Senin, 31 Januari 2011

Hariman Siregar: Rajawali Politik Indonesia

Hariman Siregar: Rajawali Politik Indonesia

Dalam rubrik ini kami tampilkan tokoh peristiwa Malari 1974 dr. Hariman Siregar, dalam rangka mengenang perjuangan mahasiswa dan tokoh-tokoh pergerakan yang menentang kekuasaan otoriter Rezim Orde Baru. Pilihan ini berdasar pertimbangan pandangan dan pergerakan politik Hariman yang unik, berpolitik tanpa ambisi kekuasaan, sesuatu yang jarang kita jumpai pada tokoh-tokoh politik kebanyakan. Dan juga momentum yang pas dengan peringatan peristiwa Malari setiap 15 Januari.

Tidak ada hasil yang diperoleh tanpa kerja keras, tanpa perjuangan, dan tanpa keberanian. Karena, kalau kita tidak mau dikekang, dianca, baik oleh kekuasaan maupun cecunguk-cecungukny, maka kita mahasiswa harusberani bersikap dan bersikap dan bergerak untuk mewujudkan pendapat-pendapat yang diperoleh. Ingat, pada akhirnya yang menentukan bukanlah analisis yng bagus-bagus yang ilmiah, tetapi tindak nyata yang mengubah keadaan.

Kepada tukang becak, mari abang-abang, kita bergerak bersama untuk membuka kesempatan kerja. Kepada para penganggur yang puluhan juta, yang berada di desa-desa dan kota-kota untuk bergerak untuk kesejahteraan sosial; kepada warga Negara Indonesia yang bekerja untuk perusahaan asin, mari kita bergerak untuk menuntut persamaan hak dengan karyawan-karyawan asing, mari kita bergerak untuk menuntut persamaan hak dengan karyawan-karyawan asing. Dan akhirnya, kepada para koruptor penjual bangsa, pencatut-pencatut sumber alam Indonesia yang mengejar-ngejar komisi sepuluh persen, kami serukan bersiap-siaplah menghadapi gerakan kami yang akan datang.”

Dua paragraf “Pidato Pernyataan diri Mahasiswa”, Hariman Siregar pada malam pergantian tahun 1973-1974 yang disampaikan di UI inilah yang mengubah 180 derajat perjalanan hidupnya. Isi pidato tersebut kelak dituding sebagai seruan untuk melakukan gerakan makar terhadap pemerintah. Bagian akhir pidato yang ditujukkan kepada masyarakat lain di luar mahasiswa tersebut di hubungkan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Kerusuhan yang cukup anarkis yang melibatkan masyarakat luas di sebagian wilayah Jakarta utamanya di daerah Senen Jakarta Pusat kemudian dikenal sebagai “Malapetaka Lima Belas Januari (Malari),” menjadikan pemerintah menuduh Hariman Siregar adalah tokoh makar yang hendak menggulingkan pemerintah yang sah. Untuk itu Hariman di jebloskan ke penjara selama enam tahun.

Barangkali seorang Hariman tidak pernah menyangka jalan hidupnya yang tadinya normal seperti anak muda kelas menengah Jakarta pada umunya, kuliah, balap motor, pacaran berubah 180 derajat menjadi sosok yang berbeda sama sekali. Hariman menjadi idola baru, ada yang menyebut telah lahir seorang Hero bagi kaum-kaum tertindas. Tapi resikio yang menimpanya juga sangat luar biasa, bahkan tragis.

Hariman menyesal ? dalam buku Hariman & Malari (2011) dia bilang, ‘kalau ingat masa itu, gue jengkel, membicarakan ini rasanya tidak menyenangkan. Bayarannya tidak seimbang. Semuanya sudah habis,” tutur Hariman.

Dalam buku yang diluncurkan di Tim Cikini, Jakarta Pusat pada ulang tahun Malari dan berdirinya Indemo (lembaga yang didirikan dengan teman-temannya sesama mantan aktivis mahasiswa) 15/1-2011 digambarkan lebih lengkap bagaimana masa-masa kelam perjalanan seorang Hariman Siregar.

Akibat persitiwa tersebut Hariman mendekam di penjara, istrinya yang sedang mengandung mengalami musibah karena anak kembar yang dikandungnya meninggal saat di lahirkan. Istrinya mengalami kegonjangan jiwa yang hebat dan mengakibatkan hilang ingatan akut. Ayah Hariman meninggal, dan mertuanya Prof. Dr. Sarbini Soemawinta juga di penjara. Inilah masa-masa terkelam dalam sejarah perjalanan hidup seorang Hariman Siregar.

Mungkin bagai orang kebanyakan hantaman badai kehidupan yang begitu kuat dan keras membuat seseorang jatuh dan tak pernah bangkit lagi. Tapi tidak buat Hariman, perenungannya membuat dia bangkit dan menjelma menjadii sosok yang lebih kuat. Kepak sayap Rajawali lebih gesit melayang, berteriak menyuarakan keadilan bagi kaum miskin dan tertindas. ‘Gue enggak boleh lengah, apalagi kalah oleh kesedihan. Gue harus kuat, gue sedang melawan kekuasaan Soeharto. Sampai mati gue enggak boleh kalah. Kita mesti kuat, meskipun dia (Soeharto) terus menginjak-injak kita,” ujar Hariman.

Meminjam istilah Akbar Tanjung, aktivis dan politisi adalah manusia yang tidak akan mati walau di bunuh berkali-kali. Begitu juga dengan Hariman Siregar, metamorfosis hidupnya telah mengubah seorang pemuda biasa menjelma menjadi seperti Rajawali dengan sayap yang kokoh terbang dilangit tinggi, mematuk mata-mata para pendurhaka. Sangkar besi tidak akan mampu mengubah rajawali menjadi nuri.

Siapa Hariman Siregar ?

Hariman Siregar biasa disebut Bang Hariman, dalam bahasa candaan dikalangan kaum pergerakan dan aktivis pro demokrasi, siapa yang belum kenal Hariman dianggap belum lengkap keativisannya. Berlebihan ? mungkin, tapi faktanya tokoh yang terkenal namanya sejak meletus peristiwa kerusuhan Januari 1974 (Malari) ini sudah seperti legenda hidup dunia pergerakan.

Tokoh ini lahir di Padang Sidempuan, Sumatra Utara 1 Mei 1950 dari keluarga kelas menengah. Ayahnya bertugas di kantor Jawatan Perdagangan dan sering berpindah. Baik dari kota asalnya kemudian di Medan, Palembang dan terakhir di tugaskan di Departemen Perdagangan Jakarta sejak tahun 1959.

Hariman mengenal politik langsung dari kedua orang tuanya yang punya afiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Setelah menjadi aktivis mahasiswa pergaulan Hariman berkisar di kalangan aktivis dan simpatisan PSI. Mentor politiknya adalah Prof. Dr. Sarbini Soemawinata tokoh terkemuka PSI yang juga mertua Hariman. Meski sikap dan tindakan politiknya cenderung berwarna kiri, Namun Hariman tidak pernah secara tegas mengaku sebagai penganut Paham Sosialisme.

Bahkan Hariman mengaku belum tertarik politik ketika awal-awal masa perkuliahannya. Ia baru mulai intens terlibat dalam politik kampus ketika di tingkat III, dengan menjadi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dari perwakilan fakultas kedokteran. Sebagai pengurus organisasi kampus Hariman mulai berinteraksi dengan orang-orang diluar kampus,termasuk dengan Jenderal Ali Moertopo. Kedekatan inilah yang membuat Hariman diterima di CSIS.

Hariman mengakui salah satu faktor kemenangan dia merebut Ketua Dewan Mahasiswa UI, dari dominasi aktivis-aktivis HMI adalah dukungan Ali Moertopo. “Pendukung saya sebenarnya, ya, GMNI, PMKRI, GDUI,dan pak Ali Moertopo, “ ujarnya Hariman.

Inilah yang membuat sebagian kalangan, terutama kelompok-kelompok Islam Politik kurang “suka” terhadap Hariman. Karena Ali Moertopo, tokoh OPSUS (operasi khusus) lembaga bentukan perwira-perwira inteljen dari “lingkaran inti dalam” kelompok pendukung dan penopang utama kekuasaan Soeharto di awal-awal pemerintahannya ini, adalah alat pemerintah yang merusak, mengadu domba, menfitnah, mendiskreditkan dan pada akhirnya mengkerdilkan kekuatan Islam terutama Islam politik di Indonesia.

Dalam buku “Jenderal Soemito, Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib”, tulisan Ramadhan KH (1994). Kedekatan Hariman dengan Ali moertopo dan CSIS dikemukakan juga oleh mantan Pangkopkamtib Jenderal (Pur) Soemitro. Setelah dilantik menjadi Ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman bersama pengurus DEMA UI datang ke kantor KopKamtib dalam rangka “melapor” dan silaturahmi. Agenda yang sebenarnya biasa pada jaman itu. Tapi menurut Soemitro laporan Harima ada yang aneh, “kami ada hubungannya dengan Tanah Abang III,”kata Hariman menutup laporannya. Tanah Abang III adalah kantor CSIS, lembaga think thank buatan Ali Moertopo cs.

Begitu juga dikatakan Akbar Tanjung, Hariman punya kedekatan dengan penguasa. Dia dekat dengan kelompok Operasi Khusus, Opsus. Mungkin dalam rangka memenangkan perebutan ketua DEMA UI. Katakanlah koalisi atau aliansi taktis dengan tokoh-tokoh yang punya kekuasaan sehingga dia terpilih sebagai Ketua Umum.

Fakta sejarah membuktikan, Hariman tidak pernah berhenti melawan para penguasa yang dianggap telah menyimpang dan tidak berpihak kepada rakyat. Setelah menjadi ketua DEMA UI, Hariman melawan Soeharto,termasuk Ali Moertopo dan juga Soemitro.

Hal itu dibenarkan oleh Soemitro, ”tapi kelak waktu bergulir Hariman berubah 180 derajat,” ujarnya. Judilhery Justam Sekjen Hariman di DEMA UI yang aktivis HMI mengatakan, “opsus waktu itu bagi Hariman hanya sekutu taktis saja.” begitu juga Akbar Tanjung, ”Hariman adalah orang yang tidak bisa dikendalikan, setelah terpilih jadi ketua DEMA UI, Hariman memimpin gerakan mahasiswa melawan penguasa.”

Seorang Hariman juga tidak pernah tergiur kekuasaan, minimal belum tergiur masuk dalam lingkaran kekuasaan. Padahal sewaktu Habibie menjabat Presiden setelah Seharto “terguling”, Hariman pernah ditawari menjadi Menteri. Tapi dengan cerdik Hariman menolak.

Hariman Siregar adalah sosok yang unik, ketika kebanyakan orang diam, Hariman teriak. Tahun 1970-an, suatu masa dimana pandangan sebagian orang menganggap Soeharto pahlawan yang menjanjikan harapan baru bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Termasuk eksponen 66 (gerakan mahasiswa yang ikut menumbangkan Soekarno) juga diam karena sebagaian dari mereka mendapat “posisi”, baik di Parlemen, birokrasi maupun bisnis. Hariman tidak diam, Hariman melawan, karena pemerintah Soeharto dianggap telah menyimpang.

Begitu juga di era Gus Dur, Megawati serta SBY. Tahun 2007, masih segar dalam ingatan kita, SBY Presiden pertama Indonesia yang terpilih lewat Pemilu langsung dan Sebagian besar komponen dan rakyat Indonesia sedang menikmati masa efouria keberhasilan demokrasi. Semua orang menggantungkan harapan pada sosok Presiden SBY. Mimpi bangsa yang tertindas dalam kungkungan rezim militer Soeharto menjadi nyata.

Tiba-tiba Hariman Turun ke jalan dan teriak “cabut mandat.” Lagi-lagi ketika sebagian besar aktivis diam. Gerakan “ekstra parlemen” politik Hariman, setidaknya menurut pendapat penulis bisa dianalogikan seperti film kartun tahun 1980-an di TVRI “The Lone Rangers”. Seorang koboy pemberantas kejahatan. Dia tiba-tiba muncul ketika ada kedzaliman dan penindasan, dan langsung menghilang tanpa meminta “pamrih” kehormatan atau materi.

Tapi setidaknya, suka atau tidak suka, sosok Hariman Siregar telah banyak memberi inspirasi bagi banyak anak muda di Indonesia untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan, untuk peduli pada demokrasi yang sehat, keadilan dan perubahan mendasar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Hariman telah mengajarkan kita semua, akan selalu ada individu atau kelompok yang melawan kekuasaan, siapaun dia jika amanah rakyat tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Apalagi berbohong hanya demi mempertahankan citra dan kekuasaannya. Kikin

By : Ali Sodikin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukkan alamat email anda