Selasa, 30 Oktober 2012


Tinjauan Buku

 Penerbit Buku Kompas, 2010 - 514 halaman
History of the 1965 coup d'état in Indonesia.


Gerakan 30 September : Pelaku, Pahlawan dan Petualang
                                                  
Oleh : Ali Sodikin

Ada istilah yang mengatakan orang tua bicara sejarah, anak muda bicara arah. Sejarah, baik kegemilangan suatu peradaban atau kekelaman sebuah perjalanan bangsa adalah pelajaran. Kita akan cenderung keliru menentukkan arah perjalanan bangsa jika kita juga belum mampu mengurai sejarah secara benar dan obyektif.

Sejarah kelam kita yang terjadi pada tahun 1965 dengan meletusnya G-30 S/PKI adalah fakta yang menjadi titik point perjalanan Bangsa Indonesia hingga sekarang. Sebuah pelajaran yang terlalu mahal, terlalu dalam meninggalkan bekas luka, terlalu kelam. Kejadian sejarah yang tidak boleh terulang lagi untuk bangsa ini dengan alasan apapun.


Buku yang ditulis Julius Pour wartawan senior Kompas ini menggambarkan betapa perilaku politik dengan kekerasan adalah sifat kekanak-kanakan para politisi Partai Komunis Indonesia. Meski isi buku yang menggambarkan 13 tokoh-tokoh yang terlibat dalam pergolakan tahun 1965 ini berusaha tidak mengadili atau menghakimi siapapun, namun kita akan dapat memetik banyak pelajaran penting, menarik benang merah dan menentukan sudut pandang, mana tokoh yang masuk kategori pelaku, pahlawan dan yang mana tokoh petualang.

Buku yang diterbitkan pertama kali dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Buku Kompas September 2010 ini mengurai satu persatu aktor-aktor utama dalam peristiwa kelam G-30 S/PKI yang terdiri dari 13 orang. Penulis sendiri mengakui dan meminta maaf dalam sebuah peristiwa misal yang bagaikan jaring laba-laba, membelit banyak pihak, beragam organisasi, dan sejumlah kepentingan, pengambilan 13 nama jelas sangat dan bahkan sama sekali tidak memadai. Tokoh-tokoh tersebut adalah : Aidit, Bung Karno, Heroe, Latief, Mangil, Nasution, Sarwo Edhie Wibowo, Soebandrio, Soeharto, Soepardjo, Untung, Nyoto, dan Omar Dani. 

Buku ini sangat enak  dibaca, meski penulis sendiri mengaku tidak mungkin dan tidak bisa ikut memberikan penilaian kepada 13 tokoh tersebut karena tidak berada di lokasi dan waktu itu terdapat beragam kendala untuk memahaminya. Metode yang dilakukan Julius Pour adalah dengan meniru Rhasomon, sejumlah pelaku diminta menceritakan kembali, atau lebih tepat mencatat ulang apa saja yang sudah pernah diceritakan oleh masing-masing tokoh, sekaligus yang dikatakan orang lain mengenai mereka.

Penulisan tokoh pertama di mulai dari Ketua Umum CC PKI (Central Comite Partai Komunis Indonesia) Dipa Nusantara Aidit. Nama aslinya adalah Achmad, sulung dari lima laki-laki bersaudara. Menurut Sobron adiknya, Achmad dilahirkan tanggal 30 Juni 1922, di Dusun Air Berutak, Desa Pangkal Lahang, Tanjung Pandan, Beliting, Riau Kepulauan. Ayahnya adalah Abdullah aidit, pegawai dinas kehutanan sekaligus pengurus perkumpulan keagamaan Nurul Islam, dan pernah menjadi anggota DPRS-Republik Indonesia Serikat, mewakili Belitung. Ibunya bernama Maelani, keturunan ningrat setempat. Namun Sebagai tokoh politik, dalam wawancara dengan majalah Intisari Aidit mengaku kelahiran Medan 30 Juni 1923.

Utuy Tatang Sontani, dalam bukunya Dibawah  Langit tak Berbintang (tahun 2001), melukiskan perkenalannya dengan Aidit sewaktu sama-sama bekerja di Kantor Poetera (Poesat Tenaga Rakjat, organisasi massa yang didirikan Jepang untuk menghimpun kegiatan masyarakat, membantu memenangi Perang Pasifik) cabang Bandung, “ suatu hari, kepala kantor mengeluarkan pemberitahuan, akan datang seorang tenaga baru dari Jakarta, disebutkan sebagai anak mas Bung Hatta.”

Keesokan harinya datang seorang pemuda bersemangat, kelihatan pada sorot matanya yang belotot, pada gerak-geriknya yang kaku kasar dan pada suaranya, datar lurus tanpa punya irama. Memperkenalkan diri dengan nama Dipa Nusantara, bisa dipastikan bukan nama pemberian orang tuanya, Dipa Nusantara jelas berarti meneriakkan semangat kepahlawanan.

Sesudah terlibat dalam kegiatan politik, Achmad yang dilukiskan sebagai anak mas Bung Hatta menjadi lebih radikal dan sekaligus semakin merah. Setelah namanya berubah, dia melengkapi dengan beragam langkah revolusioner, antara lain menjadi anggota ormas semimiliter nasionalis Barisan Banteng, Aidit kemudian membentuk faksi sendiri dengan sebutan Banteng Merah. Jadilah dia, secara bertahap, kemudian tumbuh menjadi merah, selaku aktivis komunis militan.

Perjalanan sejarah Aidit mempertemukan dengan Lukman dan Nyoto. Hakim Lukman kelahiran Tegal, tahun 1920 yang tumbuh dewasa di Kamp Tahanan Politik Digoel, mengikuti ayahnya, seorang Kyai pemimpin agama Islam yang dituduh sebagai komunis karena menjadi anggota Serikat Rakyat. Nyoto kelahiran Bondowoso, Jawa Timur tahun 1925, anak tokoh komunis asal Solo. Dengan demikian Nyoto sudah menjadi komunis sejak remaja.

Kerjasama mereka bertiga ; Aidit, Lukman dan Nyoto berlangsung sejak sama-sama mengelola majalah Bintang Merah di Yogyakarta semasa perang kemerdekaan. Kombinasi mereka bertiga sangat menarik, kerjasama yang baik, saling mengisi, sesuai dengan latar belakang masing-masing. Ketiga sosok inilah yang kemudian membangun sekaligus menata ulang organisasi PKI setelah compang-camping terimbas peristiwa Madiun. Mereka meluncurkan dokumen Djalan baru untuk Memenangkan Revolusi,Aidit menjabat Sekretaris Jenderal, MH Lukman Wakil Sekjen I, dan Nyoto Wakil Sekjen II.

Sejak tahun 1959, Aidit mengubah istilah Sekretaris Jenderal menjadi Ketua, sejak itu dia dipanggil dengan sebutan Kawan Ketua. Salam mereka tidak lagi membungkuk sebagaimana kebiasaan feodal, tetapi mengepalkan tangan ke atas. Dengan begitu Aidit berhasil membawa partainya semakin besar, melalui penataan agitasi, pengelolaan organisasi, sambil menempuh garis politik baru, yakni militansi massa secara damai berbuah pada Pemilu 1955, PKI meraih posisi nomor empat setelah PNI, Masjumi dan Nahdlatul Ulama. PKI berhasil meraih 6,1 juta suara atau 16,4 persen.

Mengapa Gerakan 30 September gagal ?, mungkin rumusan Bung Karno paling tepat dan mendasar, yakni : “ akibat keblinger-nya pemimpin PKI, lihai-nya kekuatan Nekolim serta keberadaan oknum-oknum tidak benar.” Tokoh keblinger paling utama tentu saja Aidit, Ketua Umum CC PKI, karena begitu saja mempercayakan gagasan melakukan operasi militer kepada SJam, ketua Biro Chusus PKI. Seorang warga sipil, bekas anggota laskar dalam perang kemerdekaan, tetapi selalu menyombongkan diri pernah ikut bertempur di daratan China (dan ternyata tidak pernah).

Aidit menemui ajalnya di Bojolali Jawa Tengah, nyawanya melayang di tangan anggota Brigif IV Kostrad yang dipimpin oleh Kolonel Jasir Hadibroto, sebelum ditembak mati, Aidit membuat pengakuan tertulis setebal 50 halaman. Menurut Jasir dokumen tersebut diserahkan kepada Mayor Jenderal Surjosupeno Panglima Kodam VII Diponegoro. Meski banyak yang meragukan keasliannya, Risuke Hiyashi, koresponden Asahi Evening News di Jakarta pernah menerbitkan dalam Koran Asahi edisi bahasa Inggris.

Kematian D.N Aidit secara rinci dijelaskan Mayor Jenderal (Purn) Jasir Hadibroto tanggal 29 September 1998, ketika diwawancarai Koran sore Suara Pembaharuan. Dimarkas Batalyon 444, disebuah sumur tua belakang rumah dinas Mayor Trisno Komandan Batalyon 444, Jasir membawa Aidit dan mempersilahkan mengucapkan pesan terakhir. Aidit berpidato dengan berapai-api, “daripada saya ditangkap lebih baik kalian bunuh saja”. Maka, dor, tubuh Ketua Umum CC PKI tersebut masuk kedalam sumur.  


Tokoh berikutnya adalah Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia ini tertuduh sakah satu tokoh yang dianggap terlibat pada peristiwa G-30 S/PKI. Tuduhan tersebut muncul hanya beberapa jam sesudah kejadian. Indikasi mengenai keterlibatan tersebut diawali dengan anggapan, Letnan Kolonel (Inf) Untung Sjamsuri telah melaporkan lewat surat mengenai kesiapannya dalam memulai pem-bersih-an. Surat disampaikan kepada Bung Karno, dititipkan lewat seorang anggota Tjakrabirawa, di Istora Senayan di tengah acara Pembukaan Munastek (Musyawarah Nasional Teknik) hari Kamis malam, tanggal 30 September 1965.

Hal tersebut terungkap pada pengakuan Letnan Kolonel (KKO) Bambang Setijono Widjarnako, ajudan Presiden ketika diperiksa oleh Letnan Kolonel (CPM) Soegiarjo dan AKBP Azwier Nawie dari Teperpu ( Team Pemeriksa Pusat). Pernyataan ini yang kemudian tersebar melalui buku bertajuk The Devious Dalang, eye-witness report by Bambang Widjarnako (1974).   

Menurut Bambang Widjarnako, surat tersebut dilengkapi fakat-fakta sebagai berikut :
Pertama, adanya beberapa Jenderal yang telah melaporkan kepada Presiden mengenai rekannya yang tidak loyal. Kedua,Perintah Presiden kepada Untung tanggal 4 Agustus 1965, menugaskannya untuk melakukan penindakan. Ketiga, Perintah Presiden kepada Jenderal Sabur, Jenderal Sunarjo dan Jenderal soedirgo tanggal 23 September 1965 untuk segera mengambil tindakan terhadap para Jenderal tidak loyal. Keempat,sikap Presiden pada malam hari tanggal 30 September 1965 di Istora Senayan, yang bersemangat dan sangat gembira, sampai-sampai mengutip Bhagavad Gita, kisah yang tidak ada kaitannya dengan tema pertemuan malam itu. Kelima, tindakan Presiden merobek serta menghilangkan surat dari Untung tanggal 1 Oktober di Halim setelah surat dari dalam baju seragam Panglima tertinggi tersebut diambil oleh Letnan Kolonel (Tituler) Soeparto dari kediaman Ny. Ratna Sari Dewi.

Kedekatan Bung karno dengan Aidit memang terlihat jelas, ketika berpidato dalam peringatan 45 tahun PKI, bulan Mei 1965 Bung Karno mengatakan “ yo sanakku, yo kadangku. Yen PKI mati, aku melu kelangan  (dia kerabatku dan juga sahabatku. Kalau PKI mati, aku akan merasa kehilangan),”. Dan empat bulan kemudian, tanggal 13 September, Presiden dengan senyum lebar bukan sekedar memeluk Aidit. Ketua Umum CC PKI diberi anugerah bintang kehormatan sangat prestisius, Mahaputra.

Benedict Anderson bersama Ruth McVey menulis buku dalam tajuk A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia (1971), mereka menyangsikan keterlibatan Bung Karno dengan alasan :

Pertama, bagaimana mungkin Presiden Soekarno menugaskan pembersihan para jenderal tidak loyal kepada Untung ? seseorang yangt baru lima bulan pindah tugas dari Semarang untuk menjabat Komandan Batalyon Tjakarabirawa di Jakarta ? Dengan demikian, baru lima bulan Bung Karno kenal, tanpa tahu latar belakang berikut kemampuannya untuk melaksanakan tugas menculik. Tugas rumit dengan resiko kegagalan sangat tinggi.

Kedua, mengapa Presiden malahan berada di Halim dan secara otomatis justru mendekati Lubang Buaya ? Apakah Bung Karno tidak sadar, mengungsi ke Halim mengandung resiko politis sangat besar ? Jika dia memang sebagai Dalang peristiwa, maka jelas dia adalah Dalang Bodoh, oleh karena langkah ke Halim bagaikan menggali lubang kuburnya sendiri.

Ketiga, mengapa dalam aksi penculikan melibatkan massa komunis yang baru saja selesai melakukan latihan militer dasar  di Lubang Buaya ? Kalau memang benar Bung Karno punya rencana meringkus para Jenderal tidak setia, sudah pasti dia menggunakan prajurit terlatih dan profesional, bukan para pemuda amatiran, yang belum pernah bertempur serta baru selesai mengikuti latihan baris-berbaris.   

Oleh karena itu, Anderson bersama McVey menarik kesimpulan, tuduhan bahwa Soekarno merencanakan kegiatan termaksud tidak masuk akal. Apalagi yang justru terjadi hari itu, tidak pernah ada massa komunis turun ke jalan. Atau terjadi pergolakan missal di tengah kehidupan masyarakat di seluruh Jakarta.

Apakah mungkin Bung Karno sudah mengetahui mengenai rencana kelompok Jenderal tidak loyal untuk tampil menantang kepemimpinannya ? Minimal sudah menduga mengenai kemungkinan tersebut, dan kemudian memutuskan untuk mendahului ? Apakah hanya untuk itu, Soekarno menjawab dengan mengambil keputusan nekad ? keputusan yang justru menunjukkan perasaan putus asa ?

Menurut catatan, belum pernah Bung Karno mengambil keputusan nekat. Dia selalu memutuskan segala sesuatu melalui pertimbangan cerdik, sesuai reputasinya sebagai politikus dengan track record pengalaman selama puluhan tahun. Tetapi, kebenaran ditentukan oleh sang pemenang, Begitu sebuah kalimat bersayap mengisyaratkan.

Dari 13 tokoh yang ada dalam buku setebal 514 halaman ini, Letnan Kolonel (Inf) Untung Sjamsuri adalah tokoh utama dan sekaligus pengerak dalam operasi militer G-30 S/PKI. Nama aslinya adalah Koesman, ketika remaja senang main bola, menjadi anggota Kaparen Voetball Club di Kampung Kaparen, Kelurahan Djajengan, Solo. Nama ayahnya angkatnya  Sjamsuri seorang buruh batik.

Raut tubuhnya agak pendek, cenderung gemuk. Namun nampak otot-ototnya semua penuh, menunjukkan bahwa dia memang perwira lapangan. Letnan Kolonel Infantri, NRP 11284, Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa. Sebuah kesatuan khusus, terdiri dari pasukan pilihan yang direkrut dari keempat angkatan dan bertugas mengawal Presiden Soekarno. Untung dipindah ke Jakarta pada awal bulan Mei 1965 dari Semarang, dari Komandan Batalyon 454/Para. Sebuah pasukan elit Komando Militer VII Diponegoro, yang lebih populer dalam sebutan Banteng Raiders, disingkat BR.

Banteng Raiders dibentuk dari pengalaman tempur Divisi Diponegoro tahun 1950-an ketika menumpas gerombolan pengacau keamanan Darul Islam di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat. Daerah opeeasi militer tersebut kemudian diberi nama wilayah Gerakan Banteng Nasional, disingkat GBN, sehingga pasukan khusus dengan kualifikasi antigerilya di sana juga diberi nama Banteng Raiders. Perwira militer yang pernah merintis karier Di BR adalah Achmad Yani, Pranoto Reksosamodra dan Ali Moertopo.

Namun Untung Sjamsuri eks perwira Banteng Raiders kelahiran Desa Sruni, Kedungbadjul, Kebumen Jawa Tengah 3 Juli 1926 tersebut, selama ini dikesankan kinerjanya kurang meyakinkan, bahkan sosok yang berani secara terbuka lewat siaran radio menyebut dirinya Ketua Dewan Revolusi ini diringkus massa di sebuah kebun tebu pada pertengahan Oktober 1965.

Setelah gagal memimpin operasi G-30 S/PKI dia berkelana selama sepuluh hari di Jakarta, kemudian Untung mencoba menyelamatkan diri dengan lari menuju daerah kelahirannya, Kebumen Jawa Tengah dengan naik bus malam. Mengenakan pakaian sipil dia mencoba berbaur dengan para penumpang. Menjelang bus masuk Tegal, ada pemeriksaan dan bus berhenti. Untung panik dan segera turun dari bus, melarikan diri. Sebuah langkah fatal dan memalukan sebab dilakukan oleh seorang komandan batalyon, dengan kualifikasi Raiders, yang sudah berkali-kali memimpin operasi tempur.

Tanggal 7 Maret 1966, Majelis Hakim dengan Ketua Letnan Kolonel CKH Soedjono Wirjohatmodjo SH menjatuhkan hukuman mati terhadap letnan Kolonel (INf) Untung Sjamsuri. Meski Gumuljo Penasehat hukumnya mengajukan Grasi kepada Presiden tanggal 16 Maret 1966, namun Untung menolak untuk mengajukan grasi.

Surat Untung menyatakan menolak untuk mengajukan grasi dilampiri tiga butir pernyataan :

Pertama, Gerakan 30 September tidak mempunyai tujuan lain, kecuali menyelamatkan Revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno dari rencana coup Dewan Jenderal.

Kedua,Prolog gerakan 30 September, yakni rencana coup Dewan Jenderal, belum pernah diselesaikan. Untuk mendapatkan keadilan bagi semua pihak, Untung mengharapkan Presiden membentuk sebuah panitia yang akan memeriksa semua pihak terkait dalam Prolog.

Ketiga, Menolak tuduhan berniat menggulingkan pemerintah serta melakukan pemberontakan bersenjata. Oleh karena sesudah peristiwa meletus, Gerakan 30 September telah melapor, meminta restu dan menaati semua perintah Presiden.

Dalam surat pernyataan yang ditanda tangani di Tjimahi tanggal 18 Maret 1966, Untung secara kesatria menegaskan, dia bertanggung jawab, “ tentang pembunuhan terhadap para Jenderal dan seorang Perwira pertama, dalam sidang Mahmilub saya telah nyatakan, saya yang bertanggung jawab. Akhir Maret 1966, seiring dengan datangnya senja, dengan pengawalan superketat, Untung Sjamsuri berjalan menuju pintu gerbang, dibawa meninggalkan Inrehab Tjimahi.

Disebuah desa di luar Bandung Untung di eksekusi, sebelum peluru menyambar tubuhnya, Untung dengan mata tertutup kain hitam berteriak lantang, Hidup Bung Karno.


Nasution, tepatnya Jenderal Abdul Haris Nasution, adalah satu-satunya Perwira AD yang lolos dari penyergapan. 13 Februari 1967, Nasution secara terbuka menuduh Presiden Soekarno terlibat Peristiwa G-30 S/PKI, minimal mengetahui akan terjadi penculikan terhadap tujuh orang Jenderal Angkatan Darat.

Nasution sendiri tidak seputih kertas, dalam buku bertajuk Indonesia Under Soeharto (1987) tulisan nawas Mody yang diangkat dari disertasinya di Bombay University, India, menyebutkan,” tanggal 2 Oktober 1965, Atase Militer Kedutaan Besar AS di Jakarta Kolonel Willis Ethel berhasil menjalin kontak dengan Jenderal Nasution yang masih dalam persembunyian. Dia menanyakan apa rencana Nasution sekaligus menjanjikan kan bersedia memberikan bantuan.

Setelah memahami terjadinya kesulitan komunikasi antarpasukan dalam melakukan operasi penumpasan terhadap penculik, dia langsung mengirim bantuan 24 pesawat Walkie-talkie. Beberapa waktu kemudian, melalui pihak ketiga, menyusul datangnya bantuan senilai 400.000 dollar AS berupa obat-obatan berikut peralatan komunikasi.

Bantuan berikut dukungan secara tertutup tersebut diputuskan CIA berdasar laporan Konsul AS di Medan pukul 11.56 tanggal 2 Oktober 1965, bahwa  “ pihak militer Indonesia akan segera melancarkan operasi penumpasan PKI. Mengingat rumitnya persoalan serta luasnya implikasi selanjutnya, mereka nampaknya membutuhkan dukungan kita.”

Menurut Nawas Mody, dari berbagai indikasi yang kemudian terbuka, CIA agaknya memiliki sumber informasi sangat terpercaya  dalam pucuk pimpinan militer. Pada memo Inteljen CIA tertanggal 5 Oktober 1965, mereka memastikan Soekarno berikut dukungan para loyalisnya bakal terus melemah. Oleh karena itu, disimpulkan, for Army leaders it was now or never.

Julius Pour menggunakan ungkapan Belanda eenmalig, hanya sekali saja untuk menggambarkan kejadian bersejarah. Dimana Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo tampil. Yakni usaha kudeta G30S/PKI, yang berhasil dia gagalkan dan situasi itu kemudian menciptakan kelahiran Orde Baru. Pada masa itu selain Jenderal Soeharto dan Jenderal Nasution, Komandan RPKAD Kolonel sarwo Edhie Wibowo, Panglima Kostrad Mayor Jenderal Kemal Idris dan Panglima Siliwangi Mayor Jenderal HR Dharsono sangatlah menentukkan peranannya.  

Dalam detik-detik paling menentukan inilah, Sarwo Edhie Wibowo lantas muncul di pentas sejarah secara pas. Dia langsung berbuat sesuai peran yang diperintahkan kepada dirinya. Dia segera membebaskan RRI, mengamankan Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah dan bahkan terus dilanjutkan dengan menumpas aksi pembangkangan dari para pengikut Gerakan 30 September di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Eenmalig, suku kata bahasa Belanda ini melukiskan segala sesuatu sering terjadi hanya sekali. Karena itu, setiap orang harus siap untuk bisa muncul dalam panggung sejarah dalam waktu dan saat yang tepat. Suku kata tersebut sangat cocok untuk melukiskan kehadiran Sarwo Edhie Wibowo. Khususnya dalam hari-hari panjang, pada saat penumpasan terhadap Gerakan 30 September serta perjuangan menegakkan Orde Baru.

Buku yang oleh penulisnya di akui sebagai usaha melacak serta mencari penyebab peristiwa 30 September semata-mata sebagai mencari jawaban atas kerisauan pribadi. Dengan banyak menemui dan bertanya kepada sebanyak mungkin pelaku serta membaca sebanyak mungkin publikasi dari segala macam pihak, “dalam usaha memecahkan setiap jigsaw puzzle, semakin banyak potongan kertas bisa ditemukan, semakin mudah puzzle tersusun gambarnya.

Sayangnya, dalam kasus Gerakan 30 september, bukan hanya masih banyak potongan kertas belum tersedia. Kenyataannya semakin diperburuk dengan beragam potongan kertas palsu atau rekayasa, yang ikut disebarkan ke tengah masyarakat. Bagaimana peran Jenderal Soeharto yang kemudian tampil memimpin penumpasan G30 S/PKI sampai menjadi Presiden Kedua Republik Indonesia paska kejatuhan Soekarno ?.

Siapa Jenderal Soepardjo, yang datang jauh-jauh dari pedalaman Kalimantan meninggalkan posnya datang ke Jakarta. Jabatan resminya saat itu adalah Pangkopurgada (Panglima Komando Tempur Siaga Dua), markas komandonya di Bengkayang, Kalimantan Barat. Tugasnya memimpin penyerbuan ke Kuching Malaysia.

Apa peran Soebandrio yang dijuluki Durno dan Haji Peking. Letnan Kolonel (Udara) Heroe Atmodjo, Asisiten Direktur Produksi Inteljen DEPAU (Departemen Angakatan Udara) , sebagai dalang atau wayang ? Kolonel latief , kelahiran Madura 27 Juli 1926, gembong G30 S/PKI yang tertangkap pertama kali adalah Komandan Brigif I/Djaja Sakti , mengatakan Soeharto harusnya bersaksi atas peristiwa tersebut.

Buku ini juga memuat secara utuh kesaksian AKBP Mangil Martowidjoyo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Resimen Tjakrabirawa, tentang situasi Jakarta pada tanggal 1 Oktober dan bagaimana kondisi dan keberadaan Presiden Soekarno pada saat peristiwa G 30 S/PKI Meletus.

Buku yang ditulis bukan untuk mengorek luka lama bangsa ini, akan tetapi penulis berharap dengan semakin jernihnya sebuah fakta sejarah, kita dapat mengambil pelajaran agar arah perjalanan bangsa lebih baik. Para politisi dan tokoh-tokoh bangsa memiliki pandangan untuk menyelesaikan segala perbedaan dan kepentingan politik dengan cara lebih elegan dan dewasa. Kita sebagai bangsa harus menyadari bahwa peristiwa 30 September adalah sejarah kelam bangsa yang tidak boleh terulang lagi.  

Minggu, 28 Oktober 2012


Teknik Menulis Berita
Oleh : Ali sadikin

Berita
Pengertian Berita
Berita dalam Bahasa Inggris disebut NEWS (North, East, West, South) yang bermakna setiap realitas sosial yang berasal dari keempat penjuru mata angin berpotensi sebagai bahan berita. Secara lengkap definisi Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan ide terbaru yang benar, menarik atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau media on line internet.

Kriteria Umum atau Unsur-unsur Nilai Berita
Keluarbiasaan (unusualness). Lord Northchiffe, pujangga dan editor di Inggris pada abad 18 menyatakan ungkapan yang sangat terkenal untuk menunjukkan bahwa berita adalah sesuatu yang luar biasa news is unusual yakni if dogs bites a man is not news, but if a man bites dog, it is news.
Kebaruan (newness). News isi new. Berita adalah semua informasi mengenai apa saja  yang terbaru. Motor baru, mobil baru, gedung baru, kejadian baru, peristiwa baru, walikota baru, presiden baru. Semua hal baru , apapun namanya, pasti memiliki nilai berita. Orang Perancis memiliki ungkapan Chistoire se repete, sejarah tak pernah berulang.
Berdampak atau Akibat (impact). News has impact. Berita adalah sesuatu yang berdampak luas, tidak jarang berdampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga BBM, tarif angkutan umum, telepon, listrik, bunga kredit kepemilikan rumah (KPR), harga cabe, bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat dan keluarga.
Aktual (timeliness). Aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Ada tiga kategori aktualitas yakni :
a.       aktualitas kalender, semua orang tahu, tanggal 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Indonesia, atau tanggal 10 November adalah hari Pahlawan. Pada hari itu, atau beberapa hari menjelang hari-hari itu, media massa nasional selalu menganggap penting menurunkan tulisan, ulasan, laporan, siaran atau tayangan acara mengenai beberapa hal yang berarti yang berkaitan langsung dengan hari bersejarah tersebut.
b.      Aktualitas waktu, berita adalah laporan tercepat yang disiarkan oleh media massa baik cetak, elektronik, lebih-lebih on line mengenai fakta atau opini, atau kedua-duanya, yang menarik perhatian dan dianggap penting oleh sebagian besar khalayak pembaca, pendengar, pemirsa. Misalnya berita tentang bencana alam, seperti gempa, banjir atau gunung meletus selalu mendapat tempat dan waktu utama dalam pemberitaaan media massa.
c.       Aktualitas masalah, korupsi, manipulasi, pencurian, perampokan, pemerkosaan merupakan persoalan usang, sejak peradaban manusia terbentuk, kasus-kasus seperti itu sudah ada. Jika dilihat dari tema masalahnya, semuanya suadh usang, out of date. Tetapi jika dilihat dari kemunculannya, pengaruh, dan orang-orang yang mengungkapkannya, masalah itu dikategorikan tetap dan senatiasa aktual.
Kedekatan (proximity), news is nearby, berita adalah kedekatan. Ada dua kategori, kedekatan geografis dan psikologis. Kedekatan geografis mengacu pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat peristiwa dengan domisili kita semakin terusik dan tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Kerusuhan yang terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat akan lebih dulu dan banyak menarik perhatian warga Bima dari pada daerah atau kota lainnya.
Kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu obyek peristiwa atau berita. Misal, mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah di Jakarta akan lebih dulu tertarik dan lebih banyak membaca berita tentang situasi Papua daripada mahasiswa asal daerah lain yang  sama-sama sedang kuliah di Jakarta atau mahasiswa asli Jakarta itu sendiri.
Informasi (Information), news is information. Berita adalah informasi. Setiap hari seluruh kota di Indonesia menghasilkan miliaran informasi, namun dalam perspektif sosio-jurnalistik hanya sedikit yang dilaporkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut di muat menjadi berita.
Konflik (conflict), news is conflict. Berita adalah konflik atau segala sesuatau yang mengandung unsure atau sarat dengan dimensi pertentangan . konflik merupakan sumber berita yang tak pernah keringdan tak akan pernah habis, selama orang menyukai dan menganggap penting. Semisal konflik Palestina-Israel.
Orang Penting (public figure, news maker), news about people, berita adalah tentang orang-orang penting, ternama, pesohor, selebriti, figure publik, pejabat publik. Teori jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news).
Kejutan (surprising), news is surprising. Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, diluar dugaaan, tidak direncanakan, diluar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Misalnya kesebelasan Indonesia mengalahkan Argentina.
Ketertarikan Manusiawi ( human interest), news is interesting. Kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti bagi seseorang, sekelompok orang, atau masyarakat luas. Peristiwa tersebut tidak menggoncangkan, tidak medorong aparat keamanan bersiap siaga, tidak menimbulkan perubahan pada agenda sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi peristiwa itu menimbulkan suasana getaran hati, kejiwaan dan alam perasaan. Hanya karena naluri, nurani dan suasan hati kita terusik dan tertarik.  Praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human interes ke dalam berita ringan, berita lunak (soft news). Misal anak korban tsunawi Aceh yang selamat setelah berhari-hari mengapung di lautan lepas dengan naik sepotong papan.
Seks (sex), news is sex, berita adalah seks. Seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala yang berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks identik dengan perempuan, perempuan identik dengan seks. Tak ada berita tanpa perempuan, tak ada perempuan tanpa berita.

Teknik Menulis Berita
Jenis Berita secara garis besar terbagi tiga, yakni : Berita langsung (straight/hard news) adalah laporan langsung suatu peristiwa. Berita ringan (soft news) adalah laporan yang berupa kelanjutan atau susulan suatu peristiwa pertama. Berita kisah (feature) termasuk berita ringan dilihat dari segi atau teknik penyajiannya, bukan berdasar materinya.
Menulis Berita Langsung
Secara ringkas berita adalah sebagai kumpulan informasi berdasarkan pertanyaan 5 W+1 H, ditulis dengan teknik melaporkan (to report) dan merujuk pola piramida terbalik. What, Who, Why, When, Where + How. Rumus ini adalah baku agar berita lengkap, akurat, dan memenuhi standar jurnalistik , mudah serta cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa.
What berarti peristiwa apa yang akan dilaporkan kepada khalayak. Who berarti siapa yang menjadi pelaku dalam peristiwa berita itu. When berarti kapan peristiwa itu terjadi, tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit. Where berarti dimana peristiwa itu terjadi. Why berarti mengapa peristiwa itu terjadi. How berarti bagaimana jalannya peristiwa atau bagaimana cara menanggulangi peristiwa. 

Piramida Terbalik



Judul Berita, “ wartawan Indonesia menulis judul berita yang mencerminkan isi berita,’ kode etik jurnalistik pasal 9.  Judul berita bisa saja menjual berita, penghias berita (bentuk guruf, besarnya, panjangnya dsb) tetapi harus benar dan sesuai dengan isi berita. Jangan menulis judul berita sebelum dibaca sendiri seluruh isi berita. Sebaiknya ditulis sesingkat mungkin, paling panjang hanya 12 kata. Ditulis dengan kalimat aktif dan sebaiknya ada kata kerja. Harus berisi fakta, bukan opini, komentar atau ulasan. Sebaiknya tidak dalam kalimat tanya.
Baris Tunggal.
Baris tunggal (dataline) sebagai petunjuk tempat kejadian. Pembaca perlu mengetahui sekilas dimana wartawan memperoleh berita bersangkutan. Contoh :
(Judul) Instruksi Presiden Terkait Century
(Baris tunggal) Jakarta, Kompas- Presiden Susilo Bambang…………..
Teras Berita/Lead
Teras adalah bagian yang terletak di aline atau paragraf pertama. Teras berita merupakan bagian  dari komposisi atau susunan berita, setelah judul dan sebelum tubuh berita.
Teras berita menempati aline pertama harus mencerminkan pokok terpenting berita. Alinea pertama dapat terdiri dari satu kalimat atau lebih, sebaiknya jangan melebihi tiga kalimat. Jangan lebih dari 30-45 kata. Harus ditulis semenarik mungkin dan sebaik-baiknya sehingga mudah ditangkap dan cepat dipahami. Kalimat singkat,sederhana, jauhkan kata mubazir. Satu gagasan satu kalimat. Dibolehkan memuat lebih dari satu unsur 5W+1H.
Teknik Menulis Teras
Membuka teras dengan kalimat yang menonjolkan unsur yang paling aktual di dalam berita yang akan di tulis. Prinsip penulisan adalah satu gagasan satu kalimat.
Teras Berita Siapa (Who)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jum’at (14/1), mengeluarkan empat instruksi untuk penuntasan kasus hukum Bank century.
Teras Berita Apa (What)
Empat instruksi untuk penuntasan kasus hukum Bank century, dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jum’at (14/1).
Teras Berita Dimana (Where)
Dalam Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jum’at (14/1), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan empat  instruksi untuk penuntasan kasus hukum Bank Century.
Teras Berita Kapan (When)
Kemarin Jum’at (14/1), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,  mengeluarkan empat instruksi untuk penuntasan kasus hukum Bank century.
Teras Berita Mengapa (Why)
Untuk penuntasan kasus hukum Bank Century,  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengeluarkan empat instruksi, Jum’at (14/1).


Teras Berita Bagaimana (How)
Empat instruksi untuk penuntasan kasus hukum Bank Century, dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam Sidang Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jum’at (14/1).

Daftar Pustaka
Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia-Menulis Berita dan Feature- Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Kusumaningrat, Hikamat. Kusumaningrat, Purnama. 2007. Jurnalistik-Teori dan Praktek.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Modul Mata Kuliah Pengantar Jurnalistik Fisip Untag’45 Jakarta.
Modul Mata Kuliah Teknik Mencari dan Menulis Berita Fisip untag’45 Jakarta.  

Konvergensi Media : Tantangan Baru Media Massa


KONVERGENSI MEDIA : TANTANGAN BARU MEDIA MASSA
Oleh : Ali Sadikin[1]

A. PENDAHULUAN
Saya tahu bahwa setiap surat kabar dan saluran media sedang dalam pergumulan bagaimana merespon perubahan ini. Ada pula yang berjuang untuk tetap terbit…….Sukses anda sebagai sebuah industri merupakan hal penting bagi sukses demokrasi kita.( Presiden Obama, 2009 ).
Perkembangan teknologi komunikasi saat ini tumbuh dengan sangat pesat. Bahkan sifat temuannya sangat cepat, sehingga dapat menembus beberapa generasi sekaligus. Dahulu, sebelum teknologi komunikasi ditemukan, perlu beberapa generasi manusia untuk menemukan sebuah teknologi baru. Tetapi saat ini, satu, dua, tiga, bahkan empat generasi manusia dapat menikmati fasilitas teknologi yang sama. Di negara-negara barat bahkan peran sains lebih dominan ketimbang agama. Eksistensi agama telah terancam, keberadaannya terisolasi seiring dengan perambahan peran hegemonik sains yang dibarengi sekulerisasi. Masa-masa ini dapat disebut sebagai masa anomi ( kekacauan ) dalam sebuah proses penemuan teknologi komunikasi.
Kondisi tersebut tidak lepas dari kemajuan pemikiran manusia yang dimulai pada awal abad ke-20. Ditandai dengan munculnya aliran pemikiran positivisme yang dipelopori oleh August Comte ( 1798-1857 ). Aliran pemikiran ini mendominasi wacana ilmu pengetahuan dengan menetapkan kreteria-kreteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut ilmu pengetahuan yang benar.
Maka ilmu-ilmu tersebut harus memiliki pandangan positivisme dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, Objektif.  Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai. Kedua, Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang dapat diamati. Subtansi metafisis disingkirkan. Ketiga, Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati. Keempat, Naturalisme. Alam adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis.
Metode positivistik mengasumsikan bahwa objek-objek alam maupun manusia bergerak secara deterministik-mekanis. Prinsip bebas nilai membuat ilmuwan seperti robot-robot tak berperasaan.  Kekayaan pengalaman manusia menjadi fakta-fakta empiris. Semesta didesakralisasi.
Metode ini banyak mendapat kritik dan reaksi keras dari pemikiran filsafat alam simbol. Salah satunya adalah Ernest Cassier. Ia menyatakan manusia lebih dari sekedar benda mati yang bergerak semata-mata berdasarkan stimulan dan respon, rangsangan dan reaksi, sebab dan akibat ( behaviorisme ). Tapi manusia adalah mahluk yang memiliki sulstratum simbolis dalam benaknya. Sehingga mampu memberikan jarak antara rangsangan dan tanggapan. Distansiasi ( refleksi ) tersebut melahirkan apa yang disebut sistem-sistem simbolis. Seperti, ilmu pemgetahuan, seni, religi dan bahasa.
Kondisi ini membuat ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, termasuk teknologi telematika ( telekomunikasi, media dan informasi ). Istilah telematika bermula dari teknologi informasi ( information teknology ) atau IT. Telematika adalah penyebutan kelompok teknologi secara bersama-sama. Yaitu teknologi informasi yang digunakan dimedia massa sekaligus penggunaan teknologi komunikasi untuk mengirim informasi. Perkembangan terkini disebut teknologi multi media. Teknologi ini yang memungkinkan terjadinya konvergensi teknologi media, telekomunikasi dan komputer. ( Media Now, Straubhaar, 2009 ).

B. POSTMODERN
Postmodern adalah fase perkembangan masyarakat yang secara finansial, pengetahuan, relasi, dan semua prasyarat sebagai manusia modern telah terlampaui. Walaupun  terkadang ada sebagian masyarakat yang belum memiliki kemampuan tersebut tetapi telah memiliki ciri-ciri postmodern. Masyarakat postmodern ini memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang kelebihannya itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan mereka terhadap diri dan lingkungan sosial yang berbeda dengan masyarakat modern.
Jean francois Lyotard, seorang intelektual Perancis dalam bukunya The Postmodern Condition ( 1984 ) menyatakan, posmodernisme adalah periode dimana ketidakpercayaan pada narasi-narasi raksasa yang universal dan ensesialis semakin gencar. Kesatuan sejarah digeser dengan kemajemukan sejarah lokal yang tidak bisa diletakkan dibawah satu payung narasi rakasasa. Sifat menonjol dari masyarakat postmodern adalah :
  1. Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan mereka terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain dikerenakan kesibukan mereka dalam dunia usaha maupun bisnis diberbagai bidang. Orang sulit menemukan mereka pada satu tempat yang statis.
  2. Secara sosiologis mereka berada di titik nadir, antara struktur dan agen. Pada kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia mengekspresikan dirinya sebagai agen yang memproduksi struktur atau paling tidak agen yang terlepas dari strukturnya. Pribadi postmodern adalah pribadi yang secara permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka. Namun ini sesungguhnya adalah pilihan-pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi kebebasan pribadi orang-orang kosmopolitan.
  3. Manusia postmodern sangat menyukai dan menghargai privasi, dan mempunyai kegemaran yang mereka anggap melebihi dari apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka. Dengan demikian mereka mempunyai kegemaran spesifik yang aneh-aneh dan unik.
  4. Kehidupan masyarakat postmodern sangat menjujung kebebasan. Menjadikan mereka sangat sekuler, memiliki pemahaman tentang nilai-nilai sosial yang subjektif dan liberal. Sehingga cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama serta berbagai pandangan politik sekalipun. Termasuk kebutuhan mereka terhadap media massa sebagai sumber informasi.
Masyarakat postmodern terdeteksi dan dikenal pertama di Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an. Di Indonesia masyarakat postmodern dideteksi ada sejak tahun 1990-an. Sebenarnya posmodernisme tidak bisa dikonsepkan dalam satu definisi yang jelas. Mereka sangat anti dengan klaim kebenaran yang tunggal, tapi menghargai kebenaran-kebenaran partikular yang plural dan memandang pluralisme kuasa secara positif. Fokus gagasan dan gerekannya lebih spesifik pada perjuangan isu-isu kongkret, seperti kesetaraan gender, hak konsumen, hak suku terasing, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Masyarakat postmo inilah yang diidentifikasi dalam perkembangan media massa online secara alami  penyumbang terbesar terbentuknya apa yang disebut jurnalisme warga (citizen jurnalism ).

C. Dosa-dosa Media Massa
Menurut Danny Schechter, wartawan investigasi British Journalism Review ( Juni, 2009 ). Media massa atau pers Amerika Serikat punya andil besar atas terjadinya krisis finansial di AS.  Ada hubungan dialektika antara krisis finansial dan kegagalan pers. Media Amerika dianggap tidak mampu memberikan peringatan dini kepada publik, pers AS juga jarang melakukan investigasi terhadap penyimpangan dalam bisnis finansial yang sudah berlangsung dari tahun 2002 sampai 2007. Padahal pers AS menikmati keuntungan miliaran dollar AS dari belanja iklan yang digelontorkan industri finansial dan real estate. Tapi tidak ada sikap skeptis sedikitpun bagaimana uang itu diperoleh.
Walter Pincus, wartawan The Washington Post, menulis otokritik di Columbia Journalism Review ( Juni, 2009 ). Mengemukakan, manipulasi media massa mencapai tingkat tertinggi pada masa pemerintahan Presiden Bush. Banyak berita dari kegiatan public relations. Pers AS tidak kritis terhadap pemerintahan Bush saat membangun dukungan publik untuk menggulingkan Saddam Hussien. Padahal selain menelan korban ribuan jiwa, perang Irak juga menguras keuangan negara ratusan milliar dollar AS.
Industri surat kabar AS juga mempunyai ketergantungan yang akut pada iklan. Awalnya, pendapatan media AS ditopang dari pelanggan dan iklan. Tetapi komposisinya dari masa ke masa terus berubah. Hasil penelitian Robert G Picard ( Newspaper Research Journal, 2004 ) dengan gamblang mengungkapkan perubahan dramatis dalam bisnis surat kabar AS. Pada tahun 1880 pendapatan bisnis surat kabar berasal dari pelanggan dan iklan dengan proporsi yang sama. Pada abad ke-20 industri surat kabar berupaya meraih jumlah pelanggan lebih besar dengan harga produk rendah, maka pemdapatan iklan diupayakan meningkat. Lambat laun proporsi pendapatan dari iklan menggeser pendapatan surat kabar dari pelanggan. Penambahan modal industri surat kabar juga datang dari dana publik.
Memasuki abad ke-21, ketergantungan industri surat kabar menjadi kian besar pada industri periklanan. Proporsi ketergantungan terhadap pendapatan dari iklan mencapai lebih dari 80 persen. Absolutly power absolutly corrupt berlaku. Media tidak lagi bebas nilai dan merdeka dari para pemilik modal. Celakanya kita semua mengetahui oligarki para pemilik modal besar dan kekuasaan negara sangat sulit dipisahkan. Bahkan pemerintah dibanyak negara seperti tidak berdaya dan dikendalikan oleh corporate multi nasional. Perusahaan surat kabar berubah menjadi sangat berorientasi mengejar keuntungan dan berkompetisi menguasai pasar.
Ketergantungan media terhadap iklan telah lama menjadi perhatian pakar media, Robert Mc Chesney. Dalam bukunya The Problem of The Media : US Communication Politics In The 21 Century ( 2004 ), ia mengungkapkan bahaya komersialisasi berlebihan terhadap jurnalisme profesional. Dalam pusaran sistem ekonomi pasar bebas yang dianut AS, industri media menjadi salah satu industri yang penting. Namun tekanan ekonomi dan politik neoliberal yang cenderung dominan kerap mengalahkan pertimbangan etis yang melandasi praktik jurnalisme profesional.
Di Indonesia sendiri, bila kita amati banyak peristiwa, media kita cenderung pasif. Berita hanya bersifat informatif tanpa adanya investigasi mendalam. Tempo edisi terakhir menulis profil capres dan cawapres, tapi ulasannya tidak kritis. Hanya mengungkap hal-hal yang ringan misalnya masa kecil masing-masing tokoh. Soal harta kekayaan para kandidat tidak diungkap secara gamblang. Terutama harta-harta kandidat yang mantan pejabat negara atau yang masih menjabat. Dari mana harta kekayaan  SBY, Wiranto dan budiono yang notabene bukan pengusaha. Logikanya harta yang mereka miliki sekarang murni dari gaji sebagai pejabat atau mantan pejabat negara.  Orang awam juga tahu berapa gaji seorang jendral, menteri bahkan Presiden. Kalau dikalkulasi berapa gaji perbulan dengan masa jabatan mereka, sepertinya tidak masuk akal dengan jumlah kekayaan yang sekarang mereka miliki.
Soal dana kampanye, Bawaslu jelas-jelas mengatakan ada manipulasi antara jumlah dana yang dilaporkan ke KPU dengan realitas dilapangan. Tetapi tidak ada satupun media yang melakukan investigasi. Kita juga melihat bagaimana debat cappres-cawapres yang diselenggarakan KPU, pers kita hanya menjadi pelengkap saja. Hanya mampu menayangkan atau memberitakan, tanpa peran aktif sedikitpun. Padahal media adalah kekuatan keempat dalam sistem demokrasi. Jujur yang paling diuntungkan dalam sistem pemilu kita adalah media. Berapa ratus milliar dana yang masuk ke media untuk iklan capres dan cawapres. Apakah hal tersebut yang membuat pers kita mandul dan kehilangan daya kritis.
Di Amerika debat capres-cawapres moderatornya wartawan, dengan asumsi wartawan adalah mata dan telinga realitas dan fakta-fakta. Tetapi di Indonesia moderatornya akademisi. Kita tahu akademisi hanya berkutat dengan teori-teori yang terkadang sangat jauh dengan kondisi dilapanngan. Maka tak heran kalau acara debat monoton dan membosankan. Kalaupun ada kemajuan debat berikutnya tidak jauh dari acara talk show yang lebih menonjolkan sisi hiburan. Bisa jadi benar menurut pengamatan ahli lomunikasi massa, Sasa Djuarsa Sendjaya dari Universitas Indonesia, ia mengatakan dari empat fungsi sosial media massa, yang paling menonjol dilakukan media Indonesia adalah fungsi keempat yaitu hiburan. Sedangkan ketiga fungsi sosial media massa yang lain kurang mendapat perhatian.
Lebih jelas Prof. Burhan Bangin, dalam bukunya Sosiologi Komunikasi, mengatakan keperpihakan media kepada kapitalisme. Saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal. Dengan demikian media massa tidak bedanya dengan supermarket, pabrik kertas, pabrik uranium,  dan sebagainya. Semua elemen media massa, termasuk orang-orang media massa berfikir untuk melayani kapitalisnya. Ideologi mereka adalah membuat media massa yang laku dimasyarakat.
Keberpihakan media massa kepada masyarakat bersifat semu. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk “ menjual berita “ dan menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis. Kasus yang dapat dilihat dari keberpihakan seperti ini adalah umpamanya, pemberitaan Tsunami yang melanda Aceh, Nias dan sekitarnya dalam kemasan berita “ Indonesia Menangis “ dan semacamnya yang terus menerus di ekspose bahkan sampai pada sisi yang telah meninggalkan hak-hak sumber berita. Begitu pula fenomena reality show semacam bedah rumah, rezeki nomplok dan sebagainya. Acara semacam AFI, KDI dan Indonesia Idol, yang mengekspos kesedihan dan air mata. Acara semacam derap hukum, kriminal dan  berbagai sinetron yang mengumbar impati, simpati dan kontroversi.
Memang slogan-slogan tentang  visi media massa yang menggaungkan keberpihakan kepada kepentingan umum masih terdengar. Namun visi tersebut pada akhir-akhir ini tak pernah lagi menunjukkan jati dirinya. Padahal bentuk keberpihakkan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa.
Secara sistematis Paul Johnson, jurnalis dan ahli sejarah Amerika mengidentifikasi ada 7 desa-dosa media massa ( seven deadly sins jurnalism ), yaitu :
1. Distorsi informasi.
Biasanya dilakukan wartawan dengan menambah atau mengurangi informasi, baik opini maupun fakta, sehingga tidak lagi sesuai dengan sumbernya.
2. Dramatisasi fakta palsu.
Hal tersebut dilakukan wartawan atau media secara naratif ( dalam bentuk kata-kata ), penyajian fota/gambar dengan tujuan membangun citra negatif terhadap suatu pemberitaaan. Media televisi dilakukan dengan teknik pengambilan gambar dan sound-effek yang sesuai dengan tujuan penyampaian berita.
3. Mengganggu Privasi.
Biasanya korban selebriti atau publik figur ( pejabat, tokoh masyarakat ) yang tengah terlibat atau keluarganya terlibat kasus. Dalam peliputan wawancara pers mneggunakan segala cara untuk mendapatkan informasi, menggunakan kamera pengintai atau wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat pribadi.
4. Pembunuhan karakter.
Praktek ini dilakukan untuk mrngeksploitasi, menggambarkan, atau menonjolkan sisi gelap narasumber, dan mengesampingkan sisi baiknya.
5. Eksploitasi Seks.
Sering dilakukan pers dalam pemberitaan, dengan cara menempatkan berita wanita atau hal-hal yang berbau seksual dihalaman depan dengan tulisan bermuatan seks.
6. Meracuni Pikiran Anak-anak.
Menempatkan fibur anak-anak pada berbagai macam produk atau isu pemberitaan.
7. Penyalahgunaan Kekuasaan.
Abuse of power biasanya terjadi pada pemegang kontrol kebijakan editorial pemberitaan. Mereka memuat berita untuk kepentingan bisnis atau kelompok penguasa tertentu.
Eni Setiati, ( 2005 : 77-79 ), mengatakan ada 12 penyimpangan yang kerap dilakukan media massa, antara lain :
1.    Memelintir bahasa  menggunakan bahasa sensional dan bombastis, teknik jurnalisme omongan, dan mengutip sember yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2.    Mencampuradukan realita dan kepalsuan ( pseudosophy ).
3.    Awal kekuasaan Orde Baru, pemerintah menerbitakan Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha untuk mengobarkan propaganda kepada rakyat terhadap kelompok PKI, wartawan dan media bungkam pada saat menerima pengarahan dan kebohongan versi militer yang diarahkan pemerintah.
4.    Era Orde baru, redaksi media massa kerap dijuluki pers Pancasila, kala itu jajaran pemimpin redaksi menjalankan pesan/amanat dari Departemen Penerangan dan Mabes ABRI dalam menjalankan isi redaksionalnya.
5.    Dalam konflik elit, media menggunakan teknik jurnalisme omongan dan jurnalisme kekerasan dlam pemberitaannya, sehingga mengacaukan persepsi terhadap realitas kebenaran. Memeng hal tersebut mengandung nilai berita tinggi, tetapi penggambaran kekerasan atau konflik dapat memancing emosi masyarakat. Jangan karena untuk menyenangkan target audiens dan opini publik, media melupakan fanatisme sosial yang mudah memicu konflik yang lebih luas.
6.    Menampilkan headline dan judul berita yang berbeda ( misleading ) dengan isi berita sehingga tidak sesuai dengan kenyataan.
7.    Melakukan dramatisasi fakta dengan tujuan mengobarkan kebencian dan permusuhan didalam masyarakat.
8.    Mengutip pernyataan narasumber yang kontroversial, yang bisa menimbulkan konflik terbuka.
9.    Memunculkan efek dari kata-kata bermakna ganda yang membingungkan pembaca.
10. Tidak objektif dalam pemberitaan.
11. Media sering dijadikan corong pengungkapan berita tertentu untuk kepentingan pemilik modal media massa yang bersangkutan.
12. Media terlalu menghamba terhadap selera pasar, padahal kemerdekaan sesungguhnya ada pada mereka.

D. TANTANGAN MEDIA MASSA
Sejarah panjang perjalanan media massa di dunia mencatat, tantangan media massa dari zaman ke zaman mengalami pasang surut. Bagaiman kita mengetahui dalam abad pertengahan di Eropa, kehidupan media terkungkung oleh kekuasaan pemerintah monarki yang absolut. Abad 16 adalah abad kegelapan, dimana kekuasaan tentang kebenaran hanya di miliki oleh segelintir orang bijaksana, dan media harus mejadi corong-corong kekuasaan absolut tanpa kritik ( Authoritarian Theory ). Teori pers otoriter ini berinkarnasi pasca revolusi Oktober 1917 di Uni Soviet dengan kemasan yang berbeda tapi dengan isi yang sama. Akarnya adalah kekuasaan yang otoriter dalam bentuk partai Komunis. Pers harus melayani dan menjadi alat kekuasaan partai tanpa kebebasan.
Di Indonesia, media massa jaman Orde Lama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa, kehidupan pers kita tumbuh didalam kungkungan sistem pers otoriter yang terselubung. Berita tidak lagi semata-mata menarik, tetapi harus memiliki tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa untuk menyelesaikan revolusi nasional. Di samping diberlakukanya lembaga SIT ( Surat Izin Tjetak ), pembredelan dan pembrangusan terus berjalan terhadap penerbitan-penerbitan pers yang tidak sejalan dengan politik pemerintah. Selama sistem demokrasi terpimpin dibawah kekuasaan Soekarno, kebebasan pers benar-benar terpasung. Kebebasan pers hanya merupakan angan-angan, setiap harinya surat kabar hanya memuat pidato-pidato para pejabat. Politik seakan-akan wilayah yang hanya boleh dijamah dengan kepala tertunduk. Jika suatu berita politik dianggap tidak menguntungkan pemerintah, bisa saja berita tersebut dikategorikan sebagai anti revolusi, mengancam keselamatan negara, atau subversif.
Jaman Orde Baru dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, kehidupan pers Indonesia berubah dari sistem pers otoriter terselebung menjadi sistem pers otoriter yang terang-terangan. Pers kita terpasung dan menjadi “ Pak Turut “. Orde Baru membuat rambu-rambu untuk membatasi kebebasan pers seperti SIUPP ( Surat Izin Untuk Penerbitan Pers ) untuk penerbitan pers dan sensor terhadap pemberitaan pers. Tidak cukup sampai disitu saja, pers kita juga dihantui praktek instansi militer yang sewaktu-waktu “ meminta “ ditangguhkannya pemuatan berita hanya melalui telepon. Jika suatu media tidak memetuhi “ permintaan “ ini, maka pemerintah dapat mencabut SIUPP media bersangkutan. Dibawah rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia benar-benar menganut siaten pers otoriter yang keras sekeras pemerintah rezim sebelumnya.
Sekarang jaman telah berubah,” wind of the change” ( angin perubahan ) telah memberi nafas kebebasan bagi media massa di Indonsia. Akan tetapi pers kita bukannya tidak punya tantangan, kedepan justru tantangan media massa di Indonesia, bahkan diseluruh penjuru dunia semakin berat dan kompleks. Ada beberapa tantangan bagi perkembangan media massa kedepan. Kita katogerikan dalam beberapa identifikasi, yaitu :
  1. Perubahan Sosial dan Budaya massa
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau dipengaruhi unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan nilai sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan nilai sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami perubahan.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek  sebagai berikut, perubahan pola pikir masyarakat, perilaku masyarakat dan perubahan budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya  yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru yang dianut masyarakat sebagai sebuah sikap modern, bahkan postmodern. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, teknologi, termasuk teknologi informasi dan sebagainya.
Dalam teori komunikasi massa, ada teori yang populer yang disebut Hypodermic Needle Theory, yaitu kondisi yang memposisikan media massa sebagai sesuatu yang sangat kuat pengaruhnya kepada audiens. Lebih lanjut teori ini mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap lebih pintar dari audiens. Cara kerja media massa dalam menyajikan informasi secara langsung dan kuat memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri khalayak. Teori ini juga dikenal sebagai teori peluru ( bullet theory ), artinya pesan yang dikirim media massa akan mengenai sasaran yakni penerima pesan, seperti peluru yang mengenai sasaran.
Para peneliti ilmu sosial di masa yang lalu sangat meyakini teori ini sangat efektif untuk mengendalikan massa. Audiens bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkan media massa. Teori ini juga mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media. Jasson dan Anne Hill (1997 ), mengatakan, media massa dalam teori Jarum Hipordemik mempunyai efek langsung “ disuntikan “kedalam ketidaksadaran audiens. Posisi media dianggap sebagai kekuatan aktif yang powerfull dan khalayak dalam posisi pasif.
Perubahan sosial masyarakat yang begitu cepat dan massif seperti yang dijelaskan diatas, sangat keliru jika praktisi media massa masih bersikukuh memegang asumsi teori hipormedik. Secara teori Herber Blumer dan Elihu Katz dalam bukunya The Uses on Mass Communications : Current Perspective on Grafication Reseach ( 1974 ), mengenalkan Uses and Gratification Theory sebagai antitesa dari teori Hipordemik.
Teori ini mengatakan bahwa pengguna media massa memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media massa, khalayak adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Audiens berusaha mencari sumber media yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Uses and Gratification atau kegunaan dan kepuasan mengasumsikan pengguna mempunyai pilihan-pilihan alternatif media mana yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Teori usus and gratification lebih menekankan pendekatan manusiawi  dalam melihat media massa. Manusia mempunyai otonom, wewenang, kemerdekaan untuk memperlakukan media massa. Blumer dan Katz percaya banyak jalan dan beribu alasan bagi khalayak mempunyai kebebasan untuk memilih, memilah dan  menggunakan media massa dan bagaimana dampaknya bagi mereka sesuai dengan kepuasan dan kebutuhannya.
 Dalam sebuah seminar tentang media dan komunikasi di era digital yang diselenggarakan “ Australian Education International “ Kedubes Australia di Jakarta, kamis 22 mei 2008, dan dihadiri lebih dari 160 akademisi, pakar, perwakilan kalangan profesional. Pembicara Prof. Lynette Sheridan Burns mengatakan “ Saat ini pemirsa tidak lagi merasa puas hanya menerima informasi. Mereka ingin berinteraksi  dan melakukan hal tersebut secara serentak ( real time ) dengan menggunakan teknologi bergerak “. Selanjumya Ketua Jurusan Komunikasi Universitas Sidney Barat menambahkan, “ Transformasi ini berarti kita berpindah dari zaman transmisi satu arah ke zaman baru perbincangan dua arah dan mengubah sifat serta tujuan komunikasi itu sendiri “.
  1. Perkembangan Teknologi Media Massa
Belum banyak buku yang secara implisit era terakhir sejarah evolusi teknologi informasi. Faktanya fenomena perkembangan dibidang teknologi informasi ( komputer dan telekomunikasi ) sejak pertengahan 1980-an sangat pesatnya.  Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan seperti sekarang ini.
Ibarat biji pohon ajaib yang ditanam tiba-tiba tumbuh membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang. Para ahli kesulitan untuk menemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an, mereka hanya mampu menyimpulkan fakta bahwa :
a.    Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaanya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan negara tidak dikenal dalam dunia maya. Maka dunia ini sekarang disebut the global villlage, sebuah desa global atau desa besar yang penghuninya saling kenal dan saling menyapa satu sama lain.
b.    Kenyataan bahwa lingkungan bisnis sering berubah dan perkembangannya sangat dinamis, hal yang paling memusingkan kepala para pimpinan dan manajemen perusahaan. Kompetisi menjadi sangat ketat, ditambah faktor eksternal lain, seperti politik ( demokrasi ), ekonomi ( krisis ), dan sosial budaya ( reformasi ), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati oleh perusahaan.  Contoh undang-undang ITE,  RUU  Rahasia Negara yang sedang digarap oleh DPR. Secara operasional, hal ini sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
Straubhaar ( 2009 ) dalam bukunya Media Now, yang dikutip Kompas menunjukkan fenomena terkini dari perkembangan media, antara lain ditandai kehadiran teknologi multimedia. Perkembangan inovatif  bidang TI dan komunikasi bukan hanya menantang produk dan layanan yang lebih dulu ada dipasar. Teknologi ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat, termasuk dalam pola konsumsi media, seperti beralihnya pembaca surat kabar cetak ke media online. Media baru ini bukan hanya lebih mudah diakses tetapi juga lebih murah serta cepat karena dapat diakses lewat telepon seluler.
Dari data yang dirilis Newspaper Association of Amerika pada tahun 2008, terjadi kenaikan jumlah pengunjung surat kabar online 12,1 persen. Pada tahun 2007 jumlah pengunjung surat kabar online 60 juta dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 67,3 juta. Situs surat kabar nama besar yang paling banyak diakses, seperti The New York Times, USA Today, The Washington Post.
3. Krisis Finansial Global
Badai krisis keuangan di Amerika Serikat sejak tahun 2007, berkembang menjadi krisis ekonomi global, telah menyeret industri surat kabar negara itu menjadi bangkrut. Stop terbit, pengurangan tenaga kerja, redesain pun terjadi. PHK besar-besaran tidak dapat dihindarkan, dari Juni 2007 hingga Mei 2009 jumlah karyawan yang kena PHK telah mencapai 28.177 orang.
Krisis ekonomi juga menghantam industri periklanan, ironisnya periklanan selama ini menjadi tulang punggung keuangan surat kabar. Pada tahun 2006 jumlah total pendapatan iklan industri surat kabar di Amerika mencapai 49,5 miliar dolar AS, tahun 2008 anjlok 23 persen menjadi 38 miliar dolar AS. Nilai saham perusahaan surat kabar di bursa saham juga melorot dratis.
Media online Vivanews tanggal 17 Maret 2009, merilis satu lagi surat kabar AS tumbang terkena badai krisis ekonomi. Harian The Seatlle Post-Intelligencer, Senin 16 Maret 2009 mengumumkan mereka akan menerbitkan edisi cetak terakhir Selasa 17 Maret 2009 waktu setempat dan selanjutnya hanya terbit lewat internet. Surat kabar yang berdiri 1863 dengan nama Seatlle Gazette oplah hariannya mencapai 114.000 eksemplar. Harian ini menyatakan terpaksa menghentikan peredaran edisi cetaknya karena terus merugi sejak tahun 2000 dan kehilangan US$ 14 juta pada tahun 2008.
“ Post-Intelligencer akan menjadi media cetak terbesar AS yang berubah ke edisi online, “ kata pengelola dalam halaman resminya seperti yang dikutip harian The Straits Times edisi Selasa, 17 Maret 2009. Seperti harian AS lainnya, Post-intelligencer berjuang mengatasi kehilangan pendapatan dari iklan, penurunan sirkulasi, dan pembaca yang beralih ke media gratis selama beberapa tahun terakhir. Kompas edisi Minggu 28 Juni 2009, memberitakan kabar terakhir dari manajemen The Boston Globe tengah berunding dengan serikat pekerja terkait rencana pemotongan gaji karyawannya.

E. KONVERGENSI MEDIA SUATU KENISCAYAAN
Prof. Sasa Djuarsa, PhD. Guru Besar tetap FISIP UI yang juga anggota Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI ) dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar mengatakan dunia komunikasi Indonesia saat ini sedang dalam tahapan memasuki era baru yakni era konvergensi dan media baru. Konvergensi yang menghasilkan berbagai ragam media baru dan digital merupakan perpaduan tiga elemen sarana komunikasi yaitu jaringan komunikasi, komputer / teknologi informasi dan isi informasi dan media digital, atau yang lebih dikenal sebagai 3Cs yakni comunication Networks, Computing/Information Technology, Digitized Media and Information Content.
Dengan adanya era konvergensi dan aplikasi media baru ini akan membawa perubahan besar terhadap pola dan perilaku komunikasi masyarakat dalam konteks kehidupan individual, sosial budaya, ekonomi dan bisnis serta politik. Untuk itu, memasuki tahapan aplikasi konvergensi dan media baru ini diperlukan panataan kembali kebijakan dan regulasi komunikasi nasional.
Terobosan perlu dilakukan dengan cara melakukan konvergensi di dua bidang, hukum dan kelembagaan. Di bidang hukum adalah dengan mengintegrasikan berbagai produk hukum dan peraturan yang ada, kedalam satu kesatuan produk hukun yang komprehensif dan terpadu untuk menghilangkan adanya ketidakkonsistenan dan ketidakselarasan regulasi. Sedangkan konvergensi di bidang kelembagaan adalah dengan cara mengintegrasikan berbagai lembaga dan instansi negara yang mengatur bidang komunikasi dan media menjadi satu lembaga.
Sebelum lebih jauh, yang di maksud konvergensi harafiahnya adalah dua benda atau lebih bertemu/bersatu di suatu titik; pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat. Secara umum konvergensi adalah penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta informasi ( ICTS- Information and Comunication technology and Service ).
Dalam dunia media, konvergensi menjadi sesuatu yang tak terelakkan, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang tak terbendung memunculkan tren baru di dunia industri media massa. Hadir beragam media yang menggabungkan beberapa perusahaan media menjadi satu.
Ada beberapa kategori konvergensi yang telah dilakukan perusahaan media massa atau yang harus dilakukan di masa-masa mendatang dalam rangka tetap menjaga eksistensi media tersebut maupun pengembangan bisnis industri media yang lebih maju dan mengikuti perkembangan zaman. Salah satu cara dalam mempertahankan dan mengembangkan kekuatan dalam bisnis media adalah dengan cara melakukan konsolidasi antar perusahaan yang prakteknya adalah konvergensi.
Tahun 2005 Philip Meyer mengeluarkan pernyataan, media cetak akan mati pada tahun 2042, tapi tidak akan terjadi jika media cetak menghentikan arogansinya dan memberikan perhatian pada kebutuhan masyarakat khususnya anak muda, sanggah Rupert Murdoch yang di amini oleh Noam Chomsky. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi adalah komplementer dalam upayanya semakin memaksimalkan misi utama media massa, mencerahkan kehidupan masyarakat.
Yang perlu diubah adalah cara kerja taken for granted. Business as usual perlu dibesut menjadi semangat kerja menang perang dan menjadi yang pertama. Jurnalisme masa depan adalah jurnalisme multie media. Cara bermedia harus berubah. Priodisitas yang menjadi milik dan ciri khas media cetak perlu diterobos lewat kedalaman dan kekhasan peliputan. News bukan laporan kejadian, tetapi breaking news in the making, yang sekarang dimakan media elektronik, apalagi media digital, dalam media cetak harus dikonstruksi dengan kedalaman, kelengkapan, mendudukan soal dan pengayaan nuansa.
S T Sularto menyampaikan strategi media massa ke depan dengan istilah strategi 3 M. Strategi yang dikembangkan dalam upaya sinergik media cetak, media elektronik, dan digital. Pertama, multimedia, upaya mempresentasikan informasi lewat teks, gambar, grafik, video, animasi, dan audio berkembang menjadi bentuk kedua yakni multichannel,adalah memaksimalkan kelebihan teknologi informasi untuk menjangkau khalayak lebih luas dengan berbagai sambungan/kanal yang bisa mendistribusikan informasi secara fisik dan non fisik. Ketiga, multiplatform, adalah upaya berupa sarana atau alat untuk mengkonsumsi informasi, seperti kertas, TV, komputer dan ponsel.
Dari catatan yang kami peroleh dari berbagai sumber, konvergensi media massa di Indonesia bisa kita kemukakan. Ada tiga tipe umum merger dalan industri media, yaitu merger horisontal, merger vertikal dan conglomerate merger. Merger horisontal terjadi ketika perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri dan pasar yang sama bersatu. Merger vertikal terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang berbeda tingkat produksinya bersatu dan conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang berbeda jenisnya bersatu.
Selanjutnya keberhasilan perusahaan media akan ditentukan oleh proses yang menyangkut tiga hal yaitu proses integrasi, diversifikasi dan juga internasianalisasi. Di Indonesia, contoh yang paling mudah untuk memahami proses integrasi vertikal adalah bagaimana femina group yang memiliki anak-anak perusahaan yang memproduksi majalah-majalah seperti femina, gadis, ayah bunda, dewi, FIT, Citacinta, Pesona, seventeen dan lain-lain. Hal tersebut  juga  dilakukan oleh Grup Jawa Post.
Begitu juga yang terjadi pada media penyiaran Indonesia, bisa kita lihat proses integrasi vertikal juga terjadi. Contohnya mengelompoknya RCTI, TPI, dan Global TV dibawah satu payung MNC ( PT. Media Nusantara Citra ). Kelompok Grup Bakri dengan bendera PT. Bakrie Brothers membawahi ANTV dan Lativi. Selanjutnya Grup PARA dengan mengusung PT. Trans Corpora membawahi Trans TV dan Trans 7.
Proses selanjutnya adalah diversifikasi, yaitu penyatuan medium-medium komunikasi dalam satu perusahaan dengan maksud proses konsolidasi dari bermacam-macam perusahaan dalam medium yang berbeda untuk memperkecil efek dan resesi sektor-sektor tertentu. Contohnya adalah perusahaan TV memiliki media cetak dan rumah produksi sendiri, semacam RCTI dan koran Seputar Indonesia.
Proses selanjutnya adalah Internasionalisasi, yaitu perusahaan media melibatkan kegiatan ekspor dan juga investasi asing dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh adalah media asing yang menjual franchisenya ke negara lain. Misal majalah Times, Play Boy dan sebagainya.
Ninok Leksono redaktur harian Kompas mengatakan CEO media harus berfikir bisnis multimedia, perilaku manajemen adalah mengubah orientasi bisnis yang semula misalnya, di dominasi devisi media cetak, radio, televisi, juga online, ke depan tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Para praktisi bisnis media membutuhkan manajemen yang mampu mengkonvergensikan divisi bisnis medianya. Konvergensi media dengan memanfaatkan teknologi multimedia menjadi keniscyaan yang tidak bisa di tolak. Integrasi antara media cetak, layar televisi, internet, dan telepon selular merupakan peluang bisnis yang besar di masa depan.
Perilaku sumber daya manusia mulai dari distribusi sampai redaksi harus berubah.  Untuk jurnalis new media tuntutan deadline bukan lagi menjelang koran akan dicetak, tapi continuous deadline. Ketika mendapatkan berita jam tujuh pagi, saat itu juga dilaporkan. Tidak perlu ke kantor atau menunggu jam sembilan malam. Yang tak kalah pentingnya adalah kecepatan dan didukung akurasi beritanya.
Lebih jelas mengenai sumber daya manusia ke depan yang di butuhkan industri media massa, menurut Seokartono. SIP. M.Si, dosen FISIP UNTAG 45 Jakarta merumuskan sebagai berikut, :
Para jurnalis dan praktisi media harus mampu memahami, menguasai dan berkiprah aktif dalam jenis media baru. Juga dibutuhkan para jurnalis yang tahan mental, tanggap terhadap lingkungan, berwawasan luas, dan sekaligus mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan yang cepat yang menjadi fenomena anomali teknologi komunikasi dan informasi.  Intinya jurnalis new media dituntut memiliki daya adaptasi dan daya kompetisi yang tinggi. Charles Darwin dalam teori evolusi menyatakan “ Bukan yang terkuat yang akan menang, tetapi yang mampu dan cepat beradaptasi dialah yang akan bertahan.”
Konvergensi media juga membuat pekerjaan rumah bagi pemerintah sebagai regulator untuk segera membuat undang-undang  agar ada kepastian dan jaminan yang jelas bagi industri new media. Mengingat perkembangan teknologi begitu pesatnya dan pada kenyataan regulasi selalu ketinggalan. Persoalan konvergensi media juga begitu kompleks karena melibatkan industri komputer, komunikasi dan media massa. Proses regulasi tidak bisa dilakukan secara gegabah. Dibutuhkan regulasi yang bersifat integral dan tidak berdiri sendiri-sendiri.
Idealnya, semua aspek yang menyangkut dan terkait dengan digitalisasi dan konvergensi dimasukkan dalam peraturan ini, selain itu juga perlu disinergikan aturan-aturan yang terkait dengan konvergensi media , seperti UU Perlindungan Konsumen, UU Hak Cipta, UU ITE, UU Penyiaran, UU Pokok Pers, Perpu Anti Teoris, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi dan RUU Rahasia Negara yang sekarang sedang di godok DPR.
Menurut Menkominfo M Nuh, pemerintah akan menggagas penggabungan tiga undang-undang sebagai langkah untuk menyikapi bentuk konvergensi media saat ini. Ketiga undang-undang tersebut adalah UU Telekomunikasi, UU Pers dan UU Penyiaran. Hal ini dilakukan karena tren di dunia media massa sudah mengarah ke konsep multimedia. Dahulu, UU Pers hanya terkait dengan media cetak, dan UU Penyiaran terkait dengan masalah broadcast, namun karena adanya konvergensi tersebut, maka di masa yang akan datang akan menjadi satu kesatuan undang-undang.
Agar tidak menjadi ajang perebutan kekuasaan, menurut Ir Heru Sutadi, pengamat telematika Universitas Indonesia. Antara pemerintah, publik dan pasar, perlu dibentuk semacam komisi independen yang membuat aturan main, menjadi pengawas serta mendorong keterlibatan semua elemen untuk bersama menjawab persaingan industri informasi di masa depan. Hal itu agar tidak ada regulator yang sekaligus ikut dalam persaingan dan pihak tertentu terlalu terbebani misi yang berat ini. Gambaran ideal dari hubungan tiga aktor konvergensi ( negara, pasar dan masyarakat ) ini mestinya berlangsung secara harmonis dan seimbang.
 Jangan sampai ada salah satu pihak yang mendominasi yang lain, misalnya media konvergen cenderung mendominasi masyarakat, sementara masyarakat tidak punya pilihan lain selain menerima apa adanya tampilan-tampilan yang ada pada media. Bagaimanapun regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar teknologi komunikasi baru tidak menjadi instrumen degradasi moral atau menjadi alat kekuasaan untuk menidurkan kesadaran orang banyak. Regulasi sangat diperlukan untuk mengawal nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antar manusia itu sendiri.
Senator Amerika Serikat, Benjamin L Cardin mengatakan, “ kita perlu menyelamatkan komunitas surat kabar kita dan jurnalisme investigatif yang mereka lakukan.” Akhirnya kita sepakat dengan Presiden Obama, sukses industri media adalah hal yang penting bagi suksesnya demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature. Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Kusumaningrat, Hikmat. Kusumaningrat, Purnama. 2007. Jurnalistik : Teori dan Praktek. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Setiati, Eni, 2005. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Strategi Wartawan Menghadapi Tugas Jurnalistik. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Kompas, 28 Juni 2009, hlm 1-15 “ Pelajaran di Tengah Prahara.”

Kompas, 28 Juni 2009, hlm 11, “ Peran Hegemoni Sains atas Agama.”

Kompas, 29 Juni 2009, hlm 7, “ 44 Tahun Kompas Strategi 3 M, Sebuah Keniscayaan.”

Kompas, 30 Juni 2009, hlm 11, “ Publik Harus Waspada, Jangan Sampai Kontroversi  UU ITE Terulang Pada RUU RN.”

Kompas, 16 Juni 2009, hlm 5,” Gelapnya Dana Kampanye.”

Seputar Indonesia. 30 Juni 2009, hlm 2, “ Pilpres Satu Putaran.”

Tempointeraktif.com- Era Media Baru Sudah di Depan Mata.

Koranpakoles.com-Revolusi Akbar Konvergensi Media.

Sakola-Sukron. Blogspot.com- Media Konvergensi dan Tradisi Keaksaraan.

Radix.students-blog.undip.ac.ud-Konvergensi.

Huruf.blog.friendster.com-Konvergensi Media massa.

Dunia.vivanews.com-Satu Lagi Koran di AS Segera Tutup Usia.

Kompas Cyber Media – Konvergensi, Kata Kunci Masa Depan.

Kabarindonesia.com-Sikapi Konvergensi Media, Pemerintah Akan Gabungkan 3 UU.

Mediaindo.co.id- Rektor UI Kukuhkan Dua guru Besar.

Aptel.depkominfo.go.id – Teknologi Sapu Jagat Telepon Genggam Cermin Konvergensi.

www.waena.orgKonvergensi Industri Media Cetak.

Soekartono-Bahan Ajar ( 3 ), Internet dan Online Jurnalism In Indonesia.

Duniaesai.com – Krisis Media Dalam Perspektif Konvergensi Telematika : Wacana Media Untuk Penyempurnaan UU Pers.








   

           


[1] Ali Sadikin Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Mercubuana, Mantan Ketua umum HMI Jakarta.