Minggu, 28 Oktober 2012

Konvergensi Media : Tantangan Baru Media Massa


KONVERGENSI MEDIA : TANTANGAN BARU MEDIA MASSA
Oleh : Ali Sadikin[1]

A. PENDAHULUAN
Saya tahu bahwa setiap surat kabar dan saluran media sedang dalam pergumulan bagaimana merespon perubahan ini. Ada pula yang berjuang untuk tetap terbit…….Sukses anda sebagai sebuah industri merupakan hal penting bagi sukses demokrasi kita.( Presiden Obama, 2009 ).
Perkembangan teknologi komunikasi saat ini tumbuh dengan sangat pesat. Bahkan sifat temuannya sangat cepat, sehingga dapat menembus beberapa generasi sekaligus. Dahulu, sebelum teknologi komunikasi ditemukan, perlu beberapa generasi manusia untuk menemukan sebuah teknologi baru. Tetapi saat ini, satu, dua, tiga, bahkan empat generasi manusia dapat menikmati fasilitas teknologi yang sama. Di negara-negara barat bahkan peran sains lebih dominan ketimbang agama. Eksistensi agama telah terancam, keberadaannya terisolasi seiring dengan perambahan peran hegemonik sains yang dibarengi sekulerisasi. Masa-masa ini dapat disebut sebagai masa anomi ( kekacauan ) dalam sebuah proses penemuan teknologi komunikasi.
Kondisi tersebut tidak lepas dari kemajuan pemikiran manusia yang dimulai pada awal abad ke-20. Ditandai dengan munculnya aliran pemikiran positivisme yang dipelopori oleh August Comte ( 1798-1857 ). Aliran pemikiran ini mendominasi wacana ilmu pengetahuan dengan menetapkan kreteria-kreteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut ilmu pengetahuan yang benar.
Maka ilmu-ilmu tersebut harus memiliki pandangan positivisme dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, Objektif.  Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai. Kedua, Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang dapat diamati. Subtansi metafisis disingkirkan. Ketiga, Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati. Keempat, Naturalisme. Alam adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis.
Metode positivistik mengasumsikan bahwa objek-objek alam maupun manusia bergerak secara deterministik-mekanis. Prinsip bebas nilai membuat ilmuwan seperti robot-robot tak berperasaan.  Kekayaan pengalaman manusia menjadi fakta-fakta empiris. Semesta didesakralisasi.
Metode ini banyak mendapat kritik dan reaksi keras dari pemikiran filsafat alam simbol. Salah satunya adalah Ernest Cassier. Ia menyatakan manusia lebih dari sekedar benda mati yang bergerak semata-mata berdasarkan stimulan dan respon, rangsangan dan reaksi, sebab dan akibat ( behaviorisme ). Tapi manusia adalah mahluk yang memiliki sulstratum simbolis dalam benaknya. Sehingga mampu memberikan jarak antara rangsangan dan tanggapan. Distansiasi ( refleksi ) tersebut melahirkan apa yang disebut sistem-sistem simbolis. Seperti, ilmu pemgetahuan, seni, religi dan bahasa.
Kondisi ini membuat ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, termasuk teknologi telematika ( telekomunikasi, media dan informasi ). Istilah telematika bermula dari teknologi informasi ( information teknology ) atau IT. Telematika adalah penyebutan kelompok teknologi secara bersama-sama. Yaitu teknologi informasi yang digunakan dimedia massa sekaligus penggunaan teknologi komunikasi untuk mengirim informasi. Perkembangan terkini disebut teknologi multi media. Teknologi ini yang memungkinkan terjadinya konvergensi teknologi media, telekomunikasi dan komputer. ( Media Now, Straubhaar, 2009 ).

B. POSTMODERN
Postmodern adalah fase perkembangan masyarakat yang secara finansial, pengetahuan, relasi, dan semua prasyarat sebagai manusia modern telah terlampaui. Walaupun  terkadang ada sebagian masyarakat yang belum memiliki kemampuan tersebut tetapi telah memiliki ciri-ciri postmodern. Masyarakat postmodern ini memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang kelebihannya itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan mereka terhadap diri dan lingkungan sosial yang berbeda dengan masyarakat modern.
Jean francois Lyotard, seorang intelektual Perancis dalam bukunya The Postmodern Condition ( 1984 ) menyatakan, posmodernisme adalah periode dimana ketidakpercayaan pada narasi-narasi raksasa yang universal dan ensesialis semakin gencar. Kesatuan sejarah digeser dengan kemajemukan sejarah lokal yang tidak bisa diletakkan dibawah satu payung narasi rakasasa. Sifat menonjol dari masyarakat postmodern adalah :
  1. Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan mereka terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain dikerenakan kesibukan mereka dalam dunia usaha maupun bisnis diberbagai bidang. Orang sulit menemukan mereka pada satu tempat yang statis.
  2. Secara sosiologis mereka berada di titik nadir, antara struktur dan agen. Pada kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia mengekspresikan dirinya sebagai agen yang memproduksi struktur atau paling tidak agen yang terlepas dari strukturnya. Pribadi postmodern adalah pribadi yang secara permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka. Namun ini sesungguhnya adalah pilihan-pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi kebebasan pribadi orang-orang kosmopolitan.
  3. Manusia postmodern sangat menyukai dan menghargai privasi, dan mempunyai kegemaran yang mereka anggap melebihi dari apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka. Dengan demikian mereka mempunyai kegemaran spesifik yang aneh-aneh dan unik.
  4. Kehidupan masyarakat postmodern sangat menjujung kebebasan. Menjadikan mereka sangat sekuler, memiliki pemahaman tentang nilai-nilai sosial yang subjektif dan liberal. Sehingga cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama serta berbagai pandangan politik sekalipun. Termasuk kebutuhan mereka terhadap media massa sebagai sumber informasi.
Masyarakat postmodern terdeteksi dan dikenal pertama di Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an. Di Indonesia masyarakat postmodern dideteksi ada sejak tahun 1990-an. Sebenarnya posmodernisme tidak bisa dikonsepkan dalam satu definisi yang jelas. Mereka sangat anti dengan klaim kebenaran yang tunggal, tapi menghargai kebenaran-kebenaran partikular yang plural dan memandang pluralisme kuasa secara positif. Fokus gagasan dan gerekannya lebih spesifik pada perjuangan isu-isu kongkret, seperti kesetaraan gender, hak konsumen, hak suku terasing, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Masyarakat postmo inilah yang diidentifikasi dalam perkembangan media massa online secara alami  penyumbang terbesar terbentuknya apa yang disebut jurnalisme warga (citizen jurnalism ).

C. Dosa-dosa Media Massa
Menurut Danny Schechter, wartawan investigasi British Journalism Review ( Juni, 2009 ). Media massa atau pers Amerika Serikat punya andil besar atas terjadinya krisis finansial di AS.  Ada hubungan dialektika antara krisis finansial dan kegagalan pers. Media Amerika dianggap tidak mampu memberikan peringatan dini kepada publik, pers AS juga jarang melakukan investigasi terhadap penyimpangan dalam bisnis finansial yang sudah berlangsung dari tahun 2002 sampai 2007. Padahal pers AS menikmati keuntungan miliaran dollar AS dari belanja iklan yang digelontorkan industri finansial dan real estate. Tapi tidak ada sikap skeptis sedikitpun bagaimana uang itu diperoleh.
Walter Pincus, wartawan The Washington Post, menulis otokritik di Columbia Journalism Review ( Juni, 2009 ). Mengemukakan, manipulasi media massa mencapai tingkat tertinggi pada masa pemerintahan Presiden Bush. Banyak berita dari kegiatan public relations. Pers AS tidak kritis terhadap pemerintahan Bush saat membangun dukungan publik untuk menggulingkan Saddam Hussien. Padahal selain menelan korban ribuan jiwa, perang Irak juga menguras keuangan negara ratusan milliar dollar AS.
Industri surat kabar AS juga mempunyai ketergantungan yang akut pada iklan. Awalnya, pendapatan media AS ditopang dari pelanggan dan iklan. Tetapi komposisinya dari masa ke masa terus berubah. Hasil penelitian Robert G Picard ( Newspaper Research Journal, 2004 ) dengan gamblang mengungkapkan perubahan dramatis dalam bisnis surat kabar AS. Pada tahun 1880 pendapatan bisnis surat kabar berasal dari pelanggan dan iklan dengan proporsi yang sama. Pada abad ke-20 industri surat kabar berupaya meraih jumlah pelanggan lebih besar dengan harga produk rendah, maka pemdapatan iklan diupayakan meningkat. Lambat laun proporsi pendapatan dari iklan menggeser pendapatan surat kabar dari pelanggan. Penambahan modal industri surat kabar juga datang dari dana publik.
Memasuki abad ke-21, ketergantungan industri surat kabar menjadi kian besar pada industri periklanan. Proporsi ketergantungan terhadap pendapatan dari iklan mencapai lebih dari 80 persen. Absolutly power absolutly corrupt berlaku. Media tidak lagi bebas nilai dan merdeka dari para pemilik modal. Celakanya kita semua mengetahui oligarki para pemilik modal besar dan kekuasaan negara sangat sulit dipisahkan. Bahkan pemerintah dibanyak negara seperti tidak berdaya dan dikendalikan oleh corporate multi nasional. Perusahaan surat kabar berubah menjadi sangat berorientasi mengejar keuntungan dan berkompetisi menguasai pasar.
Ketergantungan media terhadap iklan telah lama menjadi perhatian pakar media, Robert Mc Chesney. Dalam bukunya The Problem of The Media : US Communication Politics In The 21 Century ( 2004 ), ia mengungkapkan bahaya komersialisasi berlebihan terhadap jurnalisme profesional. Dalam pusaran sistem ekonomi pasar bebas yang dianut AS, industri media menjadi salah satu industri yang penting. Namun tekanan ekonomi dan politik neoliberal yang cenderung dominan kerap mengalahkan pertimbangan etis yang melandasi praktik jurnalisme profesional.
Di Indonesia sendiri, bila kita amati banyak peristiwa, media kita cenderung pasif. Berita hanya bersifat informatif tanpa adanya investigasi mendalam. Tempo edisi terakhir menulis profil capres dan cawapres, tapi ulasannya tidak kritis. Hanya mengungkap hal-hal yang ringan misalnya masa kecil masing-masing tokoh. Soal harta kekayaan para kandidat tidak diungkap secara gamblang. Terutama harta-harta kandidat yang mantan pejabat negara atau yang masih menjabat. Dari mana harta kekayaan  SBY, Wiranto dan budiono yang notabene bukan pengusaha. Logikanya harta yang mereka miliki sekarang murni dari gaji sebagai pejabat atau mantan pejabat negara.  Orang awam juga tahu berapa gaji seorang jendral, menteri bahkan Presiden. Kalau dikalkulasi berapa gaji perbulan dengan masa jabatan mereka, sepertinya tidak masuk akal dengan jumlah kekayaan yang sekarang mereka miliki.
Soal dana kampanye, Bawaslu jelas-jelas mengatakan ada manipulasi antara jumlah dana yang dilaporkan ke KPU dengan realitas dilapangan. Tetapi tidak ada satupun media yang melakukan investigasi. Kita juga melihat bagaimana debat cappres-cawapres yang diselenggarakan KPU, pers kita hanya menjadi pelengkap saja. Hanya mampu menayangkan atau memberitakan, tanpa peran aktif sedikitpun. Padahal media adalah kekuatan keempat dalam sistem demokrasi. Jujur yang paling diuntungkan dalam sistem pemilu kita adalah media. Berapa ratus milliar dana yang masuk ke media untuk iklan capres dan cawapres. Apakah hal tersebut yang membuat pers kita mandul dan kehilangan daya kritis.
Di Amerika debat capres-cawapres moderatornya wartawan, dengan asumsi wartawan adalah mata dan telinga realitas dan fakta-fakta. Tetapi di Indonesia moderatornya akademisi. Kita tahu akademisi hanya berkutat dengan teori-teori yang terkadang sangat jauh dengan kondisi dilapanngan. Maka tak heran kalau acara debat monoton dan membosankan. Kalaupun ada kemajuan debat berikutnya tidak jauh dari acara talk show yang lebih menonjolkan sisi hiburan. Bisa jadi benar menurut pengamatan ahli lomunikasi massa, Sasa Djuarsa Sendjaya dari Universitas Indonesia, ia mengatakan dari empat fungsi sosial media massa, yang paling menonjol dilakukan media Indonesia adalah fungsi keempat yaitu hiburan. Sedangkan ketiga fungsi sosial media massa yang lain kurang mendapat perhatian.
Lebih jelas Prof. Burhan Bangin, dalam bukunya Sosiologi Komunikasi, mengatakan keperpihakan media kepada kapitalisme. Saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal. Dengan demikian media massa tidak bedanya dengan supermarket, pabrik kertas, pabrik uranium,  dan sebagainya. Semua elemen media massa, termasuk orang-orang media massa berfikir untuk melayani kapitalisnya. Ideologi mereka adalah membuat media massa yang laku dimasyarakat.
Keberpihakan media massa kepada masyarakat bersifat semu. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk “ menjual berita “ dan menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis. Kasus yang dapat dilihat dari keberpihakan seperti ini adalah umpamanya, pemberitaan Tsunami yang melanda Aceh, Nias dan sekitarnya dalam kemasan berita “ Indonesia Menangis “ dan semacamnya yang terus menerus di ekspose bahkan sampai pada sisi yang telah meninggalkan hak-hak sumber berita. Begitu pula fenomena reality show semacam bedah rumah, rezeki nomplok dan sebagainya. Acara semacam AFI, KDI dan Indonesia Idol, yang mengekspos kesedihan dan air mata. Acara semacam derap hukum, kriminal dan  berbagai sinetron yang mengumbar impati, simpati dan kontroversi.
Memang slogan-slogan tentang  visi media massa yang menggaungkan keberpihakan kepada kepentingan umum masih terdengar. Namun visi tersebut pada akhir-akhir ini tak pernah lagi menunjukkan jati dirinya. Padahal bentuk keberpihakkan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa.
Secara sistematis Paul Johnson, jurnalis dan ahli sejarah Amerika mengidentifikasi ada 7 desa-dosa media massa ( seven deadly sins jurnalism ), yaitu :
1. Distorsi informasi.
Biasanya dilakukan wartawan dengan menambah atau mengurangi informasi, baik opini maupun fakta, sehingga tidak lagi sesuai dengan sumbernya.
2. Dramatisasi fakta palsu.
Hal tersebut dilakukan wartawan atau media secara naratif ( dalam bentuk kata-kata ), penyajian fota/gambar dengan tujuan membangun citra negatif terhadap suatu pemberitaaan. Media televisi dilakukan dengan teknik pengambilan gambar dan sound-effek yang sesuai dengan tujuan penyampaian berita.
3. Mengganggu Privasi.
Biasanya korban selebriti atau publik figur ( pejabat, tokoh masyarakat ) yang tengah terlibat atau keluarganya terlibat kasus. Dalam peliputan wawancara pers mneggunakan segala cara untuk mendapatkan informasi, menggunakan kamera pengintai atau wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat pribadi.
4. Pembunuhan karakter.
Praktek ini dilakukan untuk mrngeksploitasi, menggambarkan, atau menonjolkan sisi gelap narasumber, dan mengesampingkan sisi baiknya.
5. Eksploitasi Seks.
Sering dilakukan pers dalam pemberitaan, dengan cara menempatkan berita wanita atau hal-hal yang berbau seksual dihalaman depan dengan tulisan bermuatan seks.
6. Meracuni Pikiran Anak-anak.
Menempatkan fibur anak-anak pada berbagai macam produk atau isu pemberitaan.
7. Penyalahgunaan Kekuasaan.
Abuse of power biasanya terjadi pada pemegang kontrol kebijakan editorial pemberitaan. Mereka memuat berita untuk kepentingan bisnis atau kelompok penguasa tertentu.
Eni Setiati, ( 2005 : 77-79 ), mengatakan ada 12 penyimpangan yang kerap dilakukan media massa, antara lain :
1.    Memelintir bahasa  menggunakan bahasa sensional dan bombastis, teknik jurnalisme omongan, dan mengutip sember yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2.    Mencampuradukan realita dan kepalsuan ( pseudosophy ).
3.    Awal kekuasaan Orde Baru, pemerintah menerbitakan Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha untuk mengobarkan propaganda kepada rakyat terhadap kelompok PKI, wartawan dan media bungkam pada saat menerima pengarahan dan kebohongan versi militer yang diarahkan pemerintah.
4.    Era Orde baru, redaksi media massa kerap dijuluki pers Pancasila, kala itu jajaran pemimpin redaksi menjalankan pesan/amanat dari Departemen Penerangan dan Mabes ABRI dalam menjalankan isi redaksionalnya.
5.    Dalam konflik elit, media menggunakan teknik jurnalisme omongan dan jurnalisme kekerasan dlam pemberitaannya, sehingga mengacaukan persepsi terhadap realitas kebenaran. Memeng hal tersebut mengandung nilai berita tinggi, tetapi penggambaran kekerasan atau konflik dapat memancing emosi masyarakat. Jangan karena untuk menyenangkan target audiens dan opini publik, media melupakan fanatisme sosial yang mudah memicu konflik yang lebih luas.
6.    Menampilkan headline dan judul berita yang berbeda ( misleading ) dengan isi berita sehingga tidak sesuai dengan kenyataan.
7.    Melakukan dramatisasi fakta dengan tujuan mengobarkan kebencian dan permusuhan didalam masyarakat.
8.    Mengutip pernyataan narasumber yang kontroversial, yang bisa menimbulkan konflik terbuka.
9.    Memunculkan efek dari kata-kata bermakna ganda yang membingungkan pembaca.
10. Tidak objektif dalam pemberitaan.
11. Media sering dijadikan corong pengungkapan berita tertentu untuk kepentingan pemilik modal media massa yang bersangkutan.
12. Media terlalu menghamba terhadap selera pasar, padahal kemerdekaan sesungguhnya ada pada mereka.

D. TANTANGAN MEDIA MASSA
Sejarah panjang perjalanan media massa di dunia mencatat, tantangan media massa dari zaman ke zaman mengalami pasang surut. Bagaiman kita mengetahui dalam abad pertengahan di Eropa, kehidupan media terkungkung oleh kekuasaan pemerintah monarki yang absolut. Abad 16 adalah abad kegelapan, dimana kekuasaan tentang kebenaran hanya di miliki oleh segelintir orang bijaksana, dan media harus mejadi corong-corong kekuasaan absolut tanpa kritik ( Authoritarian Theory ). Teori pers otoriter ini berinkarnasi pasca revolusi Oktober 1917 di Uni Soviet dengan kemasan yang berbeda tapi dengan isi yang sama. Akarnya adalah kekuasaan yang otoriter dalam bentuk partai Komunis. Pers harus melayani dan menjadi alat kekuasaan partai tanpa kebebasan.
Di Indonesia, media massa jaman Orde Lama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa, kehidupan pers kita tumbuh didalam kungkungan sistem pers otoriter yang terselubung. Berita tidak lagi semata-mata menarik, tetapi harus memiliki tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa untuk menyelesaikan revolusi nasional. Di samping diberlakukanya lembaga SIT ( Surat Izin Tjetak ), pembredelan dan pembrangusan terus berjalan terhadap penerbitan-penerbitan pers yang tidak sejalan dengan politik pemerintah. Selama sistem demokrasi terpimpin dibawah kekuasaan Soekarno, kebebasan pers benar-benar terpasung. Kebebasan pers hanya merupakan angan-angan, setiap harinya surat kabar hanya memuat pidato-pidato para pejabat. Politik seakan-akan wilayah yang hanya boleh dijamah dengan kepala tertunduk. Jika suatu berita politik dianggap tidak menguntungkan pemerintah, bisa saja berita tersebut dikategorikan sebagai anti revolusi, mengancam keselamatan negara, atau subversif.
Jaman Orde Baru dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, kehidupan pers Indonesia berubah dari sistem pers otoriter terselebung menjadi sistem pers otoriter yang terang-terangan. Pers kita terpasung dan menjadi “ Pak Turut “. Orde Baru membuat rambu-rambu untuk membatasi kebebasan pers seperti SIUPP ( Surat Izin Untuk Penerbitan Pers ) untuk penerbitan pers dan sensor terhadap pemberitaan pers. Tidak cukup sampai disitu saja, pers kita juga dihantui praktek instansi militer yang sewaktu-waktu “ meminta “ ditangguhkannya pemuatan berita hanya melalui telepon. Jika suatu media tidak memetuhi “ permintaan “ ini, maka pemerintah dapat mencabut SIUPP media bersangkutan. Dibawah rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia benar-benar menganut siaten pers otoriter yang keras sekeras pemerintah rezim sebelumnya.
Sekarang jaman telah berubah,” wind of the change” ( angin perubahan ) telah memberi nafas kebebasan bagi media massa di Indonsia. Akan tetapi pers kita bukannya tidak punya tantangan, kedepan justru tantangan media massa di Indonesia, bahkan diseluruh penjuru dunia semakin berat dan kompleks. Ada beberapa tantangan bagi perkembangan media massa kedepan. Kita katogerikan dalam beberapa identifikasi, yaitu :
  1. Perubahan Sosial dan Budaya massa
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau dipengaruhi unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan nilai sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan nilai sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami perubahan.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek  sebagai berikut, perubahan pola pikir masyarakat, perilaku masyarakat dan perubahan budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya  yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru yang dianut masyarakat sebagai sebuah sikap modern, bahkan postmodern. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, teknologi, termasuk teknologi informasi dan sebagainya.
Dalam teori komunikasi massa, ada teori yang populer yang disebut Hypodermic Needle Theory, yaitu kondisi yang memposisikan media massa sebagai sesuatu yang sangat kuat pengaruhnya kepada audiens. Lebih lanjut teori ini mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap lebih pintar dari audiens. Cara kerja media massa dalam menyajikan informasi secara langsung dan kuat memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri khalayak. Teori ini juga dikenal sebagai teori peluru ( bullet theory ), artinya pesan yang dikirim media massa akan mengenai sasaran yakni penerima pesan, seperti peluru yang mengenai sasaran.
Para peneliti ilmu sosial di masa yang lalu sangat meyakini teori ini sangat efektif untuk mengendalikan massa. Audiens bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkan media massa. Teori ini juga mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media. Jasson dan Anne Hill (1997 ), mengatakan, media massa dalam teori Jarum Hipordemik mempunyai efek langsung “ disuntikan “kedalam ketidaksadaran audiens. Posisi media dianggap sebagai kekuatan aktif yang powerfull dan khalayak dalam posisi pasif.
Perubahan sosial masyarakat yang begitu cepat dan massif seperti yang dijelaskan diatas, sangat keliru jika praktisi media massa masih bersikukuh memegang asumsi teori hipormedik. Secara teori Herber Blumer dan Elihu Katz dalam bukunya The Uses on Mass Communications : Current Perspective on Grafication Reseach ( 1974 ), mengenalkan Uses and Gratification Theory sebagai antitesa dari teori Hipordemik.
Teori ini mengatakan bahwa pengguna media massa memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media massa, khalayak adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Audiens berusaha mencari sumber media yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Uses and Gratification atau kegunaan dan kepuasan mengasumsikan pengguna mempunyai pilihan-pilihan alternatif media mana yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Teori usus and gratification lebih menekankan pendekatan manusiawi  dalam melihat media massa. Manusia mempunyai otonom, wewenang, kemerdekaan untuk memperlakukan media massa. Blumer dan Katz percaya banyak jalan dan beribu alasan bagi khalayak mempunyai kebebasan untuk memilih, memilah dan  menggunakan media massa dan bagaimana dampaknya bagi mereka sesuai dengan kepuasan dan kebutuhannya.
 Dalam sebuah seminar tentang media dan komunikasi di era digital yang diselenggarakan “ Australian Education International “ Kedubes Australia di Jakarta, kamis 22 mei 2008, dan dihadiri lebih dari 160 akademisi, pakar, perwakilan kalangan profesional. Pembicara Prof. Lynette Sheridan Burns mengatakan “ Saat ini pemirsa tidak lagi merasa puas hanya menerima informasi. Mereka ingin berinteraksi  dan melakukan hal tersebut secara serentak ( real time ) dengan menggunakan teknologi bergerak “. Selanjumya Ketua Jurusan Komunikasi Universitas Sidney Barat menambahkan, “ Transformasi ini berarti kita berpindah dari zaman transmisi satu arah ke zaman baru perbincangan dua arah dan mengubah sifat serta tujuan komunikasi itu sendiri “.
  1. Perkembangan Teknologi Media Massa
Belum banyak buku yang secara implisit era terakhir sejarah evolusi teknologi informasi. Faktanya fenomena perkembangan dibidang teknologi informasi ( komputer dan telekomunikasi ) sejak pertengahan 1980-an sangat pesatnya.  Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan seperti sekarang ini.
Ibarat biji pohon ajaib yang ditanam tiba-tiba tumbuh membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang. Para ahli kesulitan untuk menemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an, mereka hanya mampu menyimpulkan fakta bahwa :
a.    Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaanya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan negara tidak dikenal dalam dunia maya. Maka dunia ini sekarang disebut the global villlage, sebuah desa global atau desa besar yang penghuninya saling kenal dan saling menyapa satu sama lain.
b.    Kenyataan bahwa lingkungan bisnis sering berubah dan perkembangannya sangat dinamis, hal yang paling memusingkan kepala para pimpinan dan manajemen perusahaan. Kompetisi menjadi sangat ketat, ditambah faktor eksternal lain, seperti politik ( demokrasi ), ekonomi ( krisis ), dan sosial budaya ( reformasi ), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati oleh perusahaan.  Contoh undang-undang ITE,  RUU  Rahasia Negara yang sedang digarap oleh DPR. Secara operasional, hal ini sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
Straubhaar ( 2009 ) dalam bukunya Media Now, yang dikutip Kompas menunjukkan fenomena terkini dari perkembangan media, antara lain ditandai kehadiran teknologi multimedia. Perkembangan inovatif  bidang TI dan komunikasi bukan hanya menantang produk dan layanan yang lebih dulu ada dipasar. Teknologi ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat, termasuk dalam pola konsumsi media, seperti beralihnya pembaca surat kabar cetak ke media online. Media baru ini bukan hanya lebih mudah diakses tetapi juga lebih murah serta cepat karena dapat diakses lewat telepon seluler.
Dari data yang dirilis Newspaper Association of Amerika pada tahun 2008, terjadi kenaikan jumlah pengunjung surat kabar online 12,1 persen. Pada tahun 2007 jumlah pengunjung surat kabar online 60 juta dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 67,3 juta. Situs surat kabar nama besar yang paling banyak diakses, seperti The New York Times, USA Today, The Washington Post.
3. Krisis Finansial Global
Badai krisis keuangan di Amerika Serikat sejak tahun 2007, berkembang menjadi krisis ekonomi global, telah menyeret industri surat kabar negara itu menjadi bangkrut. Stop terbit, pengurangan tenaga kerja, redesain pun terjadi. PHK besar-besaran tidak dapat dihindarkan, dari Juni 2007 hingga Mei 2009 jumlah karyawan yang kena PHK telah mencapai 28.177 orang.
Krisis ekonomi juga menghantam industri periklanan, ironisnya periklanan selama ini menjadi tulang punggung keuangan surat kabar. Pada tahun 2006 jumlah total pendapatan iklan industri surat kabar di Amerika mencapai 49,5 miliar dolar AS, tahun 2008 anjlok 23 persen menjadi 38 miliar dolar AS. Nilai saham perusahaan surat kabar di bursa saham juga melorot dratis.
Media online Vivanews tanggal 17 Maret 2009, merilis satu lagi surat kabar AS tumbang terkena badai krisis ekonomi. Harian The Seatlle Post-Intelligencer, Senin 16 Maret 2009 mengumumkan mereka akan menerbitkan edisi cetak terakhir Selasa 17 Maret 2009 waktu setempat dan selanjutnya hanya terbit lewat internet. Surat kabar yang berdiri 1863 dengan nama Seatlle Gazette oplah hariannya mencapai 114.000 eksemplar. Harian ini menyatakan terpaksa menghentikan peredaran edisi cetaknya karena terus merugi sejak tahun 2000 dan kehilangan US$ 14 juta pada tahun 2008.
“ Post-Intelligencer akan menjadi media cetak terbesar AS yang berubah ke edisi online, “ kata pengelola dalam halaman resminya seperti yang dikutip harian The Straits Times edisi Selasa, 17 Maret 2009. Seperti harian AS lainnya, Post-intelligencer berjuang mengatasi kehilangan pendapatan dari iklan, penurunan sirkulasi, dan pembaca yang beralih ke media gratis selama beberapa tahun terakhir. Kompas edisi Minggu 28 Juni 2009, memberitakan kabar terakhir dari manajemen The Boston Globe tengah berunding dengan serikat pekerja terkait rencana pemotongan gaji karyawannya.

E. KONVERGENSI MEDIA SUATU KENISCAYAAN
Prof. Sasa Djuarsa, PhD. Guru Besar tetap FISIP UI yang juga anggota Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI ) dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar mengatakan dunia komunikasi Indonesia saat ini sedang dalam tahapan memasuki era baru yakni era konvergensi dan media baru. Konvergensi yang menghasilkan berbagai ragam media baru dan digital merupakan perpaduan tiga elemen sarana komunikasi yaitu jaringan komunikasi, komputer / teknologi informasi dan isi informasi dan media digital, atau yang lebih dikenal sebagai 3Cs yakni comunication Networks, Computing/Information Technology, Digitized Media and Information Content.
Dengan adanya era konvergensi dan aplikasi media baru ini akan membawa perubahan besar terhadap pola dan perilaku komunikasi masyarakat dalam konteks kehidupan individual, sosial budaya, ekonomi dan bisnis serta politik. Untuk itu, memasuki tahapan aplikasi konvergensi dan media baru ini diperlukan panataan kembali kebijakan dan regulasi komunikasi nasional.
Terobosan perlu dilakukan dengan cara melakukan konvergensi di dua bidang, hukum dan kelembagaan. Di bidang hukum adalah dengan mengintegrasikan berbagai produk hukum dan peraturan yang ada, kedalam satu kesatuan produk hukun yang komprehensif dan terpadu untuk menghilangkan adanya ketidakkonsistenan dan ketidakselarasan regulasi. Sedangkan konvergensi di bidang kelembagaan adalah dengan cara mengintegrasikan berbagai lembaga dan instansi negara yang mengatur bidang komunikasi dan media menjadi satu lembaga.
Sebelum lebih jauh, yang di maksud konvergensi harafiahnya adalah dua benda atau lebih bertemu/bersatu di suatu titik; pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat. Secara umum konvergensi adalah penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta informasi ( ICTS- Information and Comunication technology and Service ).
Dalam dunia media, konvergensi menjadi sesuatu yang tak terelakkan, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang tak terbendung memunculkan tren baru di dunia industri media massa. Hadir beragam media yang menggabungkan beberapa perusahaan media menjadi satu.
Ada beberapa kategori konvergensi yang telah dilakukan perusahaan media massa atau yang harus dilakukan di masa-masa mendatang dalam rangka tetap menjaga eksistensi media tersebut maupun pengembangan bisnis industri media yang lebih maju dan mengikuti perkembangan zaman. Salah satu cara dalam mempertahankan dan mengembangkan kekuatan dalam bisnis media adalah dengan cara melakukan konsolidasi antar perusahaan yang prakteknya adalah konvergensi.
Tahun 2005 Philip Meyer mengeluarkan pernyataan, media cetak akan mati pada tahun 2042, tapi tidak akan terjadi jika media cetak menghentikan arogansinya dan memberikan perhatian pada kebutuhan masyarakat khususnya anak muda, sanggah Rupert Murdoch yang di amini oleh Noam Chomsky. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi adalah komplementer dalam upayanya semakin memaksimalkan misi utama media massa, mencerahkan kehidupan masyarakat.
Yang perlu diubah adalah cara kerja taken for granted. Business as usual perlu dibesut menjadi semangat kerja menang perang dan menjadi yang pertama. Jurnalisme masa depan adalah jurnalisme multie media. Cara bermedia harus berubah. Priodisitas yang menjadi milik dan ciri khas media cetak perlu diterobos lewat kedalaman dan kekhasan peliputan. News bukan laporan kejadian, tetapi breaking news in the making, yang sekarang dimakan media elektronik, apalagi media digital, dalam media cetak harus dikonstruksi dengan kedalaman, kelengkapan, mendudukan soal dan pengayaan nuansa.
S T Sularto menyampaikan strategi media massa ke depan dengan istilah strategi 3 M. Strategi yang dikembangkan dalam upaya sinergik media cetak, media elektronik, dan digital. Pertama, multimedia, upaya mempresentasikan informasi lewat teks, gambar, grafik, video, animasi, dan audio berkembang menjadi bentuk kedua yakni multichannel,adalah memaksimalkan kelebihan teknologi informasi untuk menjangkau khalayak lebih luas dengan berbagai sambungan/kanal yang bisa mendistribusikan informasi secara fisik dan non fisik. Ketiga, multiplatform, adalah upaya berupa sarana atau alat untuk mengkonsumsi informasi, seperti kertas, TV, komputer dan ponsel.
Dari catatan yang kami peroleh dari berbagai sumber, konvergensi media massa di Indonesia bisa kita kemukakan. Ada tiga tipe umum merger dalan industri media, yaitu merger horisontal, merger vertikal dan conglomerate merger. Merger horisontal terjadi ketika perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri dan pasar yang sama bersatu. Merger vertikal terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang berbeda tingkat produksinya bersatu dan conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang berbeda jenisnya bersatu.
Selanjutnya keberhasilan perusahaan media akan ditentukan oleh proses yang menyangkut tiga hal yaitu proses integrasi, diversifikasi dan juga internasianalisasi. Di Indonesia, contoh yang paling mudah untuk memahami proses integrasi vertikal adalah bagaimana femina group yang memiliki anak-anak perusahaan yang memproduksi majalah-majalah seperti femina, gadis, ayah bunda, dewi, FIT, Citacinta, Pesona, seventeen dan lain-lain. Hal tersebut  juga  dilakukan oleh Grup Jawa Post.
Begitu juga yang terjadi pada media penyiaran Indonesia, bisa kita lihat proses integrasi vertikal juga terjadi. Contohnya mengelompoknya RCTI, TPI, dan Global TV dibawah satu payung MNC ( PT. Media Nusantara Citra ). Kelompok Grup Bakri dengan bendera PT. Bakrie Brothers membawahi ANTV dan Lativi. Selanjutnya Grup PARA dengan mengusung PT. Trans Corpora membawahi Trans TV dan Trans 7.
Proses selanjutnya adalah diversifikasi, yaitu penyatuan medium-medium komunikasi dalam satu perusahaan dengan maksud proses konsolidasi dari bermacam-macam perusahaan dalam medium yang berbeda untuk memperkecil efek dan resesi sektor-sektor tertentu. Contohnya adalah perusahaan TV memiliki media cetak dan rumah produksi sendiri, semacam RCTI dan koran Seputar Indonesia.
Proses selanjutnya adalah Internasionalisasi, yaitu perusahaan media melibatkan kegiatan ekspor dan juga investasi asing dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh adalah media asing yang menjual franchisenya ke negara lain. Misal majalah Times, Play Boy dan sebagainya.
Ninok Leksono redaktur harian Kompas mengatakan CEO media harus berfikir bisnis multimedia, perilaku manajemen adalah mengubah orientasi bisnis yang semula misalnya, di dominasi devisi media cetak, radio, televisi, juga online, ke depan tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Para praktisi bisnis media membutuhkan manajemen yang mampu mengkonvergensikan divisi bisnis medianya. Konvergensi media dengan memanfaatkan teknologi multimedia menjadi keniscyaan yang tidak bisa di tolak. Integrasi antara media cetak, layar televisi, internet, dan telepon selular merupakan peluang bisnis yang besar di masa depan.
Perilaku sumber daya manusia mulai dari distribusi sampai redaksi harus berubah.  Untuk jurnalis new media tuntutan deadline bukan lagi menjelang koran akan dicetak, tapi continuous deadline. Ketika mendapatkan berita jam tujuh pagi, saat itu juga dilaporkan. Tidak perlu ke kantor atau menunggu jam sembilan malam. Yang tak kalah pentingnya adalah kecepatan dan didukung akurasi beritanya.
Lebih jelas mengenai sumber daya manusia ke depan yang di butuhkan industri media massa, menurut Seokartono. SIP. M.Si, dosen FISIP UNTAG 45 Jakarta merumuskan sebagai berikut, :
Para jurnalis dan praktisi media harus mampu memahami, menguasai dan berkiprah aktif dalam jenis media baru. Juga dibutuhkan para jurnalis yang tahan mental, tanggap terhadap lingkungan, berwawasan luas, dan sekaligus mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan yang cepat yang menjadi fenomena anomali teknologi komunikasi dan informasi.  Intinya jurnalis new media dituntut memiliki daya adaptasi dan daya kompetisi yang tinggi. Charles Darwin dalam teori evolusi menyatakan “ Bukan yang terkuat yang akan menang, tetapi yang mampu dan cepat beradaptasi dialah yang akan bertahan.”
Konvergensi media juga membuat pekerjaan rumah bagi pemerintah sebagai regulator untuk segera membuat undang-undang  agar ada kepastian dan jaminan yang jelas bagi industri new media. Mengingat perkembangan teknologi begitu pesatnya dan pada kenyataan regulasi selalu ketinggalan. Persoalan konvergensi media juga begitu kompleks karena melibatkan industri komputer, komunikasi dan media massa. Proses regulasi tidak bisa dilakukan secara gegabah. Dibutuhkan regulasi yang bersifat integral dan tidak berdiri sendiri-sendiri.
Idealnya, semua aspek yang menyangkut dan terkait dengan digitalisasi dan konvergensi dimasukkan dalam peraturan ini, selain itu juga perlu disinergikan aturan-aturan yang terkait dengan konvergensi media , seperti UU Perlindungan Konsumen, UU Hak Cipta, UU ITE, UU Penyiaran, UU Pokok Pers, Perpu Anti Teoris, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi dan RUU Rahasia Negara yang sekarang sedang di godok DPR.
Menurut Menkominfo M Nuh, pemerintah akan menggagas penggabungan tiga undang-undang sebagai langkah untuk menyikapi bentuk konvergensi media saat ini. Ketiga undang-undang tersebut adalah UU Telekomunikasi, UU Pers dan UU Penyiaran. Hal ini dilakukan karena tren di dunia media massa sudah mengarah ke konsep multimedia. Dahulu, UU Pers hanya terkait dengan media cetak, dan UU Penyiaran terkait dengan masalah broadcast, namun karena adanya konvergensi tersebut, maka di masa yang akan datang akan menjadi satu kesatuan undang-undang.
Agar tidak menjadi ajang perebutan kekuasaan, menurut Ir Heru Sutadi, pengamat telematika Universitas Indonesia. Antara pemerintah, publik dan pasar, perlu dibentuk semacam komisi independen yang membuat aturan main, menjadi pengawas serta mendorong keterlibatan semua elemen untuk bersama menjawab persaingan industri informasi di masa depan. Hal itu agar tidak ada regulator yang sekaligus ikut dalam persaingan dan pihak tertentu terlalu terbebani misi yang berat ini. Gambaran ideal dari hubungan tiga aktor konvergensi ( negara, pasar dan masyarakat ) ini mestinya berlangsung secara harmonis dan seimbang.
 Jangan sampai ada salah satu pihak yang mendominasi yang lain, misalnya media konvergen cenderung mendominasi masyarakat, sementara masyarakat tidak punya pilihan lain selain menerima apa adanya tampilan-tampilan yang ada pada media. Bagaimanapun regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar teknologi komunikasi baru tidak menjadi instrumen degradasi moral atau menjadi alat kekuasaan untuk menidurkan kesadaran orang banyak. Regulasi sangat diperlukan untuk mengawal nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antar manusia itu sendiri.
Senator Amerika Serikat, Benjamin L Cardin mengatakan, “ kita perlu menyelamatkan komunitas surat kabar kita dan jurnalisme investigatif yang mereka lakukan.” Akhirnya kita sepakat dengan Presiden Obama, sukses industri media adalah hal yang penting bagi suksesnya demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature. Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Kusumaningrat, Hikmat. Kusumaningrat, Purnama. 2007. Jurnalistik : Teori dan Praktek. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Setiati, Eni, 2005. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Strategi Wartawan Menghadapi Tugas Jurnalistik. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Kompas, 28 Juni 2009, hlm 1-15 “ Pelajaran di Tengah Prahara.”

Kompas, 28 Juni 2009, hlm 11, “ Peran Hegemoni Sains atas Agama.”

Kompas, 29 Juni 2009, hlm 7, “ 44 Tahun Kompas Strategi 3 M, Sebuah Keniscayaan.”

Kompas, 30 Juni 2009, hlm 11, “ Publik Harus Waspada, Jangan Sampai Kontroversi  UU ITE Terulang Pada RUU RN.”

Kompas, 16 Juni 2009, hlm 5,” Gelapnya Dana Kampanye.”

Seputar Indonesia. 30 Juni 2009, hlm 2, “ Pilpres Satu Putaran.”

Tempointeraktif.com- Era Media Baru Sudah di Depan Mata.

Koranpakoles.com-Revolusi Akbar Konvergensi Media.

Sakola-Sukron. Blogspot.com- Media Konvergensi dan Tradisi Keaksaraan.

Radix.students-blog.undip.ac.ud-Konvergensi.

Huruf.blog.friendster.com-Konvergensi Media massa.

Dunia.vivanews.com-Satu Lagi Koran di AS Segera Tutup Usia.

Kompas Cyber Media – Konvergensi, Kata Kunci Masa Depan.

Kabarindonesia.com-Sikapi Konvergensi Media, Pemerintah Akan Gabungkan 3 UU.

Mediaindo.co.id- Rektor UI Kukuhkan Dua guru Besar.

Aptel.depkominfo.go.id – Teknologi Sapu Jagat Telepon Genggam Cermin Konvergensi.

www.waena.orgKonvergensi Industri Media Cetak.

Soekartono-Bahan Ajar ( 3 ), Internet dan Online Jurnalism In Indonesia.

Duniaesai.com – Krisis Media Dalam Perspektif Konvergensi Telematika : Wacana Media Untuk Penyempurnaan UU Pers.








   

           


[1] Ali Sadikin Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Mercubuana, Mantan Ketua umum HMI Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukkan alamat email anda