Fenomena
Penggunaan Musik Populer Melalui
Jejaring Media Sosial Pada Pilpres Meksiko Tahun 2012 Pasca “Musim Semi”
Gerakan Revolusi Timur Tengah Dan Pilkada DKI Jakarta 2012
Oleh : Ali Sodikin [1]
Musik
Rock Pada Pilpres Meksiko Tahun 2012
Artikel ini adalah
analisa terhadap hasil penelitian Magdelana dari university of Colorado Boulder
tentang model kampanye yang menggunakan
media musik rock (populer) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi yakni situs jejaring sosial menjelang Pemilihan Presiden Meksiko
Juli 2012. Gerakan tersebut
menamakan dirinya Gerakan Musicos con
YoSoy132 yang digagas para aktivis pro
demokrasi karena melihat proses transisi demokrasi berada pada titik nadir.
Kehidupan politik yang demokratis terancam dengan bangkitnya rezim
semi-otoriter dan telah siap untuk merebut kembali kekuasaannya. Rezim yang
pernah berkuasa selama hampir tujuh dekade tersebut telah digulingkan oleh
rakyat Meksiko pada fase tahun 2000-an. Maka Pilpres Meksiko tahun 2012 adalah
pertaruhan besar bagi kelangsungan kehidupan demokratis disana.
Silang pendapat dan
perang opini tentang Pemilu yang bebas
dan adil, bias media (media konvensional banyak dikuasai pengusaha pro status
quo), dan pentingnya partisipasi aktif pemilih disebarluaskan kepada khalayak,
terutama kaum muda (anak gaul) sebagai pemilih pemula yang memiliki
kecenderungan apolitis. Proses pembangunan, pembentukan opini dan gagasan tersebut
disebarluaskan dengan menggunakan media musik
rock yang sedang populer untuk mempengaruhi mereka, anak-anak muda tersebut
agar tidak golput dan bergabung, serta berperan aktif dalam Pilpres guna
menyelamatkan transisi demokrasi yang sedang berkembang di Meksiko.
Menurut penelitian para
sarjana ilmu komunikasi, gerakan aktivis-aktivis pro demokrasi di Meksiko tidak
terlepas dan terinspirasi gerakan di Timur Tengah yang dikenal sebagai
“musim semi gerakan revolusi di Timur Tengah”. Fenomena ini banyak menjadi
bahan penelitian para sarjana komunikasi dan telah banyak menghasilkan
teori-teori, pendapat dan kesimpulan tentang kejadian terkini di Timur Tengah
dan Afrika Utara.
Pemilihan Presiden
Meksiko telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2012, Pemilu tersebut dipandang sebagai momentum yang
sangat penting karena menjadi semacam puncak pertarungan gerakan pro demokrasi
dengan kekuatan partai politik lama
yakni Partai Revoluisioner Institusional (PRI) yang oleh para ahli disebut
sebagai rezim “semi-otoriter (Levi Bruhn &Zebadua. 2006). . Kondisi kritis
tersebut disebabakan karena kekuatan PRI masih memiliki basis dukungan
finansial kuat. Hal tersebut menjadikan peluang dan potensi mereka untuk
mengembalikan kekuasaannya masih cukup besar. Meski kekuasaan PRI telah
dijatuhkan pada dekade 2000an namun
sejarah mencatat rezim ini pernah mendominasi kekuasaan politik dan
pemerintahan Meksiko selama lebih dari 70 tahun.
Partai Revolusioner
Institusional (PRI) yang telah digulingkan pada tahun 2000, adalah salah satu penyebab
lambatnya proses demokrasi di Meksiko selama puluhan tahun. Berakhirnya
pemerintahan semi-otoriter PRI menjadi tahap awal bagi tumbuhnya proses demokrasi yang meski pondasinya masih rapuh, tetapi secara resmi dapat dicatat
dimulai pada tahun 2000.
Namun pada tahun 2012
kondisi tersebut ancaman terhadap demokrasi muncul kembali karena pencalonan Enrique Pena Nieto dari PRI. Dengan slogan dan
janji tentang pentingnya stabilitas Meksiko dan mengurangi konflik kekerasan
yang terjadi selama transisi demokrasi , Enrique sendiri memimpin langsung
kampanye PRI. Hal tersebut membangkitkan ingatan bayangan trauma masa lalu dan
menimbulkan ketakutan serta momok baru
bagi rakyat Meksiko akan kembalinya mereka pada jaman otoritarianisme, koorporatisme,
kronisne dan ancaman serius bagi demokrasi.
Musim semi 2012 menjadi
momen penting bagi sejarah kontemporer Meksiko, bagaimana masyarakat sipil dari
kaum muda yang terbukti berpengaruh di akhir 1990-an yang telah meruntuhkan
kekuasaan PRI pada tahun 2000-sebagian besar telah memudar kepeduliannya pada
situasi politik selama dua sexenios (istilah periode presiden enam tahun).
Orang muda yang telah
terbukti menjadi agen perubahan pada tahun1990-an, tampaknya mulai memudar dari
aktivitas politik pada tahun 2000-an, salah satu indikatornya adalah pergeseran
pada selera warna musik populer di Meksiko. Musik rock yang pada tahun 1990-an
sangat populer dan pada saat itu menjadi spirit wacana dan perlawan politik kaum muda perlahan mulai
redup. Selera musik kaum muda Meksiko bergeser pada musik-musik yang lembut
yang terpola dan dianggap lebih sopan tanpa muatan politis, alih-alih menjadi
kekuatan politik.
Namun kondisi tersebut
berubah dratis menjelang pemilihan
presiden tahun 2012, gemuruh musik rock
Meksiko menunjukkan ‘percikan’ yang
mampu menggalang kesadaran dan tindakan kolektif anak muda yang
mengejutkan. Dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk didalamnya jejaring media
sosial (SNSs), sebuah kelompok aktivis pro demokasi yang disebut Musicos con
YoSoy132 (Musisi bersama saya 132) meluncurkan kampanye online yang dirancang
untuk meningkatkan partisipasi kaum muda dalam Pilpres melalui gerakan
pemantauan pemilu, literasi media, dan meningkatkan jumlah peserta pemilu.
Meskipun Musicos con YoSoy132 tidak secara eksplisit mendukung salah satu
kandidat, namun gerakan kampanye-nya yang ditujukan pada kaum muda Meksiko yang
telah lebih dari 30 tahun lebih tidak mengenal partai dan gerakan PRI sentries.
Namun dapat dianalisis secara tersirat bahwa kelompok ini berupaya menggagalkan
keinginan naiknya Pena Nieto dan PRI.
Pada artikel ini,
Magdelana meneliti Musicos con YoSoy132, aktivitas online-nya pada saat genting
dalam perpolitikan nasional Meksiko. Karena kondisi tersebut terjadi sejalan
dengan pemberontakan dan revolusi yang terjadi di Timur Tengah dan afrika Utara
(MENA). Karena posting-posting mereka dapat diteliti bahwa konteks gerakan ini
memiliki persamaan dengan posting-Spring Arab, kesamaannya yang paling menonjol
adalah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan situs
jejaring sosial (SNSs), meski tujuan dan sasaranya politiknya berbeda dan
efeknya juga sangat bervariasi.
Magdelana meneliti dua
proses yang saling melengkapi untuk mencari hubungan antara teorisasi TIK,
media sosial dan gerakan sosial kontemporer. Dua proses tersebut adalah : 1).
Peran TIK dalam kancah musik rock Meksiko dan bagaimana aktivitas yang
mengambil dimensi politik yang seharusnya telah ditinggalkan 2). Bagaimana TIK
dan SNSs digunakan kaum muda Meksiko sebagai alat dan ruang untuk kegiatan
politik. Pada akhirnya, kasus Musicos con YoSoy 132 memberikan kesempatan untuk
secara singkat meneliti peran musik populer dalam gerakan sosial kontemporer
termasuk Pemilu.
Musik
Populer, Media Sosial dan Kemenangan Jokowi-Ahok
Fenomena
penggunaan musik-musik yang populer di tengah masyarakat (Rock, Pop, Dangdut,
dan sebagainya) melalui jejaring media sosial
untuk menggalang kekuatan publik dalam pergerakan sosial kontemporer telah
menjadi trend kekinian. Kita bisa melihat ‘musim semi’ gerakan revolusi di
Timur Tengah dan Afrika Utara, Pemilihan Presiden Amerika dan kemenangan Obama.
Begitu
juga dalam pergerakan politik kontemporer di Indonesia, fenomena tersebut
menjadi trend baru, bagaimana video-video musik berbagai aliran hasil
kreativitas anak muda, yang disebarluaskan melalui jejaring media sosial memiliki peran besar pada kemenangan
Jokowi-Basuki pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012. Kemenangan yang sangat
luar biasa, karena Jokowi-Ahok mampu mengalahkan incumbent Foke-Nara.
Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi kunci
kemenangan Jokowi yaitu komposisi pemilih kelas menengah yang besar, strategi
pendekatan yang tepat ke pemilih, dan media yang berpihak pada Jokowi.
Suka tidak suka, media
juga berperan penting dalam memoles brand Jokowi. Berita - berita tentang
Jokowi lebih banyak yang memiliki sentimen positif dibanding Foke baik di media
konvensional maupun online.
Strategi pendekatan
yang tepat kepada pemilih pemula (kaum muda) dengan kampanye melalui lagu-lagu
parody dengan latar belakang musik populer (rock, pop, dangdut) dan disebarluaskan
melalui media sosial, adalah salah satu faktor penentu kemenangan Jokowi-Ahok.
Seperti contoh video
parodi What Makes You Beautiful by One Direction menjadi salah satu faktor
kemenangan pasangan Jokowi - Ahok (Basuki). Video yang dipublis tanggal 25 Agustus
2012 hingga Kamis, 30 Agustus pukul 6.00
WIB, video tersebut sudah ditonton oleh 520.129 orang. Bahkan sebelum pemilihan
suara pada putaran kedua, video tersebut telah dikunjungi oleh lebih dari 1,5
juta penonton.
Video berdurasi 3 menit
22 detik ini diunggah oleh 'CameoProject', lirik lagu One Direction diubah dalam bahasa
Indonesia, lagu itu menceritakan sejumlah warga DKI Jakarta yang hendak membuat
KTP. Karena terlambat bangun, maka mereka menjadi terburu-buru, namun ironis
jalanan Jakarta macet setiap harinya.
Ditambah petugas kelurahan juga terlambat datangnya. Datang calo (entah kenapa
harus berkumis tebal), berjanji akan membantu pembuatan KTP, tetapi mereka
harus membayar uang pelicin.
Video parody tersebut, menggambarkan
betapa sulitnya persoalan birokrasi dan kondisi Jakarta, warga yang hanya mau
membuat KTP saja, kesulitannya sangat luar biasa. Maka warga tersebut
digambarkan membutuhkan pemimpin baru dan mengalihkan pilihannya pada
Jokowi-Ahok (digambarkan sejumlah warga
membuka baju lama dan berganti baju baru kotak-kotak, yang menjadi simbol
kampanye pasangan tersebut).
Munculnya video parodi
sindiran yang memuat susahnya pembuatan KTP di Youtube, oleh tim relawan cagub
DKI Jakarta Jokowi-Ahok, merupakan kreativitas yang sangat bagus, menggambarkan
pemimpin lama yang tidak bagus, dan Jakarta membutuhkan pemimpin baru. Karya
tersebut cukup menarik karena isinya berbentuk parody yang lucu namun mengena
dan tepat sasaran.
Begitu juga dengan lagu
Jokowi-Basuki (Gangnam Style n Big Bang- parody) yang di upload oleh Andre
Winardi tanggal 13 September 2012, telah ditonton sebanyak 986,944 pengunjung.
Tak Kotak Mis Kumis dari Cameo Project dikunjungi sebanyak 774,335 kali.
Jakarta baru harapan Baru Wajah Baru, Cameo Project, 119.612 kali. Jakowi Basuki parody Curahan Hati oleh Andre
Winardi, sebanyak 269.995 kali.
Jelas sekali bahwa
suara pemilih pemula dari kalangan kaum muda merupakan salah satu faktor
penentu kemenangan Jokowi-Ahok pada Pemilukada DKI Jakarta tahun2012 kemarin.
Penggalangan suara kaum muda dilakukan oleh tim sukses Jokowi-Ahok dengan
memanfaatkan kreativitas mencipta, mendaur ulang lagu atau musik populer di
Indonesia. Baik jenis musik rock, pop, dangdut dan lainnya.
Karya tersebut
disebarluaskan melalui jejaring media sosial, maka terbukti efeknya sangat luar
biasa, bagaimana video tersebut dikunjungi ratusan ribu, bahkan ada yang
mencapai hampir dua juta pengunjung menontonnya. Hal tersebut mebuktikan bahwa
fenomena penggunaan musik populer melalui jejaring media sosial merupakan trend
baru dalam gerakan sosial dan politik kontemporer.
Daftar Pustaka
International Journal of Comunication 7 (2013), 1205-121932-8036/2013005
Copyright © 2013 (Magdelana Red). Licensed under the Creative
Commons Attribution Non-commercial No Derivatives (by-nc-nd). Available at
http://ijoc.org. Rocking the Vote in Mexico’s 2012 Presidential Election: Mexico’s Popular Music Scene’s Use of Social Media in a Post–Arab Spring
Context MAGDELANA RED University of Colorado Boulder
Kaleidoskop
2012 Dahsyatnya Media Sosial dan Kemenangan Jokowi Amril Amarullah - Okezone Rabu,
26 Desember 2012 16:28 wib
Tuesday,
28 August 2012 5:24 am. Kabartop.com – Pemilukada DKI 2012 putaran kedua akan
segera berlangsung, pertarungan sengit antara pasangan Cagub dan Cawagub
Foke-Nara & Jokowi-Basuk/Ahok pun semakin terlihat.
BERITA NUSANTARA ASIA CALLING BOLA OPINI LIFESTYLETEEN VOICE OF FAIR INDEX. Jokowi, Ganjar Pranowo, dan
'Kemenangan' Musik MetalWritten by Agus
LuqmanSun,26 May 2013 | 16:02PrintEmail
Twitter Facebook google+Salam metal Ganjar Pranowo. (Foto:
ANTARA)
[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik - Thawalib Jakarta, Mantan Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat - Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta
[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI Publistik - Thawalib Jakarta, Mantan Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat - Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta
-