Rabu, 21 Agustus 2013

Desa Pacul dan Peran Kyai Guru Bajuri


Desa Pacul dan Peran Kyai Guru Bajuri
Oleh : Ali Sodikin [1]



Balai Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal

Desa Pacul adalah salah satu desa di Kabupaten Tegal Jawa Tengah, tepatnya berada di wilayah administrasi Kecamatan Talang. Nama Desa Pacul serupa dengan alat pertanian Pacul atau Cangkul yang digunakan untuk mengolah/membolak-balik  tanah agar dapat ditanami. Meski pada awalnya di masa lalu  penduduk Desa Pacul hidup sebagaian besar dari pertanian.  Namun menurut para tetua desa yang diceritakan secara turun temurun, nama Pacul tidak hanya identik dengan alat pertanian, akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam.
Mesjid Baitul Mukminin, Desa Pacul Kulon

Nama Pacul mengandung arti “Sing Papat Aja Ucul”, ada empat hal yang tidak boleh lepas atau terlepaskan dan harus dipegang teguh jika kita sebagai manusia ingin hidup  bahagia, selamat dunia dan akherat.  Pemaknaan yang empat tidak boleh lepas adalah ajaran dari para sesepuh desa pada awal pendirian Desa Pacul. Meski sudah ratusan tahun, namun ajaran tersebut masih relevan hingga sekarang, bahkan di masa-masa mendatang.
Empat hal tersebut adalah, bahwa manusia hidup harus berpegang teguh pada ajaran Tuhan yang termaktub dalam Kitab Suci Al Qu’an, Al Hadits, dan juga Ijma Ulama, serta Qias atau petuah dan petunjuk kebijaksanaan dari para sesepuh desa , yakni para ulama dan orang bijak. Hal tersebut tidak mengherankan, karena sejarah berdirinya Desa Pacul erat kaitannya dengan peran Para Ulama dan Kaum Santri.
Salah satu Tokoh Ulama yang sangat besar peranannya  dalam membangun  dan  menyebarkan  agama Islam di Desa Pacul, khususnya tlatah Pacul Kulon serta desa-desa sekitarnya, seperti Desa Getaskerep, Cangkring, Dawuhan  dan sebagainya adalah Kyai Guru Bajuri.




Madrasah Dinul Islam, Desa Pacul Kulon
Jejak sejarah Kyai Guru Bajuri  dan anak cucunya  dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut masih bisa ditelusuri dari berbagai  bangunan peninggalannya, baik berupa Masjid, Mushola, Madrasah dan Makam Kyai Guru Bajuri. Meski menurut cerita Nyai Salimah (salah satu cucu Kyai Guru Bajuri yang masih hidup), banyak  Masjid, Mushola, dan Madrasah baik yang terletak di Desa Pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan sekitarnya didirikan berkat peran Kyai Guru Bajuri dan anak cucunya. Namun fakta sejarah yang jelas sebagai peninggalan Kyai Guru Bajuri adalah bangunan-bangunan sejarah yang ada di Desa pacul Kulon. Bangunan-bangunan tersebut adalah Masjid Baitul Mukminin, Madrasah Dinul Islam, Makam Kyai Guru Bajuri dan  Mushola Nurul Huda, semua terletak di Desa Pacul Kulon.
Madrasah Dinul Yatim, Desa Pacul Kulon
Selain membangun desa dan menyebarkan agama Islam di Desa Pacul dan sekitarnya. Pada jaman perang merebut  dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, peran Kyai Guru Bajuri juga sangat besar. Bersama para pemuda patriotik, Kyai Guru Bajuri ikut berjuang melawan Belanda meski dengan senjata sederhana bambu runcing. Bahkan masih menurut Nyai Salimah, Masjid Baitul Mukminin Pacul Kulon pernah dibakar oleh tentara Belanda. Namun entah kenapa, meskipun seluruh bangunan Masjid tersebut yang pada awal pendiriannya lebih banyak bahan dari kayu, telah disiram dengan minyak oleh tentara Belanda, namun tidak sedikitpun Masjid itu terbakar dan masih berdiri kokoh hingga kini. Masjid tersebut kini telah banyak mengalami perubahan karena sudah direnovasi beberapa kali.
Bahkan Nyai Salimah mengatakan kalo Kyai Guru Bajuri “setengah wali”. Karena keilmuannya, baik ilmu agama dan kesaktiannya.  Konon ceritanya, dokter Jepang yang akan menyutik mati Kyai Guru Bajuri, berkali-kali jarum suntiknya jatuh ke lantai hingga dokter tersebut tidak berani melanjutkan niatnya. Bahkan pada masa Kyai Guru Bajuri masih hidup, seluruh tanaman, baik kebun maupun sawah, tidak ada orang yang berani mencurinya, karena pernah ada kejadian, seorang pencuri yang masuk ke tanahnya tidak bisa pergi, mutar-mutar sampai pagi di tanah Kyai Guru Bajuri.
Gerbang Makam Kyai Guru Bajuri, Desa Pacul Kulon
Sebutan Kyai Guru juga diberikan oleh masyarakat Pacul Kulon dan sekitarnya karena peranannya dalam mengajar dan mendidik masyarakat, terutama ilmu-ilmu keagamaan di madrasahnya. Nama aslinya adalah KH Bajuri. Haul untuk mengenang dan menghormati Kyai Guru Bajuri diadakan pada setiap tanggal 15 Ramadhan, bertempat di Makam Kyai Guru Bajuri dan keluarga besarnya yang terletak di Desa Pacul Kulon  Kidul.
Makam Kyai Guru Bajuri
Kyai Guru Bajuri adalah putra tunggal dari KH Asnawi dan Nyai Hajjah Fatimah (makamnya ada di Desa Getaskerep). Masih menurut Nyai Salimah, Kyai Asnawi konon berasal dari daerah Slawi dan Nyai Fatimah berasal dari Desa dawuhan.  Sebagai seorang santri, kyai Asnawi mengembara menyebarkan agama Islam dan sampai di daerah Dawuhan,  Kemudian bertemu dengan Nyai Fatimah,  mereka menikah dan  bermukim di Desa Pacul, rumahnya dahulu terletak di samping Mushola Nurul Huda (sekarang berdiri TK Masyitoh Pacul Barat ).
Makam Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah, Desa Getaskerep
Nyai Salimah lebih lanjut mengatakan bahwa Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah-lah yang pertama-tama “mbabat alas” mendirikan perkampungan yang sekarang di kenal sebagai Desa Pacul Kulon atau Barat. Haul Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah diadakan setiap bulan Maulud, bertempat di makam mereka di Desa Getaskerep, tepatnya di Kuburan Gayaman (dahulu banyak pohon Gayam).
Nyai Salimah, Salah Seorang Cucu Kyai Guru Bajuri
Anak keturunan Kyai Guru Bajuri  selain mendiami Desa pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan Mindaka ( Tegal),  juga banyak tersebar  hingga ke  Pemalang, Cilacap, bandung, Bogor, dan Jakarta. Bahkan salah satu cucu Kyai Guru Bajuri, yakni Kyai Latif putra dari Kyai Yassin, menjadi Imam Masjid Agung Bandung Jawa Barat. 
Setiap tahun keluarga besar Kyai Asnawi –Kyai Guru Bajuri selalu rutin mengadakan silaturahmi dan halal bi halal yang tempatnya bergiliran. Kegiatan tersebut sangat bagus untuk tetap tarus menjalin persaudaraan antar keluarga besar.  Namun demikian, penulis mengamati banyak keturunan, anak cucu Kyai Asnawi-Kyai Guru Bajuri yang melupakan  spirit, semangat keilmuan dan perjuangan kakek buyutnya. Warisan yang berupa semangat mencari ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu agama semakin hari semakin redup. Mereka terlena dengan peninggalan warisan yang berupa harta benda, tanah luas dan sebagainya. Padahal kita semua tahu warisan harta benda akan habis jika tidak dikelola dengan baik. Semakin banyak anak cucu Kyai Bajuri, semakin sedikit harta dan tanah yang bisa di bagi-bagikan.
Mushollah Nurul Huda, Desa Pacul Kulon
Apalagi kondisi Desa Pacul yang terletak di perbatasan Kota Tegal, bukan wilayah yang  tak tersentuh perkembangan jaman dan modernitas . Semakin hari terpaan pengaruh dari luar semakin massif masuk ke Desa Pacul. Bahkan dengan berkembangnya Kota Tegal, sebagian besar sawah-sawah di Desa Pacul Kulon telah menjelma menjadi pemukimam baru dengan banyaknya pengembang membangun perumahan di wilayah tersebut.  Otomatis pendatang dari berbagai kota semakin ramai tinggal dan bermukim di Desa Pacul. Dan para pendatang tersebut hampir seluruhnya adalah orang-orang dari strata sosial menengah baru. Rata-rata memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaan mapan dari berbagai profesi.
TK Masyitoh, Desa Pacul Kulon
Realitas sosial tersebut akan menyebabkan kehidupan masyarakat Desa pacul akan mengalami banyak perubahan. Asimilasi budaya akan terjadi, pengaruh positif dan negatif dengan banyaknya pendatang akan menerpa warga Desa Pacul. Suka tidak suka perubahan sosial akan menggeliat dan memunculkan situasi dan budaya yang baru. Itulah resiko pembangunan dan modernitas. 
Modernitas , menurut teori Anthony Giddens ibarat Jaggemaut (panser raksasa) yang lepas kontrol, menabrak siapa dan apa saja menjadikan Runway world (dunia yang tak terkendali). “Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga dirinya hancur lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang menentangnya dan meski kadang-kadang menempu jalur yang teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya. Perjalanannya bukannya sama sekali tak menyenangkan atau tidak bermanfaat; adakalanya memang menyenangkan dan berubah sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi sepanjang institusi modernitas ini terus berfungsi, kita takkan pernah mampu mengendalikan sepenuhnya baik arah maupun kecepatan perjalananya. Kita pun takkan pernah merasa aman sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya penuh dengan bahaya (Giddens, 1990:139)”.   
Maka tidak ada pilihan bagi warga  “asli” Desa Pacul, baik yang masih keturunan Kyai Guru Bajuri-Kyai  Asnawi  maupun yang bukan, tantangan kehidupan masa kini dan masa depan akan semakin berat dan rumit.  Kita perlu menggali lagi spirit keilmuan Kyai Guru Bajuri. Generasi muda Desa Pacul harus giat belajar dan mencari ilmu setinggi-tingginya agar dapat hidup layak dan mandiri, mampu berkompetisi dan bermanfaat bagi masyarakat luas.  Bahkan salah satu teori pembangunan  mengatakan  untuk memotong mata rantai kemiskinan adalah dengan pendidikan.
Begitu pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu bagi kita semua, sampai Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “ Menuntut Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah SWT  memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang berilmu, Al Qur’an surat Al Mujaadillah ayat 11 : “ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “. 

[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik-Thawalib Jakarta, Mantan Ketua HMI Jakarta, Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat-Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta 

4 komentar:

  1. Bagus mas ulasan sejarah desa paculnya.. semoga mas ali punya kesempatan lagi meneliti lebih jauh ttg desa pacul.. saya menemukan uang koin belanda dipekarangan belakang (SD Muhammadiyah Pacul) tertulis th.1825 (semasa perang diponegoro).. imi menunjukkan desa pacul merupakan desa tua yg telah byk mengalami byk dinamika dari jaman ke jaman..

    BalasHapus
  2. Bagus ulasan sejarah desa pacul-nya mas Ali... dipekarangan rumah (blkg SD Muh. Pacul, saya menemukan bbrp koin kuno belanda tertera tahun 1825 (semasa perang diponegoro). Ini menunjukkan desa pacul adalah desa tua yg telah byk mengalami dinamika zaman. Semoga mas Ali punya kesempatan lagi meneliti lebih jauh sejarah desa pacul....

    BalasHapus
  3. mf ada sedikit yang harus diluruskan, anak KH, Asnawi ada 2, KH. Bajuri dan Ibu Soliha kebetulan aku masih menyimpan copyan silsilahnya,dan musholah Pacul Barat itu MIFTAHUL HIDAYAH, bukan Nurul huda, ok trims

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas informasi dan koreksinya. Sumber yang kami wawancara tidak ada menyebutkan nama Ibu Soliha. Apakah bisa kami memperoleh data-data yang ada di Mba Mala Sari untuk melengkapi sumber data kami ? Terima kasih

      Hapus

masukkan alamat email anda