Senin, 30 Juli 2018

Ketua KSN : Jejak Politik dan Reformasi 1998

Ketua KSN : Jejak Politik dan Reformasi 1998

Oleh : Ali Sodikin


Sofian Effendi, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), melakukan serangan politik melalui siaran pers yang dikeluarkannya terhadap Gubernur DKI dan Pemprov DKI Jakarta. Isi siaran pers itu berisi ancaman untuk merekomendasikan Presiden agar memberhentikan Gubernur Anies jika keinginan mereka tidak diikuti. Di antara rekomendasi itu adalah meminta Anies mengembalikan jabatan para walikota yang sudah dirotasi dan mutasi beberapa waktu lalu, juga meminta sejumlah pejabat yang sudah mengajukan pensiun ke jabatan semula.

Ini gila. Kalau orang yang pikirannya sehat pasti berpikir rekomendasi Sofian ini ngawur sengawur-ngawurnya. Ke mana saja dia selama ini, saat Jakarta dipimpin Ahok. Hampir setiap bulan Ahok memecat orang tanpa kejelasan, tak berdasarkan bukti, asal Ahok tak senang, tapi KASN tak pernah bersuara. Ini sengaja atau ada apa?

Siapa sebenarnya Sofian Effendi ini? Mengapa tiba tiba garang? Dalam catatan digital, Sofian ini dosen yang lahir di Bangka, Sumatera Selatan pada 28 Februari 1945. Usianya kini 73 Tahun, haruanya sudah pensiun. Sejumlah catatan yang berserak di dunia maya menyebutkan, Sofyan punya peran signifakan untuk menghambat hadirnya Orde Reformasi 1998.

Catatan miring tentang Sofian di era reformasi begitu banyak. Tirto.id pada 20 April 2018 menulis bahwa Sofian pernah menyampaikan memo hasil rapat aktivis reformasi kepada Wapres B.J.Habibie, yang kemudian membuat Amien Rais, Arifin Panigoro, dll dituduh akan melakukan akar. Koran Media Indonesia edisi 22 Maret 1998 pun mencatat pengkhianatan Sofian ini.

Tak hanya itu, di Universitas Gajah Mada (UGM) Sofian ini juga dikenal sebagai “penjahat” reformasi. Hal ini dikuatkan tulisan Herman Saksono di blog pribadinya:

Pada masa reformasi tahun 1998, rektor UGM masa jabatan 2002-2007, Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA. pernah disebut sebagai pengkhianat agenda reformasi karena membocorkan pertemuan rahasia antara Amien Rais, Afan Gaffar, Ichlasul Amal, serta sejumlah tokoh reformasi lain. Sofian menulis memo tentang rapat tersebut kepada Habibie, yang waktu itu masih menjabat sebagai wakil presiden.

Sofian Effendi saat itu tergabung dalam sebuah pusat studi dan suatu ketika pusat studi itu mengumpulkan para intelektual dalam sebuah diskusi yang diadakan di Hotel Radisson, di Yogyakarta.

Dalam diskusi itu tercetus ide-ide untuk menyelamatkan bangsa, yaitu melalui reformasi. Diskusi di Hotel Radisson ini sifatnya rahasia. Tapi, Sofian yang saat itu mengikuti diskusi malah membocorkan catatannya kepada pemerintahan. Sejarah menyebutnya dengan Memo dari Sofian Effendi. Coba lihat, sejarah mencatat tindakannya dengan menyebut secara jelas namanya dalam nada buruk.

Dalam Memo itu terdapat informasi bahwa akan ada sejuta massa untuk penggulingan Soeharto yang digerakkan Amien Rais. Efek dari laporan ini adalah beberapa orang yang terlibat dalam diskusi itu dituduh makar oleh negara, seperti pengusaha Arifin Panigoro yang dianggap menyokong gerakan ini dan  intelektual Ichlasul Amal.

Saat itu, sebagai dosen PNS ala Orde Baru, Sofian mengambil langkah politik dengan menuliskan memo yang nyaris menggagalkan jalannya reformasi. Namun ketika gerbong reformasi bergulir, Sofian justru berada di atas Gerbong. Ia tengah menjalankan politik dua muka atau mungkin politik dasa muka. Atau pada dasarnya dia memang tak memiliki urat malu!

Dengan riwayat hidupnya ini makanya tak aneh kalau dia memang sedang bermain politik. Mungkin dia berharap bisa dapat perhatian Presiden Jokowi dan timnya, dengan menyerang Gubernur DKI, siapa tahu bisa dipilih jadi Menteri.

Ia pernah menjadi pengkhianat reformasi, dan bukan tak mungkin dia akan menjadi pengkhianat demokrasi. Orang seperti dia mestinya tak lagi memegang jabatan apa pun di negeri ini, apalagi sepenting KASN.

Sofian Efendi sesungguhnya penumpang gelap reformasi, yang bergerak karena angin politik. Ia menjadi ancaman nyata demokrasi kita.(-)