Desa Pacul dan Peran Kyai Guru Bajuri
Oleh : Ali Sodikin [1]
Balai Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal
Desa Pacul adalah salah satu desa di Kabupaten Tegal Jawa
Tengah, tepatnya berada di wilayah administrasi Kecamatan Talang. Nama Desa
Pacul serupa dengan alat pertanian Pacul atau Cangkul yang digunakan untuk
mengolah/membolak-balik tanah agar dapat
ditanami. Meski pada awalnya di masa lalu
penduduk Desa Pacul hidup sebagaian besar dari pertanian. Namun menurut para tetua desa yang
diceritakan secara turun temurun, nama Pacul tidak hanya identik dengan alat
pertanian, akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam.
Mesjid Baitul Mukminin, Desa Pacul Kulon
Nama Pacul mengandung arti “Sing Papat Aja Ucul”, ada empat
hal yang tidak boleh lepas atau terlepaskan dan harus dipegang teguh jika kita sebagai
manusia ingin hidup bahagia, selamat
dunia dan akherat. Pemaknaan yang empat
tidak boleh lepas adalah ajaran dari para sesepuh desa pada awal pendirian Desa
Pacul. Meski sudah ratusan tahun, namun ajaran tersebut masih relevan hingga
sekarang, bahkan di masa-masa mendatang.
Empat hal tersebut adalah, bahwa manusia hidup harus
berpegang teguh pada ajaran Tuhan yang termaktub dalam Kitab Suci Al Qu’an, Al
Hadits, dan juga Ijma Ulama, serta Qias atau petuah dan petunjuk kebijaksanaan
dari para sesepuh desa , yakni para ulama dan orang bijak. Hal tersebut tidak
mengherankan, karena sejarah berdirinya Desa Pacul erat kaitannya dengan peran
Para Ulama dan Kaum Santri.
Salah satu Tokoh Ulama yang sangat besar peranannya dalam membangun dan
menyebarkan agama Islam di Desa
Pacul, khususnya tlatah Pacul Kulon serta desa-desa sekitarnya, seperti Desa
Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan
sebagainya adalah Kyai Guru Bajuri.
Madrasah Dinul Islam, Desa Pacul Kulon
Jejak sejarah Kyai Guru Bajuri dan anak cucunya dalam penyebaran agama Islam di kawasan
tersebut masih bisa ditelusuri dari berbagai
bangunan peninggalannya, baik berupa Masjid, Mushola, Madrasah dan Makam
Kyai Guru Bajuri. Meski menurut cerita Nyai Salimah (salah satu cucu Kyai Guru
Bajuri yang masih hidup), banyak Masjid,
Mushola, dan Madrasah baik yang terletak di Desa Pacul, Getaskerep, Cangkring,
Dawuhan dan sekitarnya didirikan berkat peran Kyai Guru Bajuri dan anak
cucunya. Namun fakta sejarah yang jelas sebagai peninggalan Kyai Guru Bajuri adalah
bangunan-bangunan sejarah yang ada di Desa pacul Kulon. Bangunan-bangunan
tersebut adalah Masjid Baitul Mukminin, Madrasah
Dinul Islam, Makam Kyai Guru Bajuri dan Mushola Nurul Huda, semua terletak di Desa
Pacul Kulon.
Madrasah Dinul Yatim, Desa Pacul Kulon
Selain membangun desa dan menyebarkan agama Islam di Desa
Pacul dan sekitarnya. Pada jaman perang merebut
dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, peran Kyai Guru Bajuri juga
sangat besar. Bersama para pemuda patriotik, Kyai Guru Bajuri ikut berjuang
melawan Belanda meski dengan senjata sederhana bambu runcing. Bahkan masih
menurut Nyai Salimah, Masjid Baitul Mukminin Pacul Kulon pernah dibakar oleh
tentara Belanda. Namun entah kenapa, meskipun seluruh bangunan Masjid tersebut
yang pada awal pendiriannya lebih banyak bahan dari kayu, telah disiram dengan
minyak oleh tentara Belanda, namun tidak sedikitpun Masjid itu terbakar dan
masih berdiri kokoh hingga kini. Masjid tersebut kini telah banyak mengalami
perubahan karena sudah direnovasi beberapa kali.
Bahkan Nyai Salimah mengatakan kalo Kyai Guru Bajuri
“setengah wali”. Karena keilmuannya, baik ilmu agama dan kesaktiannya. Konon ceritanya, dokter Jepang yang akan
menyutik mati Kyai Guru Bajuri, berkali-kali jarum suntiknya jatuh ke lantai
hingga dokter tersebut tidak berani melanjutkan niatnya. Bahkan pada masa Kyai
Guru Bajuri masih hidup, seluruh tanaman, baik kebun maupun sawah, tidak ada
orang yang berani mencurinya, karena pernah ada kejadian, seorang pencuri yang
masuk ke tanahnya tidak bisa pergi, mutar-mutar sampai pagi di tanah Kyai Guru
Bajuri.
Gerbang Makam Kyai Guru Bajuri, Desa Pacul Kulon
Sebutan Kyai Guru juga diberikan oleh masyarakat Pacul Kulon
dan sekitarnya karena peranannya dalam mengajar dan mendidik masyarakat,
terutama ilmu-ilmu keagamaan di madrasahnya. Nama aslinya adalah KH Bajuri.
Haul untuk mengenang dan menghormati Kyai Guru Bajuri diadakan pada setiap
tanggal 15 Ramadhan, bertempat di Makam Kyai Guru Bajuri dan keluarga besarnya
yang terletak di Desa Pacul Kulon Kidul.
Makam Kyai Guru Bajuri
Kyai Guru Bajuri adalah putra tunggal dari KH Asnawi dan Nyai
Hajjah Fatimah (makamnya ada di Desa Getaskerep). Masih menurut Nyai Salimah,
Kyai Asnawi konon berasal dari daerah Slawi dan Nyai Fatimah berasal dari Desa
dawuhan. Sebagai seorang santri, kyai
Asnawi mengembara menyebarkan agama Islam dan sampai di daerah Dawuhan, Kemudian bertemu dengan Nyai Fatimah, mereka menikah dan bermukim di Desa Pacul, rumahnya dahulu
terletak di samping Mushola Nurul Huda (sekarang berdiri TK Masyitoh Pacul
Barat ).
Makam Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah, Desa Getaskerep
Nyai Salimah lebih lanjut mengatakan bahwa Kyai Asnawi dan
Nyai Fatimah-lah yang pertama-tama “mbabat alas” mendirikan perkampungan yang
sekarang di kenal sebagai Desa Pacul Kulon atau Barat. Haul Kyai Asnawi dan
Nyai Fatimah diadakan setiap bulan Maulud, bertempat di makam mereka di Desa
Getaskerep, tepatnya di Kuburan Gayaman (dahulu banyak pohon Gayam).
Nyai Salimah, Salah Seorang Cucu Kyai Guru Bajuri
Anak keturunan Kyai Guru Bajuri selain mendiami Desa pacul, Getaskerep,
Cangkring, Dawuhan dan Mindaka ( Tegal),
juga banyak tersebar hingga
ke Pemalang, Cilacap, bandung, Bogor,
dan Jakarta. Bahkan salah satu cucu Kyai Guru Bajuri, yakni Kyai Latif putra
dari Kyai Yassin, menjadi Imam Masjid Agung Bandung Jawa Barat.
Setiap tahun keluarga besar Kyai Asnawi –Kyai Guru Bajuri
selalu rutin mengadakan silaturahmi dan halal bi halal yang tempatnya bergiliran.
Kegiatan tersebut sangat bagus untuk tetap tarus menjalin persaudaraan antar
keluarga besar. Namun demikian, penulis
mengamati banyak keturunan, anak cucu Kyai Asnawi-Kyai Guru Bajuri yang
melupakan spirit, semangat keilmuan dan
perjuangan kakek buyutnya. Warisan yang berupa semangat mencari ilmu baik ilmu
pengetahuan maupun ilmu agama semakin hari semakin redup. Mereka terlena dengan
peninggalan warisan yang berupa harta benda, tanah luas dan sebagainya. Padahal
kita semua tahu warisan harta benda akan habis jika tidak dikelola dengan baik.
Semakin banyak anak cucu Kyai Bajuri, semakin sedikit harta dan tanah yang bisa
di bagi-bagikan.
Mushollah Nurul Huda, Desa Pacul Kulon
Apalagi kondisi Desa Pacul yang terletak di perbatasan Kota
Tegal, bukan wilayah yang tak tersentuh
perkembangan jaman dan modernitas . Semakin hari terpaan pengaruh dari luar
semakin massif masuk ke Desa Pacul. Bahkan dengan berkembangnya Kota Tegal,
sebagian besar sawah-sawah di Desa Pacul Kulon telah menjelma menjadi pemukimam
baru dengan banyaknya pengembang membangun perumahan di wilayah tersebut. Otomatis pendatang dari berbagai kota semakin
ramai tinggal dan bermukim di Desa Pacul. Dan para pendatang tersebut hampir
seluruhnya adalah orang-orang dari strata sosial menengah baru. Rata-rata
memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaan mapan dari berbagai profesi.
TK Masyitoh, Desa Pacul Kulon
Realitas sosial tersebut akan menyebabkan kehidupan
masyarakat Desa pacul akan mengalami banyak perubahan. Asimilasi budaya akan
terjadi, pengaruh positif dan negatif dengan banyaknya pendatang akan menerpa
warga Desa Pacul. Suka tidak suka perubahan sosial akan menggeliat dan
memunculkan situasi dan budaya yang baru. Itulah resiko pembangunan dan
modernitas.
Modernitas , menurut teori Anthony Giddens ibarat Jaggemaut (panser raksasa) yang lepas
kontrol, menabrak siapa dan apa saja menjadikan Runway world (dunia yang tak terkendali). “Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju
hingga taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali
hingga dirinya hancur lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang
menentangnya dan meski kadang-kadang menempu jalur yang teratur, namun ia juga
sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya.
Perjalanannya bukannya sama sekali tak menyenangkan atau tidak bermanfaat;
adakalanya memang menyenangkan dan berubah sesuai dengan yang diharapkan.
Tetapi sepanjang institusi modernitas ini terus berfungsi, kita takkan pernah
mampu mengendalikan sepenuhnya baik arah maupun kecepatan perjalananya. Kita pun
takkan pernah merasa aman sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya penuh
dengan bahaya (Giddens, 1990:139)”.
Maka tidak ada pilihan bagi warga “asli” Desa Pacul, baik yang masih keturunan
Kyai Guru Bajuri-Kyai Asnawi maupun yang bukan, tantangan kehidupan masa
kini dan masa depan akan semakin berat dan rumit. Kita perlu menggali lagi spirit keilmuan Kyai
Guru Bajuri. Generasi muda Desa Pacul harus giat belajar dan mencari ilmu
setinggi-tingginya agar dapat hidup layak dan mandiri, mampu berkompetisi dan
bermanfaat bagi masyarakat luas. Bahkan
salah satu teori pembangunan mengatakan untuk memotong mata rantai kemiskinan adalah
dengan pendidikan.
Begitu pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu bagi kita
semua, sampai Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “ Menuntut Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan
perempuan”. Allah SWT memberikan
keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang berilmu, Al Qur’an surat Al
Mujaadillah ayat 11 : “ Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat “.
[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik-Thawalib Jakarta, Mantan Ketua HMI Jakarta, Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat-Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta
Bagus mas ulasan sejarah desa paculnya.. semoga mas ali punya kesempatan lagi meneliti lebih jauh ttg desa pacul.. saya menemukan uang koin belanda dipekarangan belakang (SD Muhammadiyah Pacul) tertulis th.1825 (semasa perang diponegoro).. imi menunjukkan desa pacul merupakan desa tua yg telah byk mengalami byk dinamika dari jaman ke jaman..
BalasHapusBagus ulasan sejarah desa pacul-nya mas Ali... dipekarangan rumah (blkg SD Muh. Pacul, saya menemukan bbrp koin kuno belanda tertera tahun 1825 (semasa perang diponegoro). Ini menunjukkan desa pacul adalah desa tua yg telah byk mengalami dinamika zaman. Semoga mas Ali punya kesempatan lagi meneliti lebih jauh sejarah desa pacul....
BalasHapusmf ada sedikit yang harus diluruskan, anak KH, Asnawi ada 2, KH. Bajuri dan Ibu Soliha kebetulan aku masih menyimpan copyan silsilahnya,dan musholah Pacul Barat itu MIFTAHUL HIDAYAH, bukan Nurul huda, ok trims
BalasHapusTerima kasih atas informasi dan koreksinya. Sumber yang kami wawancara tidak ada menyebutkan nama Ibu Soliha. Apakah bisa kami memperoleh data-data yang ada di Mba Mala Sari untuk melengkapi sumber data kami ? Terima kasih
Hapus