Minggu, 20 Februari 2011

SBY, BINTANG YANG TAK SEMPURNA


SBY, BINTANG YANG TAK SEMPURNA
Ini sepenggal kisah kegagalan seorang anak manusia bernama SBY dalam karier militernya, disarikan dari buku “SBY Sang Demokrat, Usamah Hisyam, 2004.”

            “ Dalam perjalanan hidup saya, inilah berita kedua yang membuat saya terpukul sekali. Pertama adalah, ketika saya sebagai anak tunggal saya harus menghadapi realitas perceraian orang tua saya. Dan kedua, pada saat Presiden Abdurrahman Wahid meminta saya menjadi Menteri. Dengan menjadi Menteri, saya harus pensiun lima tahun lebih cepat dari TNI. Saya benar-benar terpukul dan sangat sedih “. ( SBY Sang Demokrat, Usamah Hisyam, hal 19, Maret 2004 ).
SBY, Presiden Indonesia pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat pada Pilpres 2004. Orang nomor satu dan paling berkuasa di Republik ini hingga 2014 nanti. Bukanlah sosok yang selalu berhasil dalam mengejar impiannya. Obsesinya pernah kandas di kemiliteran.
            Padahal lelaki gagah kelahiran Pacitan Jawa Timur 9 Septermber 1949 ini adalah peraih penghargaan Adhi Mahayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Militer Angkatan 73. Tercatat ada tujuh penghargaan yang diterimanya semasih mengikuti pendidikan militer di Akmil Magelang. Juga lima penghargaan, dua tanda kehormatan militer dan dua belas bintang jasa.
            Nama Susilo Bambang Yudhoyono putra pasangan R. Soekotjo dan Siti Habibah ini punya arti luar biasa.“ Seorang yang punya kesetiaan lebih dan berhasil memenangkan setiap peperangan “.  Terbukti sejak lulus Akmil 1973, dengan  pangkat Letnan Dua, ia langsung ditempatkan di kesatuan elit Kostrad. Yaitu Brigade Infantri Lintas Udara 17/ Kujang I sebagai Komandan Peleton tiga kompi senapan A. Batalyon Lintas Udara 330/ Tri Dharma Putra, yang berkedudukan di Dayeuhkolot.
Karier militer SBY terus meroket seiring berjalannya waktu dan penugasan. Baik sebagai komandan tempur maupun teritorial. Berturut-turut  Komandan Kompi, Komandan Batalyon, Komandan Brigade, Komandan Korem, Kepala Staf  Kodam dan Panglima Kodam II/ Sriwijaya. Terakhir sebagai Kepala Staf Teritorial ( Kaster ) TNI tahun 1998-1999.
            Kisah ini dimulai, SBY,  ”the rising star, soldier of fortune, prajurit yang selalu menang dalam setiap peperangan” merasa terpukul perasaanya. Gelisah, sedih berkecamuk. Penyebabnya adalah obsesi SBY menggapai posisi sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pupus sudah.  Ia terpaksa memasuki masa pensiun dengan menyandang pangkat Jendral berbintang tiga.
            Adalah  Gus Dur, Presiden hasil Sidang Umum MPR 1999. Meminta SBY menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di Kabinet Persatuan Nasional. Ini artinya karier militer SBY  berakhir. Ia tidak hanya gagal menjadi KSAD, tetapi juga harus pensiun dari dinas kemiliteran lima tahun lebih cepat.
SBY nyaris tidak mengeluarkan kata-kata, hati dan pikirannya gundah gelisah, bibirnya terkatup rapat. Guratan wajahnya yang halus berubah mengeras, dahinya mengerut, tatapan matanya kosong. Bagaimana tidak, sebagai  Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI,  SBY dua tahun terakhir  menjadi motor penggerak reformasi internal TNI. Salah satu wujud implementasi reformasi TNI adalah mengembalikan profesionalisme prajurit. 
            Bahkan setelah Sidang Umum MPR, Menhankam/Pangab saat itu,  Jenderal Wiranto  memanggil SBY. Bersama Wakil  Panglima TNI Laksamana Widodo AS, SBY menghadap Wiranto. “ Saya akan segera meninggalkan TNI, dan mendapatkan tugas lain  Laksamana Widodo AS akan dipromosikan menjadi Panglima TNI ”, kata Wiranto.
            Wiranto juga menyampaikan  rencana pergantian KSAD Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo.” Karena Anda Letnan Jenderal yang paling siap, Anda akan saya tugaskan menjadi KSAD,” kata Wiranto kepada SBY. Sebagai prajurit profesional  SBY merasa bangga bila menjadi KSAD. Tiada kebahagiaan dan kepuasan lain bagi seorang prajurit, kecuali mengabdikan sepenuhnya di satuan hingga menjadi Kepala Staf Angkatan.
            Namun apa daya, skenario  Mabes ABRI, porak poranda di tangan Gus Dur. Obsesi SBY untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, terkubur dalam-dalam. Gus Dur sebagai Presiden ternyata  punya pertimbangan dan pilihan lain.
            Awalnya, SBY mendapat informasi itu dari rekannya sesama Jenderal. “ Anda tidak menjadi KSAD, Presiden meminta Anda menjadi Menteri Pertambangan,” kata koleganya lewat telepon. Untuk memastikan informasi tersebut, SBY segera menghubungi Jenderal Wiranto, tapi tidak mendapat penjelasan pasti.
            Maka  SBY menelepon Wakil Panglima TNI Laksamana Widodo AS. Ia menanyakan informas yang sama. ”Benarlah dik, Presiden meminta Anda menjadi Menteri,” kata  Widodo. SBY bertambah ” shock ” mendengar jawaban tersebut.
            SBY langsung menghadap Panglima TNI dan kembali menanyakan informasi tersebut. Jenderal Wiranto membenarkan bahwa Presiden menghendaki SBY masuk kabinet.” Saya mohon, Bapak Panglima dapat membantu saya memberikan masukan kepada Presiden, kalau boleh saya mohon untuk tetap berdinas di militer saja. Tidak usah menjadi menteri,” papar SBY kepada Wiranto.
            Mengenang peristiwa itu, SBY mengisahkan,” saya terkejut mendengar informasi akan menjadi Mentaben. Sebagai prajurit , saya tidak dapat menolak, dan tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali menerima penugasan tersebut. Seluruh peluang saya untuk mengabdikan diri kepada TNI secara paripurna hingga masa pensiun hilang sepenuhnya. Saya benar-benar terpukul dan sedih, karena dengan menjadi menteri berarti harus pensiun lima tahun lebih cepat, saya tidak bisa berbuat lebih banyak untuk TNI AD dan juga TNI secara keseluruhan. Dengan berat hati, saya harus meninggalkan TNI. Inilah yang membuat saya sangat sedih.”
            SBY kemudian menghubungi bapaknya di Pacitan. “ Rasanya berat sekali kalau saya harus meninggalkan TNI sekarang. Saya sebenarnya tidak siap, pak. Saya ingin mengabdi secara paripurna di TNI,” kata SBY. “ Ya diterima saja Sus. Kamu harus tulus dan ikhlas. Karena setiap pengabdian kepada bangsa dan negara, bisa dilakukan dimana saja, dan pengabdian itu sama saja,”nasehat sang ayah.
SBY pada akhirnya menerima penugasan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi. Ia tulus menerimanya, sekalipun ia sendiri tak mampu menghapus kesedihan dalam hatinya. Ia harus segera pensiun. Obsesinya untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat musnah sudah. Langkah the rising star terganjal. Ia   pensiun dengan pangkat Jenderal Bintang Tiga.
            Menilai kondisi SBY, Jenderal Faisal Tanjung menyatakan “ Saya sangat menyesalkan Yudhoyono tidak diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat,. Seharusnya dia pantas, dan sangat pantas menyandang jenderal bintang empat dan diangkat menjadi KSAD. Dia perwira tinggi terbaik pada generasinya. Saya yakin sekali, banyak hal yang bisa dilakukan Yudhoyono untuk membina dan memajukan Angkatan Darat.”
            Meski pada akhirnya mirip dengan jejak sang mertua, Sarwo Edhie Wibowo yang mendapat  Jenderal Kehormatan dari Soeharto. Pada tahun 2000, SBY dianugerahi  pangkat Jenderal Kehormatan Bintang Empat oleh Gus Dur.
Inilah sepenggal kisah perjalanan hidup SBY, sebagai Presiden keenam Indonesia. Jendaral Angkatan Darat paling cemerlang, karier militer sangat lengkap, penghargaan berderet,  pimpinan TNI memproyeksinya, ditambah dukungan para Jenderal seniornya, SBY pernah menghadapi kenyataan sangat pahit. Jangankan menjadi Panglima TNI, untuk menduduki posisi nomor satu di Angkatan Darat saja, SBY gagal.