dua kali lipat dibanding perolehan suara pada pemilu 2004. Dan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina kembali terpilih menjadi Presiden untuk periode kedua. Hanya dengan satu putaran SBY-Budiono memperoleh suara sebanyak 73.874.562 atau 60,80 persen.
B.     Pasang Surut Popularitas SBY dan Partai Demokrat
Meski pada akhirnya, SBY mampu membawa suara Partai Demokrat naik hampir tiga kali lipat pada Pemilu Legislatif tahun2009, dari 7,45 persen menjadi 20,85 persen perolehan suara dan sekaligus menjadikan dirinya Presiden untuk kedua kalinya berpasangan dengan Budiono, bahkan yang terakhir merupakan kemenangan fenomenal hanya dengan satu putaran mampu meraih suara dukungan rakyat sebanyak 73.874.562 atau 60,80 persen.
Namun, perjalanan politik SBY dan Partai Demokrat tidak selalu mengalami jalan mulus dan mudah. Status dan kinerja SBY sebagai Presiden sangat mempengaruhi pasang surut partai. Menurut hasil survei dari Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada September 2007 yang dirilis Suara karya popularitas SBY merosot tajam hingga angka 35,3 persen. Padahal, di awal pemerintahannya popularitas SBY sempat mencapai amgka 80 persen. Banyak kalangan menilai selama kurun waktu 2004-2007, SBY telah gagal melakukan perbaikan dan peningkatan, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran serta penanganan keamanan. Hanya 13,4 persen pemilih yang menganggap gerakan antikorupsi SBY itu adil, semua kasus diperiksa dan diperlakukan sama. Bahkan hanya 39,3 persen pemilih yang yakin akan kemampuan SBY dalam menangani masalah bangsa.
Sementara hasil survei yang dirilis CSIS 24 Juli 2008 dari hasil survei 11-17 Mei 2008 tentang perilaku pemilih Indonesia,  Partai Demokrat hanya menempati urutan nomor lima. Untuk dukungan terhadap partai politik di berbagai kelompok masyarakat, 70 persen pemilih Indonesia sudah menentukan pilihannya. Dan PDI-P merupakan partai politik yang saat ini memperoleh dukungan terbanyak (20,3 persen). Diikuti Partai Golkar, PKS, PKB,  dan Partai Demokrat.
C.    Sosok SBY dan Pemikiran Kebangsaan
SBY lahir tanggal 9 September 1949 di Pacitan Jawa Timur dari keluarga tentara. Putra tunggal  R. Soekotjo dan Siti Habibah. Sebagai lulusan terbaik Akabri Darat 1973, SBY langsung bergabung dengan kesatuan elit Kostrad sebagai komandan peleton tiga di Kompi Senapan A Batalyon Lintas Udara 330/Tri Dharma Brigif Linud 17/Kujang I. 
Selanjutnya menjadi komandan peleton mortir 330, Pasi 2/Ops Mabigif Linud 17, Komandan Kompi Senapan C Yonif Linud 330/Tri Dhrama, Komandan Yonif 744 pemukul Kodam Udayana di Timor Timur. Komandan Brigif  17/Kujang I Kostrad. Komandan Korem 073 Kodam IV/Diponegoro di Yogyakarta. Setelah menjadi Perwira PBB di Bosnia, SBY menjadi Kepala Staf Kodam Jaya tahun 1996, 23 Agustus 1996 SBY menjadi Panglima Kodam II/Sriwijaya di Pelembang. 26 Agustus 1997, SBY menjadi Assospol-Kassospol ABRI. 12 Februari 1998 menjadi Kassospol ABRI. Jabatan militer terakhir SBY adalah Kepala Staf Teritorial ABRI.
Pemikiran SBY tentang politik kebangsaan dan kepemimpinan selain dipengaruhi dari latar belakang pendidikan dan penugasan di militer, namun juga dari para pemikir lainnya semisal Alvin Toffler. Interaksi SBY dengan Futurolog tersebut ketika menjadi Dosen Militer di Seskoad tahun 1990-an. Bersama Letkol Agus Wirahadikusumah mendirikan Center of Exelence. Bersama Kolonel Luhut Panjaitan, SBY mendatangkan Alvin Toffler ke Seskoad untuk menjadi pembicara dalam seminar Powership and the Military di Bandung.
D.    Gaya Komunikasi SBY
Menurut John Baldoni dalam pengantar buku Great Communication Secrets of Great Leaders (2003), “ So in every real sense, leadership effectiveness, both for presidents and for anyone in a position of authority, depends to a high degree upon good communications skills”. keberhasilan seorang pemimpin, termasuk presiden, seseungguhnya sangat ditentukan oleh kepiawaiannya berkomunikasi. Melalui komunikasi, pemimpin membangun trust (kepercayaan) pada rakyat atau pengikutnya. Trust, menurut Crossman, seorang ahli propaganda-merupakan modal utama pemimpin. Jika rakyat percaya pada pemimpinnya, mereka biasanya akan mendukung kebijakan-kebijakannya. Pemimpin yang mampu melahirkan kepercayaan, besar kemungkinan juga mampu menggalang kerja sama, bahkan dengan unsur-unsur masyarakat yang selama ini bersikap sinis terhadap kepemimpinannya sekalipun (Gardener, 1990:33).
            Tjipta Lesamana, memaparkan secara detail  bagaimana gaya dan pola komunikasi SBY. Tjipta menggambarkan SBY adalah sosok yang perfectionist, misalnya jika SBY tampil di publik, apalagi di tengah sorotan puluhan kamera wartawan, maka penampilannya sangat diperhatikan. Busana yang dandy, rambut yang disisir rapi, wajah ceria penuh senyum, tutur kata yang tertata rapi, seolah dikemas sangat prima sehingga nyaris “tidak ada cacat”.
            Secara garis besar Prof. Tjipta Lesmana menilai SBY  seorang demokratis, menghargai perbedaan pendapat tetapi selalu defensif  jika dikritik. SBY ultra hati-hati dalam segala hal sehingga terkesan bimbang dan ragu. Konteks bahasa : antara tinggi dan rendah, tetapi kecenderungannya tinggi. Sebagai seorang perfectionist, SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan verbal yang sempurna. Kata dan kalimat diucapkan jelas sekali, diperkuat oleh intonasi dan suara yang mantap.
E.     Gaya Kepemimpinan SBY
Gaya kepemimpinan SBY oleh para pengkritinya, dianggap lamban, peragu dan sebagainya. Namun menurut Juwono Sudarso, kepemimpinan SBY adalah model rekontruktif. SBY sebenarnya ingin berperan sebagai rekonsiliator di panggung Indonesia karena melihat luka-luka dan hiruk-pikuk reformasi sejak Mei 1998 itu (telah) menimbulkan kegaduhan sehingga perlu diturunkan suhunya. Self-image-nya sebagai rekonsiliator mengharuskan SBY merangkul semua pihak. Ia berupaya keras untuk tidak menciptakan musuh. Sebaliknya, SBY terkesan kuat ingin membahagiakan semua orang.
Lebih lengkap bagaimana gaya kepemimpinan SBY dapat ditelusuri dari catatan Dr. Dino Patti Jalal dalam catatan hariannya Seni Memimpin A la SBY. Setiap pemimpin mempunyai sisi penampilan luar dan sisi dalam. Di luar ia bisa tampak tenang, walaupun ia konflik batin. Di luar ia bicara kemenangan, dalam hati berfikir mengenai resiko. Sisi luar SBY sudah banyak disorot media. Yang belum banyak diketahui adalah apa yang terjadi di belakang layar, dan di dalam kantor Prsiden. Dino mendapat berkah ‘the best seat in the class of history’, dapat menyaksikan langsung Presiden SBY dari samping dan belakangnya, membaca raut muka, melihat tetesan keringat, mengikuti liku-liku proses pemikirannya, dan memahami resiko yang diambilnya.
F.     Memimpin Dalam Krisis; Menangani Bencana Tsunami Aceh
1.       Dalam Krisis Pemimpin Harus Selalu Di Depan.
Bencana tsunamai Aceh memakan ratusan ribu korban jiwa, kerugian ratusan miliar rupiah, serta kerusakan struktur dan infrastruktur pemerintah daerah  yang sangat parah. Saat kejadian, 26 Desember 2004, SBY sedang berada di Papua setelah habis memberi bantuan korban gempa di Nabire Papua.
Sementara informasi tentang kondisi Aceh sangat minim ;  setetes demi setetes namun kualitasnya tidak jelas dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya, karena lebih banyak bersifat perkiraan, dan  setiap informasi baru selalu lebih buruk dari informasi sebelumnya.
Menghadapi kegelapan informasi (information blackout) banyak pembatunya menyarankan untuk ke Jakarta lebih dahulu karena kondisi Aceh tidak menentu. Namun SBY sebagai seorang pemimpin menunjukkan keputusan yang berbeda. “Ini keadaan yang serius, dan bisa menjadi krisis nasional, oleh karena itu saya harus segara ke depan”.
Presiden SBY segera menugaskan Sekretaris Militer untuk mengatur penerbangan dari Jayapura ke Aceh.  Rapat Kabinet darurat segera digelar malam itu juga di kediaman Gubernur Papua. Esok paginya SBY segera terbang dari Jayapura langsung ke Aceh. Memberi perhatian mendasar pada pemimpin daerah, Gubernur, Pangdam, Kapolda Aceh  beserta seluruh komponen organisasinyan tentang tugas-tugas dan penanganan tanggap darurat bencana.
Karena pesawatnya kecil, harus transit di Makasar dan Batam untuk mengisi bahan bakar. Sore hari SBY sampai di Lhokseumawe. Dibandara segera meminta laporan dari Gubernur, Pangdam dan Kapolda. SBY segera mengeluarkan instruksi yang bersifat operasional untuk melakukan langkah-langkah tanggap darurat. Intinya penyelamatan jiwa penduduk, perawatan korban, SAR, dan bantuan pangan. SBY tidak tidur malam itu. Nalurinya sebagai Jenderal mendorong perintah cepat dan merencanakan strategi dan aksi penanganan bencana yang luar biasa ini.
Pertama, SBY dapat melihat sendiri skala kematian dan kerusakan akibat gempa dan tsunami. SBY melihat sendiri mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan, penderitaan luar biasa ribuan rakyat Aceh yang masih hidup namun kehilangan keluarga dan rumahnya. SBY melihat sendiri Aceh lumpuh total, dari segi komunikasi, transportasi, listrik, bensin, pelayanan masyarakat, infrastruktur, dan lain sebagainya. Dengan berada ‘didepan’ kondisi penderitaan yang luar biasa ini benar-benar masuk ke sukma SBY. Pemahaman seperti itu tidak mungkin didapat SBY kalau hanya membaca laporan tertulis atau mendengar paparan lisan di Istana.
Kedua, kehadiran SBY sebagai Presiden berdampak mengangkat semangat petugas di lapangan yang waktu itu sangat terpukul, baik karena kehilangan keluarganya, rekan-rekan mereka, maupun karena mata rantai komando yang tercerai berai. Ketiga, walaupun siaran radio, televisi, dan telepon lumpuh, kehadiran SBY penting untuk menunjukkan kepada rakyat Aceh bahwa pemerintah pusat memberiikan perhatian penuh dan dukungan total untuk membantu mereka keluar dari bencana ini.
Keempat, keberadaan SBY di garis ‘depan’ menurut Dino Patti Jalal menungkinkan SBY membuat penilaian yang diperlukan untuk menentukan rencana aksi Pemerintah Pusat, terutama operasi tanggap darurat. Sampai di Jakarta SBY langsung menggelar rapat kabinet darurat dimana SBY memberi instruksi yang tepat, jelas, praktis, dan responsif terhadap kondisi aktual di lapangan: mengirim bantuan TNI dan Polri untuk operasi penyelamatan dan tanggap darurat, mengirim KRI ke Meulaboh, dan Hercules ke Banda Aceh, mencari ribuan kantong jenazah; mencari kuburan missal untuk jenazah yang ditemukan, mengirim BBM, makanan dan air bersih; menghidupkan kembali listrik dan jalur telepon; menentukkan jumlah tenda yang dibutuhkan untuk pengungsi; mengirim dokter tambahan; mengirim truk ke Medan; dan lain sebagainya.
 SBY tahu misi yang paling penting dan mendesak adalah penyelamatan nyawa orang. Yang selamat harus ditolong, yang sakit harus segera dirawat, yang kehilangan rumah harus segera ditampung, yang meninggal harus seger dikubur. Semua yang beruntung hidup harus diberikan makanan, air bersih dan obat-obatan. SBY Segera mengerahkan TNI dan Polri untuk secara maksimal menjadi juru operasi tanggap darurat. Kapal serta pesawat Hercules yang membawa personil, peralatan dan barang segera berangkat ke Banda Aceh., Meulaboh dan Medan. Menko Kesra Alwi Shihab yang ditugaskan SBY untuk terus tinggal di Aceh, memimpin langsung satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) yang baru dibentuk.
Ketika semua perangkat sudah berangkat ke Aceh, ternyata kondisi lapangan sangat parah, bantuan, petugas dan dokter-dokter sulit bergerak karena jalan-jalan dan jembatan hancur. Sementara untuk mencari satu truk saja sulitnya luar biasa. Semua kendaraan di Aceh hancur terkena musibah tsunami.
SBY segera mengambil keputusan yang sangat strategis untuk menangani krisis tsunami; membuka Aceh secara total pada dunia luar, baik militer maupun LSM. Tanggal 29 Desember 2004, Pemerintah Indonesia mengumumkan ‘open sky policy’ untuk Aceh dan Nias. Setelah itu, di Meulaboh tanggal 31 Desember 2004, SBY melalui media nasional dan internasional menghimbau dunia agar menunjukkan ‘solidaritas global’terhadap para korban tsunami, bukan hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara lain di sekitar Samudera India. Kebijakan baru ini, karena tidak ada istilah baku, dapat disebut sebagai ‘open door policy’.
Dengan kebijakan itu, Aceh menjadi terbuka untuk segala pesawat dan kapal negara sahabat yang bertujuan membantu tsunami. Hal ini berlaku bagi militer maupun LSM internasional. Pekerja kemanusiaan dari manapun kini bisa masuk ke Aceh tanpa visa. Wartawan juga bebas keluar masuk, karena SBY ingin dunia melihat dan merasakan penderitaan rakyat di Aceh dan Nias. 
Keputusan open door policy ini bukan keputusan yang mudah. Pertama, kebijakan ini diterapkan di Provinsi yang-setelah 30 tahun dirundung konflik-dikenal ‘tertutup’ dibanding provinsi Indonesia lainnya. Kedua, sepanjang sejarah Republik Indonesia, belum pernah ada pasukan internasional yang masuk dan beroperasi di wilayah Indonesia.
Ketiga, TNI belum berpengalaman mengatur operasi militer kemanusiaan seperti ini. TNI sudah sering melakukan latihan gabungan dengan militer negara sahabat, namun tidak pernah melakukan operasi kemanusiaan besr-besaran dalam skala internasional seperti ini. Keempat, kehadiran pasukan asing dapat menimbulkan resiko politik di dalam negeri, karena rakyat dan elit politik tidak biasa melihat pasukan asing di bumi Indonesia.
SBY memahami sekali semua hal ini, namun ia berfikir sangat jernih dan sangat fokus pada misi, yakni untuk meyelamatkan rakyat, bukan berpolitik. Semua dilakukan dibawah koordinasi mantan Menko Kesra Alwi Shihab, dibantu Letjen Bambang Darmono (Mayjen pada saat itu), sama seperti SBY, dilapangan kedua tokoh ini juga dipaksa keadaan untuk selalu improved style untuk think outside the box, karena sepanjang karirnya, mereka tidak pernah menghadapi krisis seperti itu.
2.      Mengubah Krisis Menjadi Peluang; Perdamaian Baru Dengan GAM
Jenderal Charles De Gaulle, pemimpin legendaris Perancis dalam buku “Sword of Power”, menyatakan pemimpin harus mempunyai intelek, namun lebih penting lagi,  ia harus mempunyai naluri, semacam indera keenam untuk membaca situasi yang tidak terbaca orang awam.
Menurut Dino, SBY sering bertindak mengikuti naluri politiknya, yang anehnya hampir selalu benar. Begitu juga tentang bencana tsunami Aceh, SBY diam-diam melihat satu peluang. Mungkinkah tsunami mengakibatkan perdamaian, mungkinkah penderitaan rakyat yang begitu luar biasa menciptakan dorongan moral dan politik untuk mengakhiri konflik yang sudah 30 tahun membara di Aceh, mungkinkah dimulai perundingan baru dengan GAM. Pertanyaan teoritis yang menarik, namun dari segi politik praktis sangat berat.
SBY memahami sekali bahwa masalah utama untuk memulai kembali perundingan adalah lemahnya kepercayaan antara kedua belah pihak, terutama karena sejarah perundingan dan kesepakatan antara pemerintah dan GAM yang beberapa kali kandas. Disinilah SBY terlihat ciri kepemimpinan yang penting; selalu berfikir ke depan, selalu mencari peluang dan solusi, selalu memetik pelajaran dari masa lalu.
Awal januari SBY berhasil melakukan kontak per telepon dengan komandan GAM di Aceh, Muzakkir Manaf. Dari pembicaraan itu, SBY mendapat kesimpulan penting; akibat bencana tsunami, AGAM sebenarnya bersedia mengakhiri konflik, namun harus ada instruksi dari pimpinan politik mereka di luar negeri. Jelas sudah, untuk ke depan, kuncinya adalah pemimpin poltik GAM di luar negeri; Hasan Di Tiro, Malik Mahmud, Zaini Abdullah.
Setelah melakukan perundingan berkali-kali, maka tanggal 5 Agustus 2005, pada perundingan ronde ke-5 ditandatanganilah MoU Helsinki oleh wakil Pemerintah RI Hamid Awaluddin dan wakil  GAM, Malik Mahmud. Sejak itu Aceh membuka lembaran sejarah baru; lembaran damai dan rekonsiliasi. 
G.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1.      Kemampuan SBY, Krisis Aceh dan Perdamaian Dengan GAM
Sebagai pemimpin SBY mampu menjadikan dan mengubah krisis menjadin peluang dengan tercapainya perdamaian di Aceh, yang telah berkonflik dengan Pemerintah Indonesia selama kurun waktu 30 tahun terakhir, dan belum ada satu Presiden-pun yang mampu menanganinya.
SBY mampu mengambil kebijakan yang tidak populer, justru pada saat dimana semuanya masih terpaku dengan bencana tsunami, SBY mulai berfikir mengenai peluang perdamaian. Pada saat dimana elit politik sangat alergi terhadap GAM, SBY justru mengambil resiko, mempertaruhkan kredibiltasnya, menempuh proses perdamaian baru dengan GAM.
Perlu diketahui, bahwa pada waktu itu, Cessation of Hostilities agreement (COHA) yang difasilitasi oleh Henry Dunant Center untuk perundingan Pemeritah RI-GAM sudah 20 bulan ambruk, dan semenjak itu di Aceh diberlakukan Darurat Sipil. Secara politis prospek berunding lagi dengan GAM tidak lagi populer di mata elit politik dan sebagian masyarakat.
Pada saat elit politik masih penuh keraguan, SBY justru melangkah maju dengan keyakinan mendobrak dinding konflik. Pendeknya, SBY dengan mendengarkan nalurin politikny, memanfaatkan peluang, mengambil resiko dan mengukir sejarah. Sejarah pasti mencatat ada anak bangsa yang ikut membuat sejarah, SBY, JK, Endriartono Sutarto, Hamid Awalluddin, dan sejumlah pelaku lainnya.
Akibat dari perdamaian Aceh, pamor Indonesia melambung dan kredibilitas Indonesia sebagai negara demokrasi mapan yang mampu menyembuhkan konflik internal meningkat pesat. Tahun itu juga, Presiden SBY dicalonkan sebagai salah satu kandidat Nobel Perdamaian. 
2.      Kemenangan Demokrat Pada Pemilu 2009
Meski pada tahun 2008, banyak kalangan menyatakan berdasar hasil survei popularitas SBY merosot, begitu juga dengan perolehan suara Partai Demokrat diperkirakan bakal turun hanya mencapai sekitar 9,6 persen menurut survei Indo Barometer, begitu juga dengan survei LSI Denny JA serta survei CSIS. Posisi Partai Demokrat hanya menempati urutan ketiga setelah PDI-P dan Pertai Golkar, namun pada kenyataannya, hasil Pemilu Legislatif tahun 2009, Partai Demokrat mampu mencapai kemenangan yang fenomenal. Dengan perolehan suara sebesar 150 kursi Di DPR RI dan mendapat suara sebesar 20,85 persen naik hampir tiga kali lipat perolehan suara pada Pemilu 2004 sebesar 7,45 persen. Bahkan SBY-Budiono mampu menang satu putaran dan memperoleh suara sebesar 60,80 persen pada Pilpres 2009.
            Menurut pengamat politik Doddy Ambardi, ada tiga faktor yang menyebabkan perolehan suara Partai Demokrat di Pemilu Legislatif jauh meninggalkan Partai Golkar dan PDI-P. pertama, citra tokoh sentral yaitu SBY sangat bagus, SBY adalah Ketua Dewan Pembina Demokrat dan sekaligus Roh partai itu. Citra yang baik itu diikuti popularitas yang melebihi tokoh lain. Itulah kekuatan mereka dalam memobilisasi massa pemilih. Hasilnya sangat bagus, bahkan, melampaui dukungan terhadap Partai Demokrat sendiri. Dukungan kepada SBY dua kali lipat daripada dukungan kepada partainya sendiri.
            Kedua, Partai Demokrat diuntungkan oleh posisi SBY yang menjadi incumbent. Posisi ini, mempunyai pengaruh besar untuk memikat pemilih. Karena bisa mengklaim program pemerintah jadi program mereka. Jadi semacam penyederhanaan program. Yang ketiga, kampanye yang terus menerus dilakukan Partai Demokrat memperluas jangkauan pemilih partai itu.  


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nur Kholisoh, S.Sos, M.Si : Bahan Kuliah Komunikasi Organisasi dan Kepemimpinan Program Megister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Usamah Hisyam. 2004. SBY Sang Demokrat. Dharmapena Publishing, Jakarta
Prof. Tjipta Lesmana. 2009. Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa. PT Gramdia Pustaka Utama, Jakarta
Dr. Dino Patti Jalal. 2009. Harus Bisa: Seni memimpin A la SBY. Red&White Publishing. Jakarta
Suara Karya Onlie, Horizon Hasil Survei : Gagal Perbaiki Kinerja, SBY Sulit Terpilih lagi. Minggu 14 Juli 2013
Pemilu 2009 : Hasil Survey Terkini Indo Barometer
Laporan Analisa Awal Hasil Survei: Perilaku Pemilih Indonesia 2008, 24 Juli 2008.
VIVAnews. Tiga Sebab Kemenangan Partai Demokrat. Kamis, 9 April 2009

[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik - Thawalib Jakarta, Mantan Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat - Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta





Rabu, 21 Agustus 2013

Desa Pacul dan Peran Kyai Guru Bajuri


Desa Pacul dan Peran Kyai Guru Bajuri
Oleh : Ali Sodikin [1]



Balai Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal

Desa Pacul adalah salah satu desa di Kabupaten Tegal Jawa Tengah, tepatnya berada di wilayah administrasi Kecamatan Talang. Nama Desa Pacul serupa dengan alat pertanian Pacul atau Cangkul yang digunakan untuk mengolah/membolak-balik  tanah agar dapat ditanami. Meski pada awalnya di masa lalu  penduduk Desa Pacul hidup sebagaian besar dari pertanian.  Namun menurut para tetua desa yang diceritakan secara turun temurun, nama Pacul tidak hanya identik dengan alat pertanian, akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam.
Mesjid Baitul Mukminin, Desa Pacul Kulon

Nama Pacul mengandung arti “Sing Papat Aja Ucul”, ada empat hal yang tidak boleh lepas atau terlepaskan dan harus dipegang teguh jika kita sebagai manusia ingin hidup  bahagia, selamat dunia dan akherat.  Pemaknaan yang empat tidak boleh lepas adalah ajaran dari para sesepuh desa pada awal pendirian Desa Pacul. Meski sudah ratusan tahun, namun ajaran tersebut masih relevan hingga sekarang, bahkan di masa-masa mendatang.
Empat hal tersebut adalah, bahwa manusia hidup harus berpegang teguh pada ajaran Tuhan yang termaktub dalam Kitab Suci Al Qu’an, Al Hadits, dan juga Ijma Ulama, serta Qias atau petuah dan petunjuk kebijaksanaan dari para sesepuh desa , yakni para ulama dan orang bijak. Hal tersebut tidak mengherankan, karena sejarah berdirinya Desa Pacul erat kaitannya dengan peran Para Ulama dan Kaum Santri.
Salah satu Tokoh Ulama yang sangat besar peranannya  dalam membangun  dan  menyebarkan  agama Islam di Desa Pacul, khususnya tlatah Pacul Kulon serta desa-desa sekitarnya, seperti Desa Getaskerep, Cangkring, Dawuhan  dan sebagainya adalah Kyai Guru Bajuri.




Madrasah Dinul Islam, Desa Pacul Kulon
Jejak sejarah Kyai Guru Bajuri  dan anak cucunya  dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut masih bisa ditelusuri dari berbagai  bangunan peninggalannya, baik berupa Masjid, Mushola, Madrasah dan Makam Kyai Guru Bajuri. Meski menurut cerita Nyai Salimah (salah satu cucu Kyai Guru Bajuri yang masih hidup), banyak  Masjid, Mushola, dan Madrasah baik yang terletak di Desa Pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan sekitarnya didirikan berkat peran Kyai Guru Bajuri dan anak cucunya. Namun fakta sejarah yang jelas sebagai peninggalan Kyai Guru Bajuri adalah bangunan-bangunan sejarah yang ada di Desa pacul Kulon. Bangunan-bangunan tersebut adalah Masjid Baitul Mukminin, Madrasah Dinul Islam, Makam Kyai Guru Bajuri dan  Mushola Nurul Huda, semua terletak di Desa Pacul Kulon.
Madrasah Dinul Yatim, Desa Pacul Kulon
Selain membangun desa dan menyebarkan agama Islam di Desa Pacul dan sekitarnya. Pada jaman perang merebut  dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, peran Kyai Guru Bajuri juga sangat besar. Bersama para pemuda patriotik, Kyai Guru Bajuri ikut berjuang melawan Belanda meski dengan senjata sederhana bambu runcing. Bahkan masih menurut Nyai Salimah, Masjid Baitul Mukminin Pacul Kulon pernah dibakar oleh tentara Belanda. Namun entah kenapa, meskipun seluruh bangunan Masjid tersebut yang pada awal pendiriannya lebih banyak bahan dari kayu, telah disiram dengan minyak oleh tentara Belanda, namun tidak sedikitpun Masjid itu terbakar dan masih berdiri kokoh hingga kini. Masjid tersebut kini telah banyak mengalami perubahan karena sudah direnovasi beberapa kali.
Bahkan Nyai Salimah mengatakan kalo Kyai Guru Bajuri “setengah wali”. Karena keilmuannya, baik ilmu agama dan kesaktiannya.  Konon ceritanya, dokter Jepang yang akan menyutik mati Kyai Guru Bajuri, berkali-kali jarum suntiknya jatuh ke lantai hingga dokter tersebut tidak berani melanjutkan niatnya. Bahkan pada masa Kyai Guru Bajuri masih hidup, seluruh tanaman, baik kebun maupun sawah, tidak ada orang yang berani mencurinya, karena pernah ada kejadian, seorang pencuri yang masuk ke tanahnya tidak bisa pergi, mutar-mutar sampai pagi di tanah Kyai Guru Bajuri.
Gerbang Makam Kyai Guru Bajuri, Desa Pacul Kulon
Sebutan Kyai Guru juga diberikan oleh masyarakat Pacul Kulon dan sekitarnya karena peranannya dalam mengajar dan mendidik masyarakat, terutama ilmu-ilmu keagamaan di madrasahnya. Nama aslinya adalah KH Bajuri. Haul untuk mengenang dan menghormati Kyai Guru Bajuri diadakan pada setiap tanggal 15 Ramadhan, bertempat di Makam Kyai Guru Bajuri dan keluarga besarnya yang terletak di Desa Pacul Kulon  Kidul.
Makam Kyai Guru Bajuri
Kyai Guru Bajuri adalah putra tunggal dari KH Asnawi dan Nyai Hajjah Fatimah (makamnya ada di Desa Getaskerep). Masih menurut Nyai Salimah, Kyai Asnawi konon berasal dari daerah Slawi dan Nyai Fatimah berasal dari Desa dawuhan.  Sebagai seorang santri, kyai Asnawi mengembara menyebarkan agama Islam dan sampai di daerah Dawuhan,  Kemudian bertemu dengan Nyai Fatimah,  mereka menikah dan  bermukim di Desa Pacul, rumahnya dahulu terletak di samping Mushola Nurul Huda (sekarang berdiri TK Masyitoh Pacul Barat ).
Makam Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah, Desa Getaskerep
Nyai Salimah lebih lanjut mengatakan bahwa Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah-lah yang pertama-tama “mbabat alas” mendirikan perkampungan yang sekarang di kenal sebagai Desa Pacul Kulon atau Barat. Haul Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah diadakan setiap bulan Maulud, bertempat di makam mereka di Desa Getaskerep, tepatnya di Kuburan Gayaman (dahulu banyak pohon Gayam).
Nyai Salimah, Salah Seorang Cucu Kyai Guru Bajuri
Anak keturunan Kyai Guru Bajuri  selain mendiami Desa pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan Mindaka ( Tegal),  juga banyak tersebar  hingga ke  Pemalang, Cilacap, bandung, Bogor, dan Jakarta. Bahkan salah satu cucu Kyai Guru Bajuri, yakni Kyai Latif putra dari Kyai Yassin, menjadi Imam Masjid Agung Bandung Jawa Barat. 
Setiap tahun keluarga besar Kyai Asnawi –Kyai Guru Bajuri selalu rutin mengadakan silaturahmi dan halal bi halal yang tempatnya bergiliran. Kegiatan tersebut sangat bagus untuk tetap tarus menjalin persaudaraan antar keluarga besar.  Namun demikian, penulis mengamati banyak keturunan, anak cucu Kyai Asnawi-Kyai Guru Bajuri yang melupakan  spirit, semangat keilmuan dan perjuangan kakek buyutnya. Warisan yang berupa semangat mencari ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu agama semakin hari semakin redup. Mereka terlena dengan peninggalan warisan yang berupa harta benda, tanah luas dan sebagainya. Padahal kita semua tahu warisan harta benda akan habis jika tidak dikelola dengan baik. Semakin banyak anak cucu Kyai Bajuri, semakin sedikit harta dan tanah yang bisa di bagi-bagikan.
Mushollah Nurul Huda, Desa Pacul Kulon
Apalagi kondisi Desa Pacul yang terletak di perbatasan Kota Tegal, bukan wilayah yang  tak tersentuh perkembangan jaman dan modernitas . Semakin hari terpaan pengaruh dari luar semakin massif masuk ke Desa Pacul. Bahkan dengan berkembangnya Kota Tegal, sebagian besar sawah-sawah di Desa Pacul Kulon telah menjelma menjadi pemukimam baru dengan banyaknya pengembang membangun perumahan di wilayah tersebut.  Otomatis pendatang dari berbagai kota semakin ramai tinggal dan bermukim di Desa Pacul. Dan para pendatang tersebut hampir seluruhnya adalah orang-orang dari strata sosial menengah baru. Rata-rata memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaan mapan dari berbagai profesi.
TK Masyitoh, Desa Pacul Kulon
Realitas sosial tersebut akan menyebabkan kehidupan masyarakat Desa pacul akan mengalami banyak perubahan. Asimilasi budaya akan terjadi, pengaruh positif dan negatif dengan banyaknya pendatang akan menerpa warga Desa Pacul. Suka tidak suka perubahan sosial akan menggeliat dan memunculkan situasi dan budaya yang baru. Itulah resiko pembangunan dan modernitas. 
Modernitas , menurut teori Anthony Giddens ibarat Jaggemaut (panser raksasa) yang lepas kontrol, menabrak siapa dan apa saja menjadikan Runway world (dunia yang tak terkendali). “Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga dirinya hancur lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang menentangnya dan meski kadang-kadang menempu jalur yang teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya. Perjalanannya bukannya sama sekali tak menyenangkan atau tidak bermanfaat; adakalanya memang menyenangkan dan berubah sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi sepanjang institusi modernitas ini terus berfungsi, kita takkan pernah mampu mengendalikan sepenuhnya baik arah maupun kecepatan perjalananya. Kita pun takkan pernah merasa aman sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya penuh dengan bahaya (Giddens, 1990:139)”.   
Maka tidak ada pilihan bagi warga  “asli” Desa Pacul, baik yang masih keturunan Kyai Guru Bajuri-Kyai  Asnawi  maupun yang bukan, tantangan kehidupan masa kini dan masa depan akan semakin berat dan rumit.  Kita perlu menggali lagi spirit keilmuan Kyai Guru Bajuri. Generasi muda Desa Pacul harus giat belajar dan mencari ilmu setinggi-tingginya agar dapat hidup layak dan mandiri, mampu berkompetisi dan bermanfaat bagi masyarakat luas.  Bahkan salah satu teori pembangunan  mengatakan  untuk memotong mata rantai kemiskinan adalah dengan pendidikan.
Begitu pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu bagi kita semua, sampai Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “ Menuntut Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah SWT  memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang berilmu, Al Qur’an surat Al Mujaadillah ayat 11 : “ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “. 

[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik-Thawalib Jakarta, Mantan Ketua HMI Jakarta, Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat-Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta